Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kecewa dengan Warga "Matre", Caleg Ini Tinggalkan Pemilu

Kompas.com - 13/03/2014, 13:05 WIB
Kontributor Bengkulu, Firmansyah

Penulis

BENGKULU, KOMPAS.com — Beberapa calon anggota legislatif di Bengkulu mengeluhkan masyarakat yang dinilai materialistis di daerah itu. Bagaimana tidak, untuk menang di tingkat kabupaten, setidaknya kandidat menyiapkan minimal Rp 300 juta untuk bisa terpilih.

"Saya bingung dengan kondisi masyarakat sekarang. Beberapa kali saya sosialisasi dan kampanye selalu masyarakat tanya, nanti kalau pencoblosan berani kasih berapa? Tiap saya ke masyarakat selalu itu yang muncul. Akhirnya saya tinggalkan pencalonan, saya tidak urus. Biarkan mau menang kalah, tak ada urusan lagi," kata salah seorang caleg dari PDI-P, Kabupaten Lebong, Arafik Trisno, Kamis (13/3/2014).

Menurut Arafik, warga tidak tertarik dengan ide, konsep, dan gagasan caleg, tetapi berorientasi pada uang. Bahkan masyarakat menjadikan ajang pemilu sebagai ladang mencari uang.

Arafik melanjutkan, dari beberapa kunjungan ke masyarakat, harga satu warga dibayar untuk memilih berkisar Rp 150.000.

"Jika tak ada uang sebesar itu lebih baik tinggalkan aja pencalonan. Indonesia akan mengalami kerusakan dari segala lini karena caleg, masyarakat, telah bertansaksi politik. Kecerdasan, ide, dan gagasan sudah tak menjadi indikator pemilih. Uang segalanya. Makanya, saya tak bersemangat melanjutkan pemilihan umum. Mending saya urus keluarga saja," imbuhnya kesal.

Arafik mengatakan, di Kabupaten Lebong, khususnya daerah pemilihan 3, terdapat 37.052 pemilih dan kursi parlemen untuk tingkat kabupaten sebanyak 11.

"Bisa Anda hitung kalau 37.000 itu dikalikan Rp 150.000 berapa uang diperlukan? Itu belum termasuk biaya-biaya lain, sungguh dramatis demokrasi kita," cetusnya.

Keluhan Arafik, ini juga diakui beberapa caleg lainnya beberapa kandidat ada yang ikut arus dengan menyediakan uang pelicin buat masyarakat agar memilih. Namun, banyak juga caleg yang mengundurkan diri pelan-pelan.

Sementara itu, YP (35), salah seorang warga Bengkulu, menilai pola transaksi itu wajar menjadi pilihan masyarakat. Hal itu mengingat selama ini para politisi kerap menipu ketika terpilih menjadi anggota dewan.

"Kita realistis saja. Mereka kalau menang, lupa dengan kita. Jadi kapan lagi kalau bukan pemilu ini saatnya makan uang caleg itu sebelum mereka menipu kita," kata YP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com