Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dijauhi Teman, Perawat, Bahkan Istri, Pengidap HIV Jalan Kaki Jelajah Negeri

Kompas.com - 01/12/2015, 10:05 WIB
Kontributor Cirebon KompasTV, Muhamad Syahri Romdhon

Penulis

Gareng pertama kali keluar rumah di Jakarta, pada tanggal 7 November lalu, tepat pada hari ulang tahunnya yang ke-33. Dia melanjutkan ke Bogor, lalu lanjut ke Ciawi, Sukabumi, Cianjur, Cimahi, Bandung, Sumedang, Majalengka dan Cirebon.

Dia akan melanjutkan perjalanannya ke Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Makasar, Kendari, Ambon, Manokwari, Halmahera, Gorontalo, Manado, Palu, dan lainnya. Misi tersebut ditargetkan selesai sekitar pada dua tahun mendatang, yakni 7 November 2017.

Dalam menjalankan misi berjalan kaki selama dua tahun itu, tak banyak peralatan yang dibawanya. Gareng hanya membawa pakaian seadanya, peta, buku catatan, buku materi, obat-obatan, dan obat Anti-Retroviral (ARV) yang menghambat virus HIV dalam merusak sistem kekebalan tubuh.

Semuanya itu disimpan dalam tas sederhana yang ditutupi spanduk bertuliskan “Langkah Kaki Jelalah Negeri, Cegah Penularan HIV, dan Dukung Orang Yang Terinfeksi”. Dia juga memasang bendera merah putih di sisi kanan spanduk.

Sejak awal misi ini, banyak sekali kendala dan halangan yang dialaminya. Orang–orang di sekitar Gareng, Yayasan Pelita Ilmu, Komisi Penanggulangan AIDs Nasional, dan lainnya, ragu akan rencananya berjalan kaki ini.

Namun, dia berusaha meyakinkan hingga akhirnya diperbolehkan. Dalam perjalanan, tak sedikit yang menganggapnya orang gila, namun tak sedikit juga yang menganggapnya bukan ODHA, karena kuat berjalan kaki cukup jauh.

“Di dalam perjalanan, banyak pengalamanya Mas, khususnya lingkungan yang panas, dan hujan. Di Majalengka, ada yang tidak percaya, saya ajak ikut jalan, ternyata angkat tangan, dan hanya kuat beberapa jarak saja,” katanya bercanda.

Keinginan keras untuk mensosialisasikan pencegahan HIV AIDS, adalah sebuah refleksi dan evaluasi dari pengalaman hidupnya. Gareng ingin, cukup dia, dan tak ada lagi yang terperosok dalam kehidupan yang kelam.

Gara-gara putaw

Tadinya, Gareng adalah seorang pekerja mebel di Surabaya tahun 2002 lalu. Ia masuk dalam lingkungan pemakai putaw. Bahkan, seorang wanita yang kemudian menjadi pacarnya pun seorang pecandu.

Gareng terus menolak, meskipun akhirnya tergoda, dan juga menjadi candu. Selama kurang lebih tiga tahun, 2002–2005, dia rutin mengonsumsi putaw.

“Tahun 2005, ketahuan keluarga, dan akhirnya dibawa pulang untuk disembuhkan. Di situlah, saya mengenal istilah “sakau” yang rasanya tidak dapat diungkapkan kata-kata. Hingga akhirnya, berangsur pulih, dan pergi ke Jakarta untuk kembali merantau berjualan bakso,” ungkapnya.

Tahun 2011, Gareng menjadi seorang satpam di salah satu tempat ibadah. Ia kerap kali mendapatkan shift malam hingga membuatnya sakit paru. Namun, itu adalah awal, dimana ia akhirnya divonis ODHA.

Meski sudah dijauhi istri, ia hanya takut, putri satu-satunya tertular.

“Namun setelah cek ke dokter, pada tahun 2012, anak saya sehat-sehat saja dan negatif. Itu yang membuat saya kembali semangat hidup, dan menjadi spirit untuk misi panjang ini,” tutupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com