Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konflik Agraria, Petani Ini 38 Tahun Berjuang Lawan BUMN Perkebunan

Kompas.com - 01/12/2013, 11:47 WIB
Kontributor Bengkulu, Firmansyah

Penulis

Bagi Nahadin dan petani lainnya, beragam cara telah mereka lakukan, mulai dari mendatangi wakil rakyat dengan cara perwakilan warga, hingga aksi unjuk rasa yang dilakukan bermalam-malam di kantor Bupati Seluma. Namun lagi-lagi upaya itu tak memberikan hasil.

Pengukuran Ulang

Pertengahan tahun 2013, kabar baik berhembus. BUMN yang saat ini menguasai hampir 1.600 hektare tanah masyarakat itu diminta oleh pemerintah setempat melakukan ukur ulang. Jika perkebunan BUMN itu lebih dari 518 hektare, maka kelebihannya wajib dikembalikan kepada petani yang kehilangan tanah.

Namun, angin segar tersebut nampaknya tak juga membuahkan hasil karena beberapa hari terakhir pemerintah setempat menyatakan untuk melakukan pengukuran ulang tidak memiliki dana.

Namun, warga menyatakan bersedia mendanai jika pemerintah benar-benar tak memiliki dana. Di tengah alasan tak memiliki dana, muncul data bahwa terdapat Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (SILPA) Kabupaten Seluma mencapai Rp 30 miliar untuk tahun anggaran 2013.

“Aneh, pemerintah menyatakan tidak punya dana untuk mengukur ulang tetapi SILPA 2013 mencapai Rp 30 miliar,” kata warga lain.

Para petani itu berharap agar pemerintah daerah dan pusat bisa memberikan keadilan bagi mereka, yang telah mereka cari selama 38 tahun.

Sementara itu Pengamat Sosial Universitas Bengkulu Cucu Syamsudin menyebutkan, konflik agraria merupakan persoalan yang tidak pernah selesai di Bengkulu, yang salah satunya adalah yang terjadi di Pering Baru, Seluma. Di sisi lain, niat pemerintah untuk menyelesaikan persoalan bisa dikatakan kecil.

“Pemerintah akan kalap jika warga telah melakukan aksi besar-besaran yang mengarah ke anarkhis, penyelesaiannya pun cenderung jangka pendek atau bisa dikatakan meredakan amarah sesaat,” kata Cucu.

Menurut dia, kampus telah banyak memberikan resolusi-resolusi terhadap kondlik agraria yang kerap terjadi di Bengkulu namun, implementasi dari pemerintah nihil.

“Pemerintah lebih fokus pada penanganan pidana untuk petani saja ketika mereka melakukan pengerusakan atau tindakan lainnya sementara akar dari persoalan tak kunjung tuntas,” demikian Cucu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com