Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemarau Panjang, Warga Berbondong-bondong Berburu "Lubang"

Kompas.com - 10/09/2015, 16:45 WIB
Kontributor Ciamis, Irwan Nugraha

Penulis

TASIKMALAYA, KOMPAS.com – Dampak kemarau panjang telah terjadi di kawasan Tasikmalaya sejak lima bulan lalu. Kekeringan dirasakan warga sampai saat ini di hampir sebagian wilayah Kabupaten Tasikmalaya.

Dari 39 kecamatan seluruhnya, tercatat sekitar 25 wilayah kecamatan mengalami kekeringan dan rawan air bersih. Kondisi berbeda dirasakan warga di sebuah perkampungan yang berlokasi di wilayah pegunungan Kecamatan Culamega, Kabupaten Tasikmalaya.

Warga menyebutkan bahwa musim kemarau adalah berkah untuk mendapatkan belut sungai berukuran jumbo atau sebutan warga setempat ‘lubang’. Pasalnya, populasi belut besar yang sudah jarang dan banyak dicari orang ini harganya mahal dan dagingnya enak.

Belut sungai ini akan mudah didapatkan warga jika air surut. Warga setempat biasanya berburu belut berukuran besar ini di sepanjang Sungai Cikaengan yang melintasi beberapa gunung dan bermuara di pesisir Pantai Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya.

Perburuan belut ini pun tak bisa dilakukan oleh hanya segelintir orang, tapi dilakukan sedikitnya oleh 30 sampai 40 orang. Alasannya, jika perburuan dilakukan oleh beberapa orang saja biasanya tak akan mendapatkan hasil yang maksimal.

“Kami paling besar biasanya mendapatkan ‘lubang’ atau belut sungai ini dengan berat 15 kilogram. Satu kilogram biasanya dihargai Rp 250.000,” ujar Apin (44), salah seorang warga setempat yang ahli melakukan perburuan belut sungai bersama puluhan warga lainnya, beberapa hari lalu.

Menurut Apin, ‘lubang’ ini adalah sejenis belut air tawar yang bisa tumbuh dengan berat puluhan kilogram. Semakin besar ukuran belut biasanya akan semakin enak rasa dagingnya jika dimasak. Belut ini berbeda dengan sidat dan populasinya hanya ada di sekitar sungai yang berujung ke kawasan muara dekat laut.

“Kalau sidat itu banyak di ditemukan dan hampir menyerupai ikan gabus. Kalau ini kan seperti belut tapi ukurannya besar-besar,” kata Apin.

Proses penangkapan, tambah Apin, warga biasanya memakai alat tangkap ikan biasa dilengkapi berbagai jenis senjata tajam, seperti golok dan belati. Puluhan penangkap turun ke sungai dan memeriksa lokasi-lokasi yang biasa dipakai persembunyian belut tersebut. Saat belut yang terganggu muncul ke permukaan air, warga langsung menyabet belut itu memakai senjata tajam yang telah dipersiapkan.

“Setiap kami melakukan perburuan belut ini, sekitar 50 sampai 60 kilogram ‘Lubang’ bisa didapatkan. Pembagiannya ada yang langsung dijual dan ada yang dikonsumsi sendiri. Perburuan belut ini hanya bisa dilakukan musim kemarau saja, kalau musim hujan tidak bisa karena air sungai besar,” tambah dia.

Dengan adanya perburuan belut sungai, warga di perkampungan yang harus ditempuh dengan jalan menanjak ekstrem sekitar 20 kilometer ke daerah pegunungan terlebih dahulu itu, mendapatkan penghasilan tambahan.

Warga yang sebagian besar adalah para petani dan pengolah lahan pegunungan seadanya itu beralih mata pencaharian di sepanjang musim kemarau kali ini. Apalagi beberapa lahan garapannya mengalami kekeringan dan tak bisa ditanami.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com