"Sebenarnya model pemilihan Rois Aam sudah tidak perlu lagi diperdebatkan, karena sudah ditetapkan di forum Munas Alim Ulama PBNU untuk memakai sistem Ahwa," kata Koordinator Santri Tulen NUsantara, Deni Mahmud Fauzi, Selasa (23/6/2015) malam.
Pihaknya sebagai warga NU merasa memiliki kewajiban untuk mengawal apapun hasil Munas Alim Ulama.
"Kewajiban itu juga ada pada semua warga NU baik struktur maupun kultur, khususnya semua peserta Muktamar nanti," jelasnya.
Adanya perdebatan sistem pemilihan, kata dia, tidak luput dari upaya pihak yang berkepentingan dalam pemilihan Rois Aam. Menurut dia, jika pemilihan Rois Aam menggunakan cara voting, justru akan mewadahi kepentingan politik berbagai pihak.
"Karena sudah ditetapkan dalam forum Munas Alim Ulama, maka cara Ahwa diyakini adalah yang terbaik," ujarnya.
Dia bersama elemen warga NU lainnya juga mengaku sudah menjalin komunikasi untuk menyelamatkan forum muktamar ke-33 NU nanti dari campur tangan politik praktik.
Sejumlah kalangan sebelumnya mewacanakan menolak sistem Ahwa, karena dinilai mengurangi legitimasi Rois Aam. Sementara itu, sejumlah nama disebut-sebut bakal bersaing menduduki jabatan ketua umum dan Rois Aam PBNU jelang Muktamar NU. Untuk posisi Rois Aam, antara KH Mustofa Bisri dan KH Hasyim Muzadi (mantan ketum PBNU). Sementara persaingan ketua umum PBNU antara KH Said Agil Siraj dengan KH Solahuddin Wahid (Gus Solah).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.