Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kota Batam: Menjaga Kemilau Industri

Kompas.com - 11/06/2015, 15:00 WIB


Oleh Kris Razianto Mada

Sony Rahmawan sudah berbulan-bulan harus menyusuri sejumlah jalan utama Batam. Manajer PT Perusahaan Gas Negara area Batam, Kepulauan Riau, itu harus memastikan pengerjaan jaringan pipa gas tidak terkendala.

Ini amanat pemerintah. Batam harus menjadi "Kota Gas". Modal utama amanat itu adalah jaringan pipa antarnegara yang kebetulan melewati Batam. Saat ini, sudah ada pipa dari Sumatera ke Malaysia yang terhubung dengan jaringan di Batam. Pipa dari Natuna ke Singapura akan segera menyusul pula terhubung ke Batam.

Sebagian dari gas di pipa-pipa itu dialirkan ke Batam melalui jaringan pipa PGN. Oleh PGN, gas dialirkan terutama ke sejumlah pembangkit listrik utama dan kawasan industri utama di Batam. PT Pelayanan Listrik Nasional Batam, anak perusahaan PLN Indonesia, mengandalkan pembangkit gas dalam operasinya. Di kawasan Panaran tersedia hingga 220 megawatt (MW), sementara dari Tanjung Uncang akan segera masuk hingga 155 MW. Kapasitas dari Tanjung Uncang akan terus meningkat karena masih ada pembangkit dalam pengerjaan.

"Masih ada 110 MW dari PLTU batubara di Tanjung Kasam," ujar Direktur Utama PLN Batam Dadan Kurniadipura.

Daya dari pembangkit-pembangkit antara lain disalurkan lewat jaringan kabel serat kaca. Hampir seluruh Batam sudah terjangkau jaringan serat kaca PLN Batam. "Sekarang kami sedang menyiapkan pengoptimalan jaringan itu. Beberapa penyedia layanan internet dan multimedia memanfaatkan jaringan kami untuk melayani pelanggan mereka. Daripada membangun infrastruktur sendiri, lebih baik mereka pakai jaringan kami," ujarnya.

Batam memang termasuk daerah beruntung dalam soal infrastruktur. Kecuali soal pelabuhan, kawasan khusus yang dikembangkan sejak 43 tahun lalu itu relatif unggul untuk urusan infrastruktur jika dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia.

Semua dikembangkan untuk menunjang Batam sebagai daerah industri. Saat mulai dikembangkan Otorita Batam (OB), kemudian menjadi Badan Pengusahaan (BP) Batam, aneka infrastruktur dikembangkan. Jalan, jembatan, bandara, waduk, hingga parit dibangun.

Lahan Batam dibagi-bagi menjadi beberapa kawasan yang bertujuan sepenuhnya memudahkan industri tumbuh di kota perbatasan Indonesia dengan Singapura-Malaysia. Setiap kawasan dirancang bisa mandiri karena ada pabrik, sarana kesehatan, permukiman, sarana pendidikan, hingga pasar.

Urbanisasi

Dengan semua keunggulan itu, orang dari sejumlah daerah di Indonesia datang dan mencoba mengadu nasib di Batam. Kota itu menjadi salah satu daerah dengan pertumbuhan tertinggi di Indonesia. "Tumbuh karena pendatang masuk ke Batam," ujar Wali Kota Batam Ahmad Dahlan.

Sebagian pendatang berhasil karena punya bekal keahlian yang cukup. Sebagian kalah dan harus melakukan apa saja demi bertahan hidup di Batam.

Seperti di daerah lain, urbanisasi melahirkan banyak masalah. Di antara daftar itu adalah soal permukiman liar atau ruli dalam sebutan sehari-hari di Batam. Jumlah permukiman liar di Batam diperkirakan mendekati 50.000 unit. Pada 2006, BP Batam mendata ada 26.000 rumah liar. Sementara pada 2012, jumlahnya sudah mencapai 43.000 unit dan diyakini sudah lebih banyak tahun ini.

Pemilik ruli menjarah hampir semua lahan yang belum ada bangunan. Bahkan, hutan penyangga waduk dan ruang terbuka hijau (RTH) juga disambar. Pemiliknya siap melawan dengan kekerasan jika ada penggusuran.

Tak hanya ruli, ada pula kios-kios liar di berbagai penjuru Batam. Oknum aparat hingga pengurus organisasi kemasyarakatan jadi pembangun kios-kios itu. Sebagian nekat didirikan di atas jaringan pipa gas yang seharusnya bebas dari segala bentuk bangunan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com