Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menteri Pun Soroti Kasus Kekerasan Siswi SD di Bukittinggi

Kompas.com - 14/10/2014, 13:58 WIB
Kontributor Bandung, Reni Susanti

Penulis

BANDUNG, KOMPAS.com — Pengeroyokan yang dialami DAN (12), siswi SD Trisula Perwari Bukittinggi, yang dilakukan beberapa temannya di dalam kelas, mendapat komentar keras dari Menteri Pemberdayaan Perempuan Linda Amalia Sari Gumelar.

Linda mengaku prihatin karena kasus ini memperlihatkan betapa pentingnya sekolah ramah anak dan keteladanan dari orangtua. Ia berharap kasus seperti ini tak terulang lagi.

"Budaya anak sebagai obyek harus dihilangkan. Orangtua harus mendengar suara anak. Ingatlah, kewajiban membangun anak bukan hanya tanggung jawab ibu saja, melainkan juga kedua orangtua," ujar Linda dalam pencanangan Gerakan Bandung Cinta Keluarga (GBCK), Selasa (14/10/2014).

Yang terjadi selama ini, di Indonesia, anak kerap menjadi obyek. Sementara itu, ibu tak memiliki hak suara. Padahal, seharusnya, istri dan suami bermitra. Sebab, jika dibebankan kepada salah satunya, perkembangan emosi anak tidak akan maksimal sehingga memungkinkan terjadi hal-hal yang tidak diharapkan.

Dari sisi kelembagaan, Linda menyoroti tak adanya lembaga perlindungan anak di Bukittinggi. Saat melakukan pengecekan, rupanya Bukittinggi hanya memiliki PP dan KB (Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana), sedangkan lembaga perlindungan anak jauh di bawahnya. "Ini harus dilakukan advokasi. Mudah-mudahan, ke depan berubah jadi PP dan PA," ucapnya.

Hal yang tak kalah penting saat ini adalah penanganan atas kasus Bukittinggi harus dilakukan, yakni korban harus dilindungi dan mendapatkan trauma heeling. "Sedangkan pelaku, karena masih anak-anak, harus ditangani dengan pidana anak," imbuhnya.

Sementara itu, pemerhati anak, Rani Razak Noe’man, berharap adanya peraturan tontonan dan rating. Jika anak disuguhkan sinetron berbau seksual maupun kekerasan, itu akan berpengaruh pada karakter anak.

Begitu pun dengan games, itu harus dibatasi. Ia merasa miris ketika melihat anak usia TK bermain games pencurian dan perang. Padahal, di luar negeri, games itu dimainkan oleh orang berusia minimal 21 tahun.

"Ini harus diperbaiki, termasuk Youtube. Betapa gampangnya anak-anak Indonesia mendapatkan tontonan yang tidak semestinya," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com