Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Takut Gaji Turun, Ratusan Kepala Desa Geruduk DPRD

Kompas.com - 20/02/2015, 17:48 WIB
Kontributor Magelang, Ika Fitriana

Penulis


MAGELANG, KOMPAS.com - Ratusan perangkat desa di Kabupaten Magelang mendatangi gedung DPRD setempat, Jumat (20/2/2015) siang. Mereka yang tergabung dalam Paguyuban Perangkat Desa Indonesia (PPDI) dan Paguyuban Kepala Desa ‘Ngestiprojo’ Kabupaten Magelang, itu menuntut penundaan penerapan Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa.

Menurut Sarjoko, Ketua PPDI Kabupaten Magelang, penerapan UU desa disinyalir akan berdampak pada penurunan besaran gaji perangkat desa setiap bulan. Oleh karena itu, pihaknya meminta penerapan UU tersebut untuk dievaluasi kembali.

“Kami minta agar UU desa ditunda pelaksanaannya. Kami minta ada evaluasi dahulu. Karena jika diundangkan, banyak diantara kami yang menolak. Bagaimana tidak, gaji kami akan turun” kata Sarjoko di sela-sela aksi.

Ketua Paguyuban Kepala Desa ‘Ngestiprojo”, Sungkono, mengatakan, penerapan UU Desa bisa berdampak penurunan gaji disebabkan karena penghitungannya didasarkan pada besaran Anggaran Dana Desa (ADD) dan Pendapatan Asli Desa (PAD).

Semakin besar ADD dan PAD setiap desa, semakin besar pula gaji yang mereka dapat. Namun di wilayah ini, mayoritas ADD dan PAD setiap desa tidak begitu besar.

Dia mencontohkan, di Desa Jumoyo Kecamatan Salam, dengan perhitungan ADD sekitar Rp 700 juta, kepala desa hanya mendapat Rp 1,2 juta. Adapun perangkat mendapat 50 persennya atau hanya Rp 600.000.

"Ini sangat miris,” ucap Sungkono yang juga Kepala Desa Jumoyo itu.

Selain itu, mereka juga menuntut agar tanah bengkok dikembalikan pengelolaannya seperti sebelumnya. Sebab menurut mereka, jika tanah bengkok seperti dalam UU menjadi tanah kas desa, maka pendapatan mereka sebagai penyelenggara negara setiap bulan akan berkurang.

"Kami nanti akan dapat apa?. (Bengkok) itu kebanggaan kami sebagai perangkat desa,” tandasnya.

Mereka mengancam akan melakukan aksi mogok kerja massal jika aspirasi tersebut tidak diindahkan. Suasana audiensi sempat memanas. Terlebih, saat Kepala Bagian (Kabag) Tata Pemerintahan (Tapem) Pemkab Magelang, Arry Widi Nugroho menjelaskan penerapan UU tersebut.

Arry menjelaskan, dalam UU itu nantinya memang bengkok akan menjai aset desa. Dengan demikian, tidak ada lagi pengelolaan oleh pejabat desa karena bengkok akan diurus oleh lembaga desa.

"Menurut UU Desa, tanah bengkok nantinya menjadi kas desa. Praktis, akan ada penurunan besaran penghasilan meski sedikit. Namun kami tidak bisa berbuat banyak karena itu merupakan aturan dan bunyi UUnya seperti itu. Namun, memang belum diterapkan,” paparnya.

Ketua DPRD Kabupaten Magelang, Saryan Adi Yanto dalam tanggapannya mengatakan, akan memperhatikan keluhan dari PPDI dan Ngestiprojo tersebut. Bahkan, pihaknya akan memfasilitasi perwakilan PPDI dan Ngestiprojo untuk duduk bersama dengan Pemkab Magelang.

“Sabtu besok kami akan undang PPDI dan Ngestiprojo bersama Pemkab Magelang. Kita akan bersama mencari jalan keluar terbaik,” kata Saryan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com