Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Geledah Pesantren, Densus Dituding Todongkan Senjata kepada Santri Anak-anak

Kompas.com - 27/03/2015, 19:22 WIB
Kontributor Malang, Yatimul Ainun

Penulis

MALANG, KOMPAS.com — Penggeledahan yang dilakukan Tim Densus 88 Antiteror Polri bersama personel Polresta Malang pada Kamis (26/3/2015) kemarin di Rumah Tarbiyah dan Tahfidh Quran Al Mukmin, Kota Malang, Jawa Timur, menuai protes dari salah satu guru di pondok setempat. Pasalnya, 13 santri yang masih anak-anak di pesantren tersebut sempat ditodong senjata oleh Tim Densus.

"Saat pengeledahan, pintu didobrak. Saat itu, saya sedang mengajar anak didik saya di dalam. Saya langsung ditodong senjata dan diangkut ke Mapolresta Malang," kata Jefry kepada awak media, Jumat (27/3/2015).

"Waktu itu saya sedang mengajar sejarah tentang Nabi Muhammad SAW. Cerita tentang Abu Thalib, paman Rasul," lanjut Jefry.

Jefry diangkut ke Mapolresta Malang untuk diperiksa terkait dugaan keterlibatannya dengan organisasi Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) itu.

Jefry dan 13 anak didiknya yang masih berusia antara 7 tahun hingga 10 tahun mengaku sangat terkejut dengan suara keras pintu yang didobrak Tim Densus tersebut.

"Habis itu disusul puluhan aparat masuk sambil menodongkan senjata laras panjang pada penghuni kelas saat itu," kata Jefry.

Menurut Jefry, anak didiknya ikut ditodong oleh aparat kepolisian saat itu.

"Saya tidak mendengar ada suara Pak RT yang meminta masuk sebelumnya sebelum pintu didobrak. Saya terkejut dan murid saya ada yang ditodong sambil bertanya siapa nama kamu," kata Jefry sembari mengingat peristiwa saat itu.

Menurut Jefry, sejumlah anak didiknya saat itu langsung menjerit-jerit sambil menangis ketakutan karena ditodong senjata laras panjang.

"Mereka ketakutan. Setelah itu, anak didik saya diminta keluar dan polisi melakukan penggeledahan di dalam pondok," katanya.

"Sampai sekarang anak-anak masih ketakutan dan trauma. Traumanya tak mudah hilang. Sekarang saja anak-anak terlihat menjadi pendiam. Ada yang melamun di depan tangga dan memikirkan kejadian kemarin itu," katanya.

Dikonfirmasi terpisah, Kapolresta Malang AKBP Singgamata membantah Densus 88 menodongkan senjata kepada anak-anak di dalam pondok tersebut.

"Pengeledahan sudah sesuai prosedur. Sebelum aparat mendobrak pintu dan mulai melakukan penggeledahan, semuanya sudah melalui proses persuasif. Kami mengajak Ketua RT, anggota Polwan, untuk mengetuk pintu dan izin masuk. Tapi, permintaan itu tidak direspons," katanya.

"Tidak ada Densus menodongkan senjata kepada anak-anak. Yang ada anak-anak itu disuruh menangis oleh gurunya. Densus tidak ngawur dalam menjalankan prosedur. Tidak benar jika dikatakan menodongkan senjata kepada anak-anak saat penggeledahan dilakukan," kata Singgamata.

Tentang Helmi

Pesantren Tarbiyah dan Tahfidh Quran Al Mukmin, Kota Malang, yang beralamat di Jalan Megamendung, Kelurahan Karang Besuki, Kecamatan Sukun, Kota Malang, itu digeledah oleh Tim Densus 88 menyusul penangkapan Helmi Aalamudin di pesantren tersebut. [Baca juga: Diduga Penyandang Dana ISIS, Helmi Ditangkap di Dekat Rumah Mertua]

Jefry mengaku mengenal Helmi Aalamudin dari sebuah pengajian yang saat itu mendatangkan Salim Mubarok Attamimi, sebagai penceramahnya.

"Yang jelas, saya mengenal Pak Helmi dan Salim Mubarok Attamimi alias Abu Jandal dari pengajian di beberapa masjid di Malang, sebelum Salim Attamimi itu pergi ke Suriah," katanya.

Sosok Salim Attamimi, menurut Jefry, jika tengah berdiskusi, sering membahas konspirasi Amerika.

"Dia (Jefry) berbicara tentang konspirasi Amerika. Dia akan menjawab pertanyaan jika dia bisa. Jika tidak bisa, dia tidak menjawabnya," kata Jefry.

Ditanya soal apa saja yang ditanyakan penyidik selama Jefry diperiksa di Mapolresta Malang, ia mengaku kurang lebih 17 pertanyaan yang semuanya berhubungan dengan masalah ISIS.

"Saya ditanya apakah pernah mengajarkan ISIS, kaitan pondok dengan ISIS, dan apakah siswa di sini adalah anak-anak yang ditinggal orangtuanya ikut ISIS. Seputar itu yang ditanyakan," ujarnya.

Jefry dipulangkan dari Mapolresta Malang pada Jumat (27/3/2015) pukul 15.00 WIB. Dia dibebaskan oleh aparat kepolisian.

Bantu pesantren

Sementara itu, soal Pesantren Tarbiyah, Jefry menjelaskan, pesantren tersebut dihuni enam pengajar. Lima di antaranya adalah perempuan.

"Saya satu-satunya pengajar prianya. Setiap dua hari sekali, saya pulang ke Turen, ke rumah orangtua saya," kata Jefry.

Dari semua anak didik yang ada di pondok itu, beberapa di antaranya ada yang menginap.

"Anak para pengajar dan beberapa lain diasramakan oleh orangtuanya. Ada pula siswa yang setiap sore datang untuk belajar mengaji dan tidak menginap di sana," katanya.

Jefry mengakui Helmi memang sering datang ke pondok tersebut.

"Setiap dua hari sekali, Pak Helmi datang mengecek kondisi pondok. Saya senang jika Pak Helmi datang karena membawa kebutuhan operasional pondok. Saya tidak tahu beliau itu kerjanya apa," katanya.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com