Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Meretas Asa di Pengungsian Sinabung

Kompas.com - 22/12/2013, 08:46 WIB
Agnes Swetta Br. Pandia

Penulis

”Setiap desa masih dijaga sekitar 50 pria karena khawatir harta benda hilang. Alasannya, meski jalan utama masuk ke desa dikawal aparat keamanan, pencurian tetap saja ada,” kata Senjata Tambun (44).

Seperti diungkap Maladin Tarigan (62), warga Desa Sukameriah yang berada di pengungsian Desa Payung. ”Setelah dihajar awan panas tidak ada tanaman kopi, tetapi hasrat untuk pulang ke desa sangat besar. (Karena itu) paling penting bagaimana selama di pengungsian ada aktivitas. Kalau hanya makan lalu tidur, tetap saja hati tidak tenang,” ujar pemilik sekitar 1.000 pohon kopi ini.

Hidup dan tinggal di kaki gunung berapi yang masih aktif agaknya belum sepenuhnya bisa dijalani oleh penduduk Kabupaten Karo. Memang pada 2010, Sinabung meletus setelah tidur selama lebih dari 800 tahun.

Tidak hanya penduduk, pemerintah daerah juga masih bingung karena belum ada pola paling tepat untuk menyiasati hidup berdampingan dengan gunung yang ternyata masih aktif. Apalagi Pemerintah Kabupaten Karo belum membentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah. Setiap proses eksekusi, seperti penyaluran bantuan, melalui birokrasi yang panjang. Paling tidak harus lebih dulu melalui tangan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.

Lebih parah lagi, penguasa daerah dataran tinggi, yang selama ini memasok sayur-mayur dan buah-buahan ke Singapura melalui Batam, Kepulauan Riau, ini, seolah tak peduli dengan kesulitan pengungsi. Padahal, erupsi masih mungkin terjadi lagi dan tidak diketahui kapan berakhir. Artinya, pengungsi masih harus bertahan di pengungsian hingga berbulan-bulan.

Saat ini, bagi pengungsi yang penting informasi soal aktivitas gunung cepat disebarkan, baik melalui radio maupun media komunikasi lain, sehingga mereka tidak semakin resah. Menjadi buruh tani merupakan salah satu upaya mereka untuk bertahan ketika tak ada kegiatan/pekerjaan lain yang bisa dilakukan. Kini mereka harus mulai belajar menapaki hidup tak senyaman dulu lagi. (Agnes Swetta Pandia)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com