Saat proses pemasangan nisan di atas liang lahad, hanya delapan orang yang tercatat dengan nama-nama. Delapan nama itu adalah Moutiah, Sosatjo, Darsono, Sachroni, Joesef, Seekandar, Doelkhamid, dan Soerono. Sisanya dituliskan "lain-lain".
Dua liang lahad tersebut ditemukan warga di Dusun Plumbon, Kelurahan Wonosari, Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang. Liang lahad itu berada di lahan milik negara, yakni milik Perum Perhutani Kantor Pemangku Hutan Wilayah Kendal, Jawa Tengah.
"Kalau menurut Mbah Sumar, karena beliau yang menggali lubang makam ini, katanya ada 12 orang. Namun, menurut warga, ada 24 orang," ujar Lilik Wiliarjo atau disapa Mbah Kelik, tokoh Dusun Plumbon yang juga penjaga makam, Senin (1/6/2015).
Kesimpangsiuran nama-nama korban terjadi karena tidak banyak sanak keluarga yang tahu tentang makam korban 1965 yang ada di Dusun Plumbon. Hanya sedikit yang tahu hingga menyempatkan diri untuk berziarah.
Saat proses pemasangan nisan pada Senin siang ini, ternyata ada anggota keluarga lain yang turut datang walaupun nama jenazah tak tertulis di nisan.
Mereka ingin menyaksikan proses pemasangan nisan untuk anggota keluarga yang telah tewas tersebut. Salah satu korban yang dimakamkan, tetapi tanpa identitas nama, adalah Sri Widodo. Anak Sri Widodo, Sri Murtini, hadir menyaksikan proses tersebut. Tidak lupa, dia mengucap doa-doa untuk almarhum ayahnya.
"Bapak saya dulu kepala SD di Pekuncen, Kendal. Dulu, setelah diambil, tidak pulang lagi. Enggak tahu di mana. Sekarang sudah tahu, ada makamnya. Kami sangat berterima kasih," ujar Sri sambil terisak.
Dia pun akhirnya bisa merasa lega karena berhasil mendapati makam orangtuanya setelah pencarian selama puluhan tahun. Kelegaannya terlihat dari air mata yang jatuh saat proses pemasangan nisan berlangsung hingga usai. "Saya senang sekali. Saya ndak tahu jasad bapak dari dulu. Akhirnya bisa ketemu," kata dia.
Selain Sri, sejumlah warga dan tokoh masyarakat mengiringi proses tersebut. Warga berharap agar makam yang berada di lahan Perhutani ini bisa dibangun secara layak sebagai penanda sejarah kelam masa lalu.