Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 09/07/2015, 15:00 WIB

Namun, Lomban mengatakan, Bitung tidak larut dengan persoalan moratorium. Banyak persoalan harus dikerjakan untuk masyarakat di kotanya.


Poros Pasifik

Sekitar 50 tahun lalu, Bitung berasal dari nama sebuah pohon di sebuah desa sepi. Seiring dengan berjalannya waktu, desa itu berubah menjadi kecamatan di Kabupaten Minahasa. Pada dekade 1960-an, Gubernur Sulut Hein Victor Worang mengubah Bitung menjadi kota pelabuhan. Ia memindahkan pelabuhan utama Sulut dari Amurang ke Bitung, dengan posisi pelabuhan di Selat Lembeh.

Bitung bergeliat ketika tahun 1980-an menjadi kota administratif pertama di Indonesia, dengan Wali Kota SH Sarundajang. Tahun 1990, Bitung dikukuhkan menjadi wilayah otonomi.

Sarundajang kini Gubernur Sulut. Ia pernah memimpin Bitung selama 15 tahun sejak tahun 1985 dan juga bermimpikan Bitung nan maju. Pada masa pemerintahannya, Sarundajang membangun jalan utama kota Bitung selebar 50 meter sepanjang 5 kilometer (km).

Kemajuan Bitung di depan mata, dengan penetapan pemerintah pusat sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) tahun 2014. Hal ini membuat pemerintah setempat bekerja keras dengan mendirikan sejumlah prasarana. Satu hal menonjol, yakni membangun sekolah berbasis perikanan, antara lain Akademi Komunitas Logistik. Di Indonesia, akademi seperti ini hanya ada di Bitung dan Batubara, Sumatera Utara. Akademi itu sudah berjalan dua tahun dengan siswa sekitar 200 orang.

Letak Bitung di bibir Samudra Pasifik sebenarnya menguntungkan Indonesia untuk bisa menumbuhkan daya saing ekonomi di Asia Timur yang prospektif. Kota seluas 304 km persegi itu menjadi sentral dari percaturan ekonomi kawasan Pasifik dengan ekonomi Asia Timur. Garis ekonomi itu ditandai dengan kehadiran koridor selatan-utara. Jalur itu menyatukan Selandia Baru, Australia, Indonesia serta Filipina, Tiongkok, Taiwan, Korea, dan Jepang.

Ahli ekonomi regional dari Universitas Sam Ratulangi, Manado Agus Poputra, melihat, penyatuan ekonomi Asia Timur menempatkan Indonesia pada posisi strategis menjadi titik temu penyatuan dan Bitung berada pada titik itu. Jarak dari Bitung ke pusat ekonomi di kawasan Pasifik, seperti Kaosiung, Hongkong, Shanghai, Busan, Tokyo, dan Los Angeles, lebih dekat sekitar 50 persen dibandingkan dari Jakarta atau Surabaya.

Waktu tempuh dari Bitung ke kota-kota itu, dengan kapal, juga lebih hemat rata-rata 350 jam atau hampir 15 hari. Pelayaran dari Pelabuhan Bitung ke enam kota utama di Pasifik menghemat rata-rata 2,9 juta dollar AS dibandingkan dengan dari Tanjung Priok, Jakarta.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 9 Juli 2015, di halaman 22 dengan judul "Kini Waktu Membangun Bitung".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com