Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tes Keperawanan karena Ancaman Jaringan Prostitusi Remaja

Kompas.com - 22/08/2013, 15:22 WIB

PRABUMULIH, KOMPAS.com - Prabumulih adalah kota penghasil minyak di Sumatera Selatan yang tenang. Namun, ketenangan itu berubah saat nama Prabumulih melambung ke tingkat nasional terkait isu uji keperawanan bagi siswi sekolah menengah atas.

Awalnya, Senin (19/8), beredar kabar yang menyebutkan Kepala Dinas Pendidikan Kota Prabumulih HM Rasyid mewacanakan uji keperawanan bagi siswi yang mendaftarkan diri ke SMA atau sederajat. Dalam sejumlah berita itu disebutkan, rencana itu diajukan dalam rancangan APBD Prabumulih tahun 2014.

Kabar ini mendapat sambutan luar biasa dari aktivis perempuan, tokoh pendidikan, dan tokoh agama, hingga Menteri Pendidikan Nasional M Nuh. Nuh menentang rencana itu. Namun, ada pula yang mendukung wacana itu.

Namun, Rabu (21/8), Rasyid menyangkal pernah melontarkan wacana itu. ”Ada kesalahpahaman. Rencana itu telontar oleh orangtua yang anaknya terkena dugaan prostitusi dan tak terima saat anaknya dituduh tak perawan. Orangtua ini yang minta uji keperawanan untuk membuktikan anaknya perawan. Kami mendukungnya,” katanya.

Rasyid mengaku menerima serangkaian telepon protes terkait berita itu. Ia pun menegaskan, uji keperawanan tidak manusiawi.

Wakil Wali Kota Prabumulih Andriansyah Fikri menyatakan, uji keperawanan tak pernah dibahas oleh Pemerintah Kota Prabumulih. Ia juga memastikan tak akan ada kebijakan itu.

Andriansyah yang baru tiga bulan menjabat menambahkan, wacana uji keperawanan itu sebenarnya merupakan cerminan kegelisahan warga Prabumulih terhadap pergaulan remaja di kota itu yang dinilai terlalu bebas. ”Bagaimana kami tidak gelisah, pelajar tak malu bercumbu di tempat umum,” katanya.

Prostitusi remaja

Kontroversi uji keperawanan itu berawal dari pengungkapan dugaan prostitusi remaja oleh Polres Prabumulih pada 14 Agustus. Dalam operasi itu, enam remaja yang mengaku pelajar dari dua SMK di Prabumulih tertangkap saat melakukan transaksi di hotel. Seorang pria keturunan India berinisial Ka juga ditangkap.

Dalam transaksi ini, Ka berperan menghubungkan dengan klien. Duda itu juga menerima semua uang pembayaran untuk keenam remaja tersebut.

Namun, Ka menampik tuduhan bahwa ia menjual remaja itu untuk prostitusi. Sebaliknya, ia menuduh remaja itu yang awalnya meminta dicarikan pelanggan. Ia juga menyebut Ds, salah seorang remaja yang tertangkap, tak perawan lagi sehingga nekat menjual diri.

Tuduhan tidak perawan lagi itu membuat berang orangtua Ds. Mereka pun menginginkan uji keperawanan pada anaknya.

Ka hanya diminta wajib lapor karena tak cukup bukti untuk menahannya. Keenam remaja putri itu juga tak ditahan, tetapi dikeluarkan dari sekolah.

Menurut cerita Rasyid, usulan orangtua Ds itulah yang pertama kali memunculkan wacana uji keperawanan itu. ”Uji keperawanan itu hanya menyangkut enam siswi itu, bukan untuk seluruhnya,” katanya.

Kepala Polres Prabumulih Ajun Komisaris Besar Denny Yono Putro mengatakan, polisi tengah menyelidiki munculnya wacana uji keperawanan itu. Polisi juga masih menelusuri dugaan jaringan prostitusi pelajar dan remaja di Prabumulih.

Denny menambahkan, kasus enam remaja itu adalah dugaan prostitusi remaja yang pertama kali terbongkar di Prabumulih.

Pro dan kontra

Pendapat warga Prabumulih soal uji keperawanan, seperti di tingkat nasional, terbelah. Banyak yang tidak setuju karena jumlah pelajar dengan pergaulan yang dinilai menyalahi norma sangat sedikit. Namun, tak sedikit yang mendukung wacana itu karena pergaulan bebas remaja di Prabumulih telah menggelisahkan.

Apalagi, belum usai kasus dugaan prostitusi oleh enam siswi itu, Prabumulih kembali digemparkan foto yang terpampang di media massa yang memperlihatkan sepasang remaja berseragam putih abu-abu bermesraan di Lapangan Prabujaya di pusat kota. Hal itu membuat guru dan orangtua khawatir, sekaligus gemas, melihat perilaku remaja itu.

”Saya mendukung wacana itu agar anak-anak lebih menjaga diri,” kata Asmawati (58), warga Prabumulih yang cucu putrinya masih duduk di bangku SMA.

Sejumlah pelajar putri menentang wacana uji keperawanan itu. Salah satunya, Intan (17), siswi kelas XII sebuah SMA swasta di Prabumulih. Gadis berkerudung itu menilai, uji keperawanan bertentangan dengan prinsip kesetaraan jender. ”Bagaimana dengan laki-laki? Dengan wacana itu seolah-olah semua ini salah perempuan saja,” katanya.

Ketua Majelis Ulama Indonesia Daerah Prabumulih Ali Aman menentang wacana itu. Uji keperawanan dinilai melanggar nilai agama yang melarang aurat dilihat orang lain. Uji keperawanan baru boleh dilakukan jika ada alasan kuat, seperti pemerkosaan atau kecelakaan.

Menurut Ketua Dewan Pendidikan Sumsel Sirozi, uji keperawanan mencederai hak warga negara memperoleh pendidikan. Uji keperawanan juga merupakan bentuk pemangkasan akses pendidikan.

”Usulan ini menyalahi UUD 1945 yang menyebutkan semua warga negara berhak atas pendidikan. Tak pernah disebutkan siswi yang tak perawan tak bisa mendapat pendidikan,” ujarnya. (Irene Sarwindaningrum)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com