Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kehidupan Eks Tapol di Kendari, Bebas tetapi "Terpenjara"

Kompas.com - 01/10/2015, 20:41 WIB
Kontributor Kendari, Kiki Andi Pati

Penulis


Bebas namun "terpenjara"

Meski mendapat tempat tinggal baru, namun Lambatu dan para eks tapol merasa terisolasi. Dengan status "mengerikan" yang mereka sandang, maka para bekas tahanan itu tak bisa bepergian dengan leluasa.

"Kami tidak boleh ke mana-mana.  Kartu tanda penduduk (KTP) kami juga diberi kode ‘ET’ yang artinya eks tahanan politik. Isolasi itu baru dibuka di masa pemerintah Presiden Abdurrahman Wahid. Kami di sini sangat berterima kasih pada Gus Dur (panggilan Abdurrahman Wahid)," ujar Lambatu.

Kini Lambatu berharap, Presiden Joko Widodo bersedia meneruskan kebijakan Presiden Abdurrahman Wahid dan merehabilitasi semua orang yang terkait dengan PKI. Hal senada juga diungkapkan Fauzu, mantan sekretaris Serikat Buruh Tambang Indonesia (SBTI) cabang Buton.

Meski sudah dinyatakan bebas dari tahanan, lanjut Fauzu, tapi negara saat itu masih tetap mengawasi semua aktivitas para tapol PKI. Buktinya, mereka masih berstatus tahanan rumah  karena hingga kini belum terbit surat atau dokumen yang menyatakan mereka sepenuhnya telah bebas.

“Masih kesulitan anak kami menjadi anggota TNI, Polri, dan PNS. Ada proses screening sehingga keturunan kami harus mengganti nama agar bisa sekolah dan mendaftar sebagai PNS,” paparnya.

Semestinya, kata Fauzu, anak cucunya tidak ikut terbebani dengan persoalan masa lalu. Kini, mereka menuntut pemerintah untuk memulihkan status politiknya setelahi Presiden Abdurrahman Wahid pada 2000 mencabut Tap MPRS Nomor XXV Tahun 1966 tentang pelarangan PKI dan pelarangan penyebaran ajaran komunisme dan Marxisme/Leninisme di Indonesia.

Langkah ini dilakukan Gus Dur karena mempertimbangkan HAM semua orang termasuk eks tapol PKI. Sementara itu, SM Bihina, mantan anggota DPRD Kendari yang juga anggota PKI pada 1965 mengatakan dirinya pernah bertemu dengan mantan ketua Komnas HAM RI, Ifdal Kasim saat berkunjung ke Kendari pada 2011 lalu.

“Saya dijanjikan anggota Komnas HAM saat itu untuk memperjuangkan rehabilitasi atau pemulihan nama baik kami, karena sampai sekarang stigma pengkhianat terhadap negara masih ada,” kata dia.

Walaupun proses untuk mendapatkan rehabililtas sangat panjang dan membutuhkan kesabaran, dia tetap berharap dia bisa memulihkan nama baik para eks tapol PKI. “Sepanjang waktu keturunan kami pasti akan dicap pengkhianat negara. Padahal kebanyakan dari kami tidak pernah diputuskan bersalah oleh pengadilan, lalu gaji pensiunan kami sebagai PNS tidak pernah dibayarkan sampai sekarang. Bahkan harta benda kami juga dikuasai negara dan tidak pernah dikembalikan,” ujar Lambatu.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com