Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gusur Kampung Pulo, Ahok Diminta Belajar dari Negara Lain

Kompas.com - 11/09/2015, 21:29 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kebijakan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang menggusur Kampung Pulo dikritik. Ahok, sapaan Basuki dinilai sebenarnya bisa meniru cara negara lain menata kota, dengan memanusiakan warganya.

Sebab, cara penggusuran warga Kampung Pulo kemarin dianggap tidak memanusiakan warga setempat. Hal ini diungkapkan Irvan Pulungan, dalam diskusi bersama mahasiswa Universitas Negeri Jakarta (UNJ) di kampus tersebut, Jumat (11/9/2015) sore.

Dalam diskusi ini dihadiri pula oleh Direktur Ciliwung Merdeka Sandyawan Sumardi dan Perwakilan "Teman Ahok", Tubagus Ramadhan.

Diskusi mengangkat tema "Penggusuran Kampung Pulo, Tepatkan?". Irvan yang merupakan Direktur Eksekutif Country Manager of International Council for Local Environmental Initiatives (ICLEI) Indonesia menilai, Ahok sebenarnya dapat meniru cara negara lain dalam melakukan suatu penataan kota.

Dalam kasus Kampung Pulo, Irvan menilai Ahok gagal merangkul warga Kampung Pulo dalam melakukan normalisasi di sana.

"Ada baiknya kalau kita menyelesaikan sesuatu ada deal-nya. Dia harus bekerja bersama masyarakat untuk menjawab permasalahan yang dihadapi kota Jakarta," kata Irvan, dalam diskusi di kampus tersebut, Jumat sore.

Dia membandingkan pemerintah Jakarta dan pemerintah kota Seoul, Korea Selatan. Beda dengan Jakarta yang menyasar perumahan warga, pemerintah kota Seoul menurut dia justru pernah membongkar jalan layang yang berdiri di dekat sungai.

"Waktu yang di Seoul itu yang digusur bukan rumah, tapi jalan layang. Dihancurkan dan dikembalikan seperti semula. Karena jalan layang itu buat banjir," ujar Irvan.

Dia menyebut, warga yang terdampak pembongkaran jalan layang di Seoul memang ada. Namun, mereka bukan direlokasi, melainkan dipindahkan ke Kampung Susun. Sehingga, lanjutnya, interaksi sosial warga tidak hilang.

"Saya rasa apa yang ingin dilakukan pemerintah Seoul bersama masyarakat yang ada di bantaran kali itu memilih menyelesaikan masalah bersama," ujar Irvan.

Di Bangkok, lanjut Irvan, pemerintah kota setempat merelokasi warga dengan memberikan kompensasi. Pemerintah setempat memulainya dengan membuka ruang diskusi terkait langkah penataan ruang yang diambil.

"Warga diajak berdiskusi, mundur 10 meter dibayar, mundur 20 meter dibayar, tanpa harus memindahkan," ujarnya.

Namun, berbeda kasus dengan warga Kampung Pulo. Penataan di Kampung Pulo, berujung pada cara represif. Pemerintah juga tidak memperhatikan masalah sosial warga Kampung Pulo yang direlokasi ke rusun.

"Kamu pernah coba ke Rusun Jatinegara Barat? Berapa KK di satu unit? Kedua, dia (rusun) bertingkat. Interaksi sosialnya bisa enggak? enggak bisa," kata dia.

Solusi

Irvan memberi solusi, Ahok sebenarnya bisa belajar dari 1.500 kota dari seluruh dunia yang berpartisipasi dalam organisasi ICLEI, yang melakukan inovasi dalam melakukan penataan kota.

Namun, ia masih pesimistis sebab penataan kota di Jakarta justru berpihak pada pengembang. "Sayangnya, politik ruang di Jakarta itu dikuasi delapan (pengembang). Tahu kan delapan ini, yang biasa muncul di acara televisi akhir pekan (acara pengembang). Politik ruang di Jakarta jangan berbasis pada bisnis, tapi pada manusianya," ujarnya.

Komunikasi macet

Direktur Ciliwung Merdeka Sandyawan Sumardi mengatakan, komunikasi Pemprov DKI Jakarta dan warga Kampung Pulo berjalan macet.

Di tengah dialog mencari solusi dan upaya hukum gugatan di PTUN sedang berjalan, Pemprov DKI mengambil langkah melakukan eksekusi di Kampung Pulo.

"Komunikasi itu berjalan macet dan buruk sekali," ujar Sandyawan. Sandyawan membandingan antara Ahok dan Jokowi dalam memimpin Jakarta. Jokowi masih mau mengedepankan dialog dibanding Ahok.

"Bedanya kalau Pak Jokowi, mengajak warga diskusi berulang-ulang. Kalau warga enggak bisa (setuju), diajak makan sampai bisa. Saya kira ini sistem komunikasi publik paling alamiah yang memang harus dilakukan pejabat publik yang demokratis," ucap dia.

Ahok tidak menggusur

Sementara itu, Perwakilan "Teman Ahok", Tubagus Ramadhan berpendapat kebijakan Ahok untuk merelokasi warga Kampung Pulo adalah satu cara mengatasi banjir di wilayah itu.

"Bagaimana bisa ketika kita lihat layar kaca yang kebanjiran pertama kali, warga Kampung Pulo juga kan," ujar Tubagus.

Dia melihat, warga Kampung Pulo bukan digusur. Melainkan, diberi hunian baru berupa rumah susun. Kendati demikian, ada perbedaan pandangan antar warga Kampung Pulo.

Menurut dia, ada yang ingin mendapat uang kerahiman, ada yang ingin rusun, dan ada yang ingin keduanya. "Saya enggak sebut Kampung Pulo penggusuran, karena mereka memang benar-benar enggak ditelantarkan gitu lho," ujar Tubagus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com