“Ya sumringah karena sudah lega. Tidak lagi kelihatan orang karena nggak di kali (sungai) yang airnya kotor,”ujar Mas Pri (32) salah seorang warga,usai keluar dari salah satu bilik WC Mandi Cuci Kakus (MCK) plus yang dikelola Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Pangrukti Luhur.
Berbeda dengan rumah-rumah kecil yang memenuhi gang selebar dua meter, bangunan berwarna hijau seluas 14x8 meter persegi itu tampak bersih dan terawat. Lantai dasar bangunan tersebut digunakan sebagai MCK, sedangkan lantai atas dipakai mengaji anak-anak. Tak heran bila tempat itu kini menjadi tujuan warga.
Kehadiran MCK rupanya mampu mengubah kebiasaan dan kehidupan warga setempat. Warga yang biasanya mandi dan buang air besar (BAB) di sungai berair kotor, kini punya tempat yang lebih pribadi untuk melakukan kegiatan tersebut. Selain itu, limbah dari MCK juga diolah menjadi biogas untuk memasak.
Pengelola MCK Plus KSM Pangrukti Luhur, Sugiyono (45) mengatakan,bangunan MCK itu sebenarnya bangunan kuno peninggalan zaman Belanda. Saat Belanda berada di Semarang, tempat itu memang sudah dimanfaatkan menjadi WC umum. Namun kemudian tidak terawat dan dibiarkan terbengkalai. Sampah dan kotoran membludak saat hujan, dan meluber di jalanan dan rumah-rumah warga.
“Karena kondisinya begitu, warga tidak mau pakai. Lebih milih di sungai saja.Kalau kebelet pas siang hari ya kelihatan orang. Setelah MCK ini diperbaiki, warga tidak lagi ke sungai, malu,”ujar Sugiyono yang ditemui pada Jumat (21/11/2014).
Kini, meski harus merogoh kocek untuk BAB atau mandi, namun warga mengaku senang karena keberadaan MCK itu menjadikan lingkungan lebih bersih dan sehat. Di tempat itu ada enam ruang untuk WC dan empat bilik kamar mandi. Tarif yang dikenakan yakni Rp400 untuk ke WC dan Rp400 untuk mandi. Ada juga paket hemat Rp600 untuk sekali mandi plus BAB.
Keberadaan MCK plus ini untuk melayani tiga kampung, Pekojan, Bustaman dan Gedongmulyo dengan jumlah warga sekitar 150 kepala keluarga. Pengelolaan melalui KSM dengan anggota 9 orang dari warga dan berganti setiap tiga tahun sekali.
Tarif yang dikenakan tidak pernah berubah sejak awal tempat ini difungsikan. Dalam sehari, operator akan setor uang sekitar Rp80 ribuyang digunakan untuk biaya perawatan, gaji penjaga dan kebutuhan warga lainnya. Terdapat dua orang operator di tempat yang buka selama 24 jam itu.
“Uangnya juga kembali ke warga, jadi tidak ada yang keberatan. Jika ada yang meninggal ada dana santunan dari hasil uang ini. Jika penerangan jalan mati juga diganti dengan uang hasil dari sini. Semua pendapatannya dikembalikan pada warga untuk keperluan kampung,”ujar Sugiyono.
Adapun keberadaan MCK ini tidak lepas dari hadirnya air bersih. Dahulu warga memanfaatkan sumur umum untuk semua keperluan rumah tangganya. Banyaknya warga yang mengandalkan satu sumur, membuat antrean menumpuk sehingga sebagian warga kembali lagi ke sungai. Kini, ada sumur baru yang dibuat di dekat bangunan MCK untuk keperluan mandi, cuci, dan kakus.Banyaknya kran membuat warga lebih mudah mendapat air.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.