Pada akhir Mei 1966, Babe kembali dipindah dan kali ini ke Benteng Jogja. Di Benteng itu, Babe, bertemu dengan pelukis, Djoko Pekik. Hanya beberapa bulan di tahanan Benteng Jogja, ia dipindah ke Benteng Ambarawa. Dua tahun kemudian, Babe dipindah ke penjara Mlaten Semarang.
"Satu bulan di Semarang, saya dipindah ke Nusa Kambangan. Namun hanya empat bulan. Sebab pada 17 Agustus 1969, saya dipindah lagi ke Pulau Buru, dengan menggunakan kapal milik Angkatan Darat Republik Indonesia," kata dia.
Di dalam kapal milik tentara tersebut, lanjut Babe, dia bertemu dengan penulis ternama, Pramudya Ananta Toer. Mereka kemudian berteman selama ditahan di Pulau Buru hingga mereka dibebaskan. Menurut Babe, selama berada di Pulau Buru, dialah yang mengamankan semua karya sastra Pramudya.
"Saya bisa mengamankan karya karya milik Pram, karena saya dekat dengan petugas-petugas penjara. Saya menyimpannya di kamar mereka," kata dia.
Menurut Babe, di pulau Buru kehidupan para tahanan politik lebih enak. Sebab mereka seperti hidup di perkampungan. Bercocok tanam sendiri, hasilnya untuk makan sendiri. Sekitar 10 tahun di pulau Buru, pada 17 November 1979, Babe dan Pramudya dibebaskan. "Setelah bebas, kami berpisah di Bandung. Lalu kami hidup dengan dunia kami sendiri-sendiri," ujarnya.
Babe, mengaku dirinya sangat marah dan dendam apabila mengingat semua masa lalunya itu. Tapi ia tidak tahu, ke mana atau kepada siapa dendam dan sakit hati itu harus dilampiaskan. Sebab semua sudah dia jalani dan telah berakhir. "Semua sudah berakhir. Kalau saya dendam, harus dendam dengan siapa? Semua orang yang menangkap dan mengahajar saya sudah mati. Biarkan saja," kata dia
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.