Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ibu Rumah Tangga Produksi Sabun Cuci Ramah Lingkungan

Kompas.com - 19/02/2014, 08:05 WIB
Kontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati

Penulis

BANYUWANGI, KOMPAS.com - Istianah (59) memasukkan cairan warna hijau ke dalam botol yang menumpuk di dalam rumahnya. Ia ditemani oleh tiga tetangganya yang juga ibu rumah tangga untuk memproduksi sabun cuci piring dengan merek Golden Light.

Sehari-hari Istianah adalah ibu rumah tangga yang tinggal di Jalan Jenderal Sudirman, Gang Garuda, Lingkungan Welaran Timur, Kelurahan Penganjuran, Kabupaten Banyuwangi.

Istianah dan ketiga tetangganya sejak Desember 2013 lalu memproduksi sabun cuci piring secara "rumahan". Satu hari, mereka berempat bisa memproduksi sekitar 720 botol dengan masing-masing botol berisi 275 mililiter.

"Walaupun sudah buat sabun cair kayak gini, saya tetap jualan gorengan setiap pagi. Abis subuh, saya buat gorengan habis sekitar 2,5 kilogram tepung. Terus saya titipkan ke warung-warung sekitar rumah saja. Saya harus bekerja selama masih kuat, karena suami saya kena stroke. Mau menggantungkan ke anak ya enggak enak," kata Istianah saat ditemui di rumahnya, Rabu (19/4/2014).

"Saya biasanya mencampur bahan-bahannya malam hari terus diaduk menggunakan pengaduk dari kayu selama 30 menit dan tidak boleh berhenti. Setelah selesai biasanya packing dilakukan pagi hari. Jadi adonanya itu dibiarkan semalam dulu biar buih-nya hilang. Kalau langsung di masukkan botol, nanti hasilnya tidak bagus. Ada endapannya," jelasnya.

Istianah mengaku tidak hapal nama-nama bahan-bahan yang digunakan, tapi dia mengistilahkan dengan nama-nama bahan kue.

"Saya ganti saja pake istilah garam, sp, tepung, gula. Saya sudah hapal urutan bahan-bahan yang dimasukkan sama takaran-takarannya. Termasuk harus menggunakan air mineral enggak boleh pake air kran. Awalnya sih pake catatan, tapi lama-lama hapal juga. Saya anggap aja lagi buat adonan kue," katanya.

Pelatihan
Istianah mengaku mendapatkan ilmu membuat sabun cuci piring tersebut setelah mengikuti sebuah pelatihan.

"Saat itu saya berpikir kenapa ibu-ibu sini enggak bikin sendiri? Akhirnya saya dan beberapa ibu-ibu difasilitasi oleh pelatih, diberi bahan, alat dan juga dibantu pemasaran. Karena kami kan bingung mau dipasarkan di mana. Setelah diobrolkan akhirnya ya buat sabun cuci piring mereknya Golden Light," kata Istianah.

Sementara itu, Eli (52) mengaku mendapat upah Rp 35 ribu untuk membuat sabun tersebut. "Lumayan bisa buat tambahan belanja. Nanti hasilnya diputar lagi buat beli bahan, botol sama yang lainnya," kata Eli.

Awalnya, produk yang dihasilkan olehnya ditawarkan kepada tetangga-tetangga sekitar, tapi sempat dikeluhkan karena baunya kurang wangi. Selain itu, busa yang dihasilkan juga sedikit.

"Akhirnya kami menjelaskan bahan-bahan yang digunakan adalah bahan-bahan yang ramah lingkungan. Harganya satu botol Rp 5.000," tambahnya.

Kembangkan industri rumahan
Hari Triandoko, Kepala Produksi Indonesia Multi Corporate dalam kesempatan terpisah sempat memberikan pelatihan pembuatan sabun cuci piring kepada ibu rumah tangga untuk mendorong penguatan ekonomi lokal yang berbasis ekonomi rakyat.

"Selain itu juga untuk untuk penciptaan lapangan pekerjaan di setiap kampung terutama ibu rumah tangga," kata Hari.

Dia menyambut baik saat ibu-ibu tersebut berniat untuk memproduksi sendiri. "Modal awalnya sekitar 6 jutaan hasil iuran kami yang kemudian dibelikan bahan. Awalnya satu botol dijual Rp 6.500, tapi setelah kami membeli bahan utama secara grosir dan tentunya lebih murah harganya diturunkan Rp 5.000 per botol," kata Hari.

Hari mengaku agak susah menjelaskan nama-nama bahan kepada ibu-ibu karena menggunakan nama kimia.

"Akhirnya kami persilahkan saja mengganti nama sesuai dengan pemahaman mereka. Beberapa bahan yang digunakan ramah lingkungan seperti Sodium Lauryl Sulfate, Sodium sulfat, Sukrosa atau gula pasir yang berfungsi sebagai pengawet alami dan menggunakan perwarna makanan," kata dia,

"Jadi semuanya bersahabat dengan alam. Hanya saja kami tidak bisa meninggalkan parfum yang masih mengandung toksin. Tapi penggunaan parfum tidak kurang dari 5 persen jadi kurang wangi dibandingkan sabun yang lain," ungkapnya.

Menurut Hari, beberapa konsumen masih meragukan produk mereka yang kurang wangi, sehingga ia sering memberikan penjelasan jika aroma yang kuat dihasilkan dari penggunaan cairan kimia pengikat aroma yang berlebihan.

"Jadi bukan dihasilkan dari ekstrak pengharum yang sesungguhnya. Jika aroma kuat yang menempel diperalatan yang kita cuci artinya ada bahan yang tertinggal. Efek simpelnya ya dapat merusak cita rasa makanan," ungkapnya.

Ia juga menjelaskan, saat ini mereka sedang mengembangkan produk lainnya seperti sabun cuci tangan, sabun colek, dan juga pengharum ruangan dalam bentuk gel.

"Kami tetap tidak menggunakan bahan-bahan yang berbahaya semacam Alkyl Benzene Sulfonate, Etilen Diamen Tetra Asetat yang berfungsi sebagai bahan pengawet, Glyserin sintetis, serta borax. Jadi produk ini hanya bertahan maksimal empat bulan, tapi biasanya sebelum empat bulan sudah habis," tambahnya.

Bukan hanya sekadar produk yang bersahabat dengan alam. Doni, yang mengurusi bagian pemasaran produk ini, menjelaskan, penjualan produk pun tidak boleh didominasi oleh satu pihak.

"Satu agen hanya boleh menjual di dua wilayah RT sedangkan stokist itu hanya boleh untuk di wilayah satu kelurahan. Seperti niat awalnya untuk penguatan ekonomi lokal yang berbasis ekonomi kerakyatan," kata Doni.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com