Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kota Yogyakarta: Inovasi untuk Jawab Tantangan

Kompas.com - 16/07/2015, 15:00 WIB

Masalah lansia dan penyakit degeneratif bukan satu-satunya tantangan yang dihadapi Kota Yogyakarta. Dengan luas wilayah 32,5 kilometer persegi (km2) atau 1,02 persen dari luas Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Kota Yogyakarta harus menanggung banyak "beban" karena kota itu juga merupakan daerah tujuan wisata, kota pelajar, sekaligus pusat aktivitas pemerintahan dan bisnis.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Yogyakarta, jumlah penduduk kota itu tahun 2013 hanya 402.679 jiwa. Namun, masyarakat yang beraktivitas di kota itu diperkirakan lebih dari 1 juta orang setiap hari.

Wakil Ketua Badan Pimpinan Daerah Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY Herman Tony mengatakan, salah satu tantangan Kota Yogyakarta adalah kemacetan lalu lintas. Pada masa libur panjang, jumlah kendaraan di "Kota Gudeg" itu meningkat tajam sehingga kemacetan terjadi di ruas tertentu. "Banyak wisatawan yang mengeluhkan soal kemacetan lalu lintas," katanya.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Yogyakarta Halik Sandera menuturkan, pesatnya pertumbuhan hotel di Yogyakarta juga berpotensi memunculkan masalah, antara lain berkurangnya ketersediaan air tanah. Tahun lalu, misalnya, sejumlah warga di Kampung Miliran, Kelurahan Mujamuju, Umbulharjo, mengeluhkan kekeringan sumur mereka.

"Kekeringan itu diduga karena keberadaan hotel di dekat kampung mereka. Hotel itu juga mengambil air tanah. Setelah hotel itu berhenti mengambil air tanah, ternyata sumur warga tak lagi kering," kata Halik.

Haryadi Suyuti mengatakan, pemkot menyadari berbagai tantangan itu. Dalam hal kemacetan lalu lintas, sejumlah upaya ditempuh, misalnya pembuatan sistem pengaturan lampu lalu lintas jarak jauh dan pemberlakuan jalur searah. Pengawasan lalu lintas juga dilakukan dengan kamera pemantau (CCTV). Mulai tahun lalu, pemkot juga memberlakukan larangan bus pariwisata masuk ke wilayah sekitar Keraton Yogyakarta atau kerap disebut Jeron Beteng.

Sebagai gantinya, disediakan mobil wisata khusus bernama Si Thole untuk mengangkut turis ke Jeron Beteng. Selain untuk mengurai kemacetan di sekitar Keraton, langkah itu juga untuk melindungi bangunan cagar budaya di Jeron Beteng. Selain itu, perbaikan lapangan parkir pun dilakukan pemkot bekerja sama dengan Pemerintah Daerah DIY.

Haryadi menambahkan, pemkot juga memberlakukan moratorium pendirian hotel baru mulai 1 Januari 2014 hingga 31 Desember 2016.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 16 Juli 2015, di halaman 22 dengan judul "Inovasi untuk Jawab Tantangan".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com