Salin Artikel

Melihat Kesibukan Warga Jawa Tondano Menyambut "Bakdo Kupat"

Bagi masyarakat Jaton, Lebaran ketupan tidak sekadar rutinitas tahunan yang digelar sepekan setelah hari raya Idul Fitri. Lebaran Ketupat merupakan sarana untuk memperat silaturahmi kembali bersama sanak saudara.

Susan Thayeb (36), warga Desa Yosonegoro Kecamatan Limboto Barat Kabupaten Gorontalo sejak pagi sibuk di dapur. Dia dibantu keponakannya, Nita Masulu, menyiapkan bumbu rempah untuk membuat aneka lauk yang akan disantap bersama ketupat.

Susan dan Nita memasak di bagian belakang rumahnya. Tiupan angin yang sering menggoyangkan lidah api seperti menyemangatinya untuk segera merampungkan masaknya. 

“Besok Lebaran ketupat, hari ini semua warga Jaton sibuk di rumah masing-masing menyiapkan hidangan untuk besok,” kata Susan Thayeb, Selasa (16/4/2024).

Di tungku dapurnya, api menjilati pantat belanga besar yang berisi ketupat yang terendam dalam air. Panas api telah membuat gelembung didih dalam belanga yang dipenuhi ketupat.

Susan telah menyiapkan 6 untai ketupat. Setiap untai berisi 12 buah ketupat.

Ada 2 jenis isi ketupat yang dimasak, ketupat ketan (pulo) dan ketupat biasa (sayur).

“Agak lama menanti masaknya ketupat, kami menyiapkan lauknya agar lebih cepat,” tutur Susan.

Hari ini Susan memasak opor ayam dan sate belanga atau daging garo yang disertai irisan kentang.

Lalu ada juga ayam kuning yakni semacam kare namun tidak disertai santan kelapa. Ayam kuning ini masakan khas Jaton yang wajib hadir pada bakdo kupat.

“Ada juga ayam kecap, es buah, dan tentu kue-kue,” tutur Nita Masulu. 

Cita rasa masakan Jaton memang khas karena perpaduan resep warisan leluhur para kakek Jawa dan nenek Minahasa.

Susan mengaku untuk menyiapkan hidangan Lebaran ketupat tersebut telah mengeluarkan uang sekitar Rp2 juta.

Kesibukan menyiapkan lebaran ketupat ini tidak dilakukan oleh Susan dan keluarganya saja. Dipastikan semua rumah tangga warga Jaton juga riuh dengan persiapan menyajikan beragam menu kuliner.

Nasi bulu dan jenang

Nasi bulu atau nasi merupakan sajian khas yang disiapkan saat Lebaran Ketupat bagi warga Jaton. Nasi bulu terbuat dari beras ketan yang dibumbui dengan aneka macam rempah. Kemudian dimasukkan dalam bambu.

Bambu yang digunakan harus terpilih dari jenis tertentu. Sebelum adonan beras dimasukkan, bambu harus dilapisi dengan daun pisang muda sebagai pembungkus saat nasi masak.

Susan mengaku Lebaran Ketupat kali ini tidak menyiapkan secara khusus nasi bulu atau nasi jaha. Namun di rumah orangtuanya menu tersebut dibuat.

Malam hari menjelang Lebaran Ketupat, nasi bulu ini akan dibakar di belakang rumah kedua orangtua Susan.

Selain nasi bulu, jenang atau dodol juga menjadi makanan khas Lebaran ketupat. Kali ini, Susan memilih memesan ke kerabatnya dibandingkan harus membuat sendiri. 

“Masak jenang itu lama, juga membutuhkan tenaga yang kuat,” tutur Susan.

Jenang khas Jaton cukup unik karena penyajiannya dibungkus dengan daun woka (livistona). Selain itu juga tidak dipotong dan diletakkan di piring sebagaimana sajian di Jawa.

“Biasanya nasi bulu dan jenang menjadi oleh-oleh saudara-saudara yang berkunjung ke rumah warga jaton,” ungkap Susan.

