Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mereka Berjibaku di Pedalaman Papua

Kompas.com - 25/11/2015, 06:30 WIB

Untuk itu, guru pun belajar bahasa setempat. Endang, misalnya, belajar bahasa Ekare, sementara Kuncahyo belajar bahasa Dani. Proses perkenalan membutuhkan waktu enam bulan agar anak-anak merasa nyaman dengan guru baru. Metode yang dilakukan beragam. Kuncahyo, contohnya, memanfaatkan keahliannya bermain gitar dan sepak bola untuk menarik minat anak-anak.

Pendekatan personal ditempuh demi mendekatkan siswa dekat dengan guru. Cara mengajar pun dimodifikasi dengan menggunakan lagu untuk memperkenalkan abjad dan angka.

Endang mengenang, masa itu keadaan sulit. Jika kapur tulis habis, ia harus menulis di tanah dengan batang kayu. Untunglah, para siswa tetap bersemangat.

Setelah 30 tahun

Sebanyak 49 anggota Pagujati menetap di Papua dan menjadi guru. Sugeng kini jadi pengawas SD di Nabire. Kuncahyo adalah Kepala SDN 02 Nabire. Endang dan Nastikah sebagai guru di SD yang sama.

Menurut para guru itu, belum banyak perubahan berarti di Papua kini dibandingkan 30 tahun lalu. Provinsi itu masih kekurangan guru dan penyebaran guru tidak merata. ”Ada orangtua yang berpendapat, percuma menyekolahkan anak. Toh, di sekolah tidak ada guru yang mendidik,” ujar Nastikah.


(Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 23 November 2015, di halaman 1 dengan judul "Mereka Berjibaku di Pedalaman Papua".)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com