Salin Artikel

Rantai "Teputus-putus" di Penyelundupan Pengungsi Rohingya di Aceh

Nasruddin, koordinator kemanusiaan dari Yayasan Geutanyoe, sebuah organisasi berbasis Indonesia-Malaysia yang bergerak di bidang pendampingan pengungsi, mengatakan bahwa modus penyelundupan pengungsi Rohingya menggunakan kapal sudah terjadi paling tidak tiga kali dalam dua tahun terakhir.

Dua kasus yang terjadi sebelumnya, juga melibatkan warga lokal yang dijanjikan uang oleh agen dari luar negeri.

“Ini sudah modus operandinya. Artinya, ada orang yang dari luar Aceh yang datang ke Aceh dan mereka minta tolong untuk mengambil atau membawa orang Rohingya ke daratan Aceh. Ini yang terjadi saat ini,” ujar Nasruddin kepada BBC News Indonesia pada Jumat (05/04).

Sebelumnya, Kapolres Aceh Barat AKBP Andi Kirana mengatakan bahwa empat tersangka lainnya masih dalam pencarian. Sementara, salah satu tersangka yang tertangkap, HS, diduga merupakan “otak” di balik penyelundupan pengungsi Rohingya.

“Berdasarkan keterangan HS, untuk memasukkan imigran Rohingya ke wilayah Aceh dan selanjutnya ke negara Malaysia, HS menerima bayaran dari agen yang berada di Malaysia sebesar Rp5 juta per orang [pengungsi Rohingya]," jelas Andi dalam keterangannya kepada wartawan pada Rabu (03/04).

Lantas, bagaimana modus penyelundupan pengungsi Rohingya lewat jalur laut hingga sampai di daratan Aceh?

Tiga jam kemudian, seorang nelayan dari Kuala Babon mengevakuasi enam pengungsi Rohingya serta seorang warga Aceh berinisial M yang merupakan ABK KM Rizky Nelayan, kapal yang menjemput pengungsi Rohingya dari perairan Sabang.

Akibat kecelakaan ini, puluhan pengungsi Rohingya ditemukan terombang-ambing di perairan Aceh Barat setelah kapal mereka terbalik, hanya 75 orang selamat dan dievakuasi ke daratan, termasuk dua orang warga Aceh yang kini berstatus tersangka.

Lembaga yang menangani pengungsi di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNHCR) dan lembaga migrasi di bawah PBB (IOM) menekankan besarnya potensi korban jiwa karena pengungsi yang diselamatkan mengatakan kapal tersebut sebenarnya mengangkut 151 orang.

Kapolres Aceh Barat, AKBP Andi Kirana, menduga sejumlah nelayan terlibat dalam operasi penyelundupan pengungsi Rohingya yang terjadi di Meulaboh, Aceh Barat.

Tersangka berinisial M adalah seorang nelayan yang bertugas untuk menjemput ratusan pengungsi Rohingya dari perairan Sabang, namun kapal yang ditunggangi terbalik dan tenggelam.

Berdasarkan keterangan tersangka kepada polisi, kapal yang mengangkut pengungsi Rohingya dari Bangladesh tersebut akan transit di Aceh sebelum kemudian membawa para pengungsi Rohingya ke Malaysia.

"Rencananya imigran Rohingya tersebut setelah dijemput dari Perairan Sabang, dibawa masuk ke wilayah Ujung Raja Nagan Raya, selanjutnya diangkut menggunakan truk menuju ke Tanjung Balai Sumatera Utara. Dari Tanjung Balai akan diseberangkan ke Tanjung Selangor Malaysia," kata Andi.

Setelah memeriksa tiga warga Aceh yang terdapat dalam rombongan pengungsi Rohingya, pihak kepolisian mendapatkan informasi tentang keberadaan HS yang diduga otak dari operasi penyelundupan pengungsi Rohingya.

Kemudian pada Senin (25/03) pukul 01.12 WIB, tim gabungan Sat Reskrim Polres Aceh Barat dan personil Ditreskrimsus Polda Aceh menangkap HS di Gerbang Tol Seulimuem saat hendak melarikan diri.

Berdasarkan keterangan dari HS, ia dijanjikan uang sejumlah Rp5 juta per pengungsi Rohingya dari seorang agen di Malaysia jika berhasil membawa para pengungsi ke Aceh untuk transit sebelum kemudian ke negara tujuan Malaysia.

Pada 2020, tiga nelayan Aceh ditetapkan sebagai tersangka akibat penyelundupan pengungsi Rohingya ke Indonesia. Dua tahun kemudian, pada 2022, hal yang sama kembali terjadi di Kuala Simpang Ulum ketