Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nenek Annisa, Bertahan Hidup dengan Bongkahan Akik Subaim

Kompas.com - 16/04/2015, 08:35 WIB
Kontributor Ternate, Fatimah Yamin

Penulis

Harga batu yang terjual begitu besar membuat semangat Nisa bangkit kembali. Bersama beberapa tetangga merea berpikir untuk membawa batu itu ke Ternate untuk dijual. Dar Kecamatan Subaim ditempuh perjalanan darat selama dua jam lebih menuju Kota Sofifi.

Selanjutnya dari Sofifi ditempuh dengan jalur laut menggunakan kapal Fery kurang lebih satu jam ke Ternate. Dalam sebulan, kata Nisa, mereka bisa empat kali ke Ternate.

Menurut dia, ada beberapa jenis batu akik asal Subaim, di antaranya corak loreng harimau, loreng baju tentara, jenis kuku bima, serta yang berwarna hijau seperti batu giok. Namun dari sekian jenis batu itu hanya batu berwana hijau yang banyak diminati.

“Yang paling banyak dicari dan sedikit mahal yaitu batu yang berwana hijau, tapi ini sudah susah dicari,” ujar dia.

Untuk batu berwarna hijau, Nisa mengaku harus menempuh jarak hingga lima kilometer dengan berjalan kaki untuk mencarinya. Di lokasi pencarian batu akik, mereka hanya menggali sedikit. Batu yang keluar dari permukaan tanah mereka sudah bisa prediksi jika batu tersebut berharga atau tidak.

Dalam sehari nenek Annisa mengaku hanya mampu membawa satu bahkan dua bongkahan batu, dengan satu bongkahan seberat 20 kilogram. Batu-batu itu disimpan dalam karung kemudian dipikul di tengah terik matahari sampai ke rumah.

Untuk batu dengan berat di atas 20 kilogram, dibelah menggunakan palu. “Kadang dalam sehari dua kali pigi cari batu. Jam 10 berangkat sampai jam 12 siang, abis itu pigi lagi sampai jam 3 sore. Kalau satu kali pigi cari batu kadang bawa bekal dari rumah,” tutur dia.

Meski kadang habis batu yang mereka jual di Ternate, namun hanya seberapa saja yang masuk kantong setelah dikurangi dengan biaya mobil pikap dari Subaim. “Hanya sekitar Rp 400.000 saja yang masuk kantong, karena biaya oto Rp 600.000 untuk satu orang,” ujar dia.

“Biar sedikit yang penting bisa bertahan hidup dan biayai anak cucu saya yang sementara duduk di bangku kelas 1 SD. Di rumah yang tinggal hanya saya dengan satu cucu. Tidak ada anak kandung, hanya satu anak angkat yang tinggal di luar Subaim,” kata Nisa.

Saat wawancara dengan Nisa, masih ada tersisa empat karung batu yang belum terjual. “Sisa batu ini torang akan jual di pasar, kalau habis hari ini, besok sudah bisa balik ke Subaim,” ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com