Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peran Suami Ketika Istri Mengidap HIV

Kompas.com - 01/12/2013, 09:12 WIB
Kontributor Pematangsiantar, Tigor Munthe

Penulis


PEMATANGSIANTAR,KOMPAS.com-Saat bertemu dengannya, di Kecamatan Siantar Timur, Pematangsiantar, Sumatera Utara, tidak terlihat raut murung atau sedih di wajahnya. Tidak kentara jika sosoknya adalah seorang dengan HIV/AIDS (ODHA).

Meski tubuhnya sedikit kurus, dibungkus kaos putih, namun senyum dan semangat hidup jelas terpancar dari tarikan garis bibirnya. Dia sudah menunggu di sebuah kursi terbuat dari kayu, seberang jalan sekitar sepuluh meter dari rumah kostnya.

Seakan memberikan tanda siap untuk bertemu sesuai janji melalui pesan singkat telepon seluler, Sabtu (30/11/2013). DP (35), menjulurkan tangan, menyambut jabatan tangan yang penulis sodorkan.

Dia lalu dengan tangan terbuka, menyilakan untuk bertandang ke rumahnya, lebih pas jika disebut kamar kost. Sebelum memulai wawancara, dia menyempatkan diri untuk menyapu depan kamarnya dan memberesi tempat tidurnya, kasur yang diletakkan langsung ke lantai kamar.

Ditemani sang suami, Kurnia (28), perempuan kelahiran Kabupaten Simalungun, 13 September 1978, ini menawarkan pilihan wawancara di dalam kamar atau di luar. Karena situasi kamar sedikit kurang benderang, kami memutuskan untuk kembali ke kursi, dimana tadi kami bertemu.

Perempuan berambut lurus sebahu ini memulai cerita bagaimana mulanya dia terungkap mengidap penyakit yang banyak ditakuti orang itu. "Aku tidak tahu dari mana datang penyakit itu. Tapi yang pasti bukan dari suamiku, karena dia negatif," bebernya.

Sejak 2003, perempuan Batak ini sudah bermukim dan bekerja di Bandung, Jawa Barat. Perempuan yang taat ibadah, jauh dari dunia narkoba apalagi dunia seks bebas, ini mengaku sangat kecewa begitu mengetahui dirinya dinyatakan positif mengidap virus HIV pada Juni 2012. Dia memperkirakan, virus itu dia 'dapatkan' saat bekerja di sebuah klinik gigi.

"Dugaanku, saat aku melayani pasien klinik, ketika itu aku tidak mengenakan sarung tangan dan kondisi kulitku sedang alergi. Bisa jadi saat itu salah seorang pasien yang mengidap penyakit itu menularkan kepadaku," ungkapnya.

Dalam masa itu, dia sedang mengandung anak keduanya. Dalam menjalani masa kehamilan, dia sangat lemah. Bahkan bayinya akhirnya meninggal dunia saat dilahirkan. "Mei 2012, anakku itu akhirnya meninggal dunia. Lalu kami mencoba memeriksa kondisi kesehatan. Sebulan kemudian, terungkaplah jika aku positif kena HIV/AIDS," kenangnya.

Dia mengaku saat itu amat kecewa dan terpukul. Reaksi pertama begitu mengetahui dirinya mengidap virus mematikan itu, adalah ingin menyudahi hidup.

"Saya sangat kecewa. Begitu saya dinyatakan positif kena virus HIV, saya ingin mati dan menyudahi hidup saja. Tidak ada artinya hidup lagi," aku perempuan, ibu satu anak laki-laki yang sudah memasuki usai sekolah dasar ini.

Untung sang suami, Kurnia tidak terlalu terpengaruh begitu mengetahui sang istri dinyatakan positif mengidap virus HIV. Meski tetap terpukul, namun didorong rasa cinta kepada sang istri, pria yang lebih muda usia dari istrinya ini, menguatkan dirinya dan sang istri.

"Saat pertama kali dapat kabar, mungkin istri saya khawatir akan saya tinggal. Saya bilang sama istri saya, bahwa sebagaimana perjanjian nikah, bukan penyakit ini memisahkan kita, hanya maut yang dapat memisahkan kita," katanya, menirukan ucapan saat disampaikan ke sang istri.

Kurnia, berkeyakinan penyakit istrinya bisa disembuhkan. Pasti ada mukjizat, batinnya, kala itu. Setelah itu, mereka kembali ke kampung halaman sang istri di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Namun, di kampung, mereka diasingkan.

"Mertua saya memberikan satu kamar buat kami, di ujung dan tertutup. Makan dan minum dipisahkan dari keluarga mertua saya. Terkadang hanya diberi ikan asin. Piring juga sendiri, sendok sendiri dan lainnya serba dipisah," kenang Kurnia.

Merasa diasingkan keluarga mertua, Kurnia mulai gelisah. Beruntung, saat 'galau' dia bertemu seorang orangtua di kampung bermarga Garingging. Kepada orangtua ini, Kurniawan curhat. Menyampaikan apa yang dia alami. Orangtua itu kemudian menyarankan Kurnia membawa keluar keluarganya.

Sebagai pihak 'boru' di kalangan orang Batak, Kurnia sulit mendapatkan perhatian lebih dari keluarga mertuanya, apalagi dengan kondisi sang istri yang sakit.

"Saya kemudian memutuskan keluar dan membawa keluarga saya ke Pematangsiantar. Saya bertekad bisa menyembuhkan istrinya saya," katanya.

Di Pematangsiantar, Kurnia dan sang istri diterima dan didukung sebuah lembaga masyarakat dan Yayasan Pondok Kasih, sebuah yayasan yang didirikan beberapa denominasi gereja di Pematangsiantar yang bergerak di bidang pelayanan sosial.

Pada fase itu, kondisi kesehatan sang istri kian menurun. Perutnya kian membesar seperti orang hamil 9 bulan. Kurnia membawa istrinya ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Djasamen Saragih Pematangsiantar. Betapa malang, rumah sakit plat merah itu ternyata tidak memberikan harapan pelayanan terbaik untuk ODHA. "Saat dirawat di sana, mereka malah takut dan membiarkan istri saya," akunya.

Tak lama, istrinya kemudian dibawa ke Rumah Sakit Adam Malik Medan. Hampir 2 minggu lebih istrinya dirawat di sana, terutama untuk menyedot cairan yang ada di dalam perut sang istri. "Saya membawa istri saya ke sana tanpa bantuan siapapun. Saya bilang ke istri saya : 'Ma, pokoknya harus sembuh. Saya percaya Mama sembuh, masih ada Papa'," katanya menirukan ucapan semangat yang dia pompakan ke sang istri.

Kurnia mengaku harus bolak-balik Medan-Pematangsiantar untuk menemani sang istri selama masa penyembuhan. Karena memang dia tetap bekerja untuk mencari nafkah mereka di Pematangsiantar.

"Syukurlah, saat ini kondisi istri saya sudah lumayan. Dia saat ini menjadi pelayan di gereja," ungkapnya.

Kurnia meyakinkan, bahwa dirinya sejauh ini tetap setia dengan sang istri. Untuk melawan godaan, apalagi di usianya yang tergolong muda, Kurnia menerapkan sikap saling percaya dengan istrinya. "Hubungan kami dilandasi saling percaya. Itulah kiat yang saya buat dalam mengarungi rumah tangga kami," tandasnya.

Perbincangan dengan pasangan ini memang tidak berlangsung lama. Namun siratan keharmonisan keduanya tidak terbantahkan, tatkala Kurnia, sosok pria setia, mendampingi sang istri untuk sedikit bercerita tentang kehidupan mereka, dimana satu di antara keduanya adalah ODHA.

Belakangan, sang istri mulai diterima banyak kalangan dengan keadaannya. Bahkan, sudah melakukan pendampingan terhadap ODHA lainnya.

"Saya selalu bilang, agar para ODHA tidak membenci dirinya saat menerima kenyataan penyakit itu datang. Kalau kamu saja sudah membenci dirimu, apalagi orang lain. Jika sudah lemah, maka lewatlah semua," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com