Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Kampung Kuno di Sidoarjo Selalu Cemas Lihat Bulan Purnama

Kompas.com - 10/04/2015, 19:20 WIB

SIDOARJO, KOMPAS.com - Sejak 1850-an, Sidokare tak lagi menjadi nama kabupaten. Begitu Sidoarjo menjadi kabupaten, Sidokare diabadaikan sebagai nama kelurahan.

Semestinya, kampung kuno ini lebih dikenal dengan legenda asal-usul Sidoarjo. Tapi, banjir telah menenggelamkannya. Saat orang menyebut Sidokare, yang ada di benak adalah daerah banjir.

Kelurahan Sidokare berada di tengah kota, sekitar lima menit perjalanan dari Alun-alun dan Pendopo Kabupaten Sidoarjo, dua ikon penting Kota Udang.

Meski berada di jantung kota, kelurahan legendaris itu tak luput dari banjir langganan, bencana sama yang juga rajin menggenangi 113 desa/kelurahan lainnya di Sidoarjo.

Di permukiman penduduk Sidokare, genangan air bisa mencapai setinggi 30 cm dan berlangsung hingga tiga hari.

Banjir menggila saat hujan deras turun seiring datangnya bulan purnama, ketika air laut pasang atau rob. Itu sebabnya, mereka selalu cemas jika bulan purnama saat musim penghujan. Itu isyarat buruk dari alam.

“Kalau hujan deras datang bareng dengan air laut rob, apes buat warga sini,” ujar Sekretaris Desa Sidokare, Mochammad Arifien.

Saat rob, air laut masuk sungai-sungai yang mengalir ke tengah Kota Sidoarjo, termasuk afvoer Sidokare.

Kalau sudah begitu, afvoer yang mestinya menjadi saluran pematusan air dari permukiman, justru berubah ikut menambah besar kiriman air.

Makanya, kata Arifien, setiap melihat bulan menjelang purnama, warga selalu waswas.

“Warga berharap tidak turun hujan. Sebab, jika gelombang rob ini dibarengi hujan, pasti akan banjir. Cukup hujan deras satu jam saja, banjir tidak terhindarkan,” katanya.

Wilayah yang tergenang banjir membentang dari RW I di Prabon, RW II di Kutuk Tengah, dan RW III di Kutuk Barat. Banjir juga mencapai wilayah RW V dan RW VIII Kapasan.

Banjir di kompleks permukiman ini sudah menjadi langganan sejak lima tahun lalu. Semakin tahun intensitas banjir semakin sering dan semakin tinggi.

Kondisi Sungai Sidokare yang terus mengalami pendangkalan dan penyempitan menjadi salah satu penyebab.

Pemasangan pompa air sudah dilakukan untuk memperbesar debit buangan.

Dari pompa air dibuang ke Sungai Pucang. Tapi, pemasangan pompa yang hanya satu unit tidak cukup mengatasi.

Air dari afvoer Sidokare tetap meluber ke permukiman, yang permukaannya lebih rendah.

Menurut Arifien, rencananya akan ada penambahan satu pompa Namun, belum diketahui, kapan rencana itu akan diwujudkan.

Upaya lain mencegah luberan air adalah dengan meninggikan tanggul afvoer Sidokare 50 sentimeter.

“Dua tahun lalu, peninggian tanggul dilakukan. Sebenarnya, itu sudah mengurangi banjir. Tapi, jika hujan deras dan ada rob, tetap saja air masuk (kampung),” katanya.

Diakui Arifien, ada peran warga yang turut memicu terjadinya banjir. Di banyak tempat, bangunan warga banyak yang memakan stren kali. Keberadaan bangunan ini turut mengurangi lebar kali.

Selain itu, kebiasaan buruk warga yang membuang sampah di kali juga masih berlangsung hingga saat ini.

Meski diakui, warga Sidokare sudah mulai sadar dan hanya sedikit yang memiliki kebiasaan buruk itu.

Namun, membuang sampah ke kali juga dilakukan warga lain, di sepanjang aliran kali.

Bahkan, sampah dari hilir kadang mengalir ke Sidokare, terbawa air rob. Selama ini, sudah ada upaya penegakan perda tentang pembuangan sampah.

Warga yang kedapatan membuang sampah ke kali, akan ditangkap dan dijatuhi denda.

Pengawasan dilakukan Dinas kebersihan dan Pertamanan serta Satpol PP. Banyak warga yang sudah ditangkap dan membayar denda paling rendah Rp 50.000.

Banjir yang sudah menjadi tradisi ini juga telah diantisipasi warga sekitar.

Mereka rata-rata sudah meninggikan fondasi rumah, agar tidak kemasukan air yang meluap ke jalan. Atau membuat tanggul yang bisa menghalangi air masuk ke dalam rumah.

Warga juga mengantisipasi hujan deras dengan mengamankan barang-barang berharga. Bahkan, sepeda motor pun dipindahkan ke tempat tinggi, agar tidak terendam. (day)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com