Asal mula warga Jaton

Awalnya warga Jawa Tondano (Jaton) berada di tiga desa yakni Desa Yosonegoro, Kaliyoso dan Reksongoto. Tiga desa ini lahir di awal abad XX pada masa era pemerintahan Hindia Belanda.

Warga Jaton terus tumbuh dan berkembang hingga muncul kampung-kampung baru seperti Mulyonegoro dan Bandung Rejo.

Sebagai orang Jawa Tondano, Susan merasa tidak lengkap jika tidak merayakan Lebaran ketupat. Hari raya ini merupakan tradisi warisan para leluhurnya. 

Leluhur Jaton merupakan mantan kombatan Perang Jawa atau Perang Diponegoro yang diasingkan Pemerintah Hindia Belanda ke Minahasa, Sulawesi Utara.

Leluhur orang Jaton adalah penganut Islam yang taat. Mereka dipimpin oleh Kyai Mojo seorang tokoh alim ulama ternama pada masanya.

Nama asli Kyai Mojo adalah Muslim Mochammad Khalifah. Dia pernah naik haji dan bermukim di Mekkah sebelum memimpin pesantren di daerahnya.

Kyai Mojo dan pengikutnya kemudian bergabung dengan Pangeran Diponegoro melawan Pemerintah Hindia Belanda. Perang Jawa (de Java oorlog) berkobar selama 5 tahun (1825-1830) yang membangkrutkan kas Belanda.

Pasukan Belanda dipimpin oleh Jenderal Hendrik Markus baron de Kock, Panglima Tentara Kerajaan Hindia Belanda.

Perang ini dimenangkan oleh Belanda melalui tipu daya. Para pemimpin perang ini kemudian diasingkan. Kyai Mojo dan pengikutnya diasingkan ke Minahasa, Sulawesi Utara.

Hidup di Minahasa tak membuat iman Kyai Mojo dan pengikutnya surut. Bahkan mereka mampu menegmbangkan kebudayaannya sendiri setelah menikahi para gadis Minahasa.

Tradisi santri yang diturunkan kepada anak temurunnya antara lain dengan mengamalkan puasa sunat Syawal. Hari raya ketupat merupakan kulminasi dari laku puasa sunat Syawal selama 6 hari yang dimulai pada tanggal 2 Syawal.

Di hari raya ini seluruh keluarga yang berada jauh akan berkumpul di kampung halamannya untuk saling melepas kangen.

“Pada Lebaran ketupat semua berkumpul untuk bersantap makanan yang lezat. Mengumpulkan Kembali semangat persaudaraan dalam keluarga. Sesama warga Jaton dan juga dengan siapa pun yang datang berkunjung ke rumah,” kata Dosen Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Negeri Gorontalo, Mimy Astuty Pulukadang.

Mimy yang kelahiran Desa Reksonegoro mengisahkan kesibukan orang-orang di desanya menjelang Lebaran Ketupat. Menurut Mimy, bakdo kupat bagi orang Jaton ini tidak sekadar bermakna pesta kuliner ketupat dan menu lainnya. Namun memiliki arti pertemuan kembali para saudara yang telah jauh dari kampung halamannya.

“Seperti anyaman ketupat yang saling menguatkan dan membentuk ruang yang berisi beras, demikian juga dengan makna bakdo kupat sebagai oase perjumpaan persaudaraan para sanak saudara,” ujar Mimy Pulukadang.

Menurutnya, bakdo kupat yang selalu dirayakan warga Jaton dari generasi ke generasi selalu memiliki makna yang kontekstual, dan telah menjadi kebutuhan setiap tahunnya.

Pemerintah daerah pun terlibat dalam perayaan ini. Bahkan acara ini menjadi kalender tahunan pariwisata.

https://regional.kompas.com/read/2024/04/18/041520978/melihat-kesibukan-warga-jawa-tondano-menyambut-bakdo-kupat

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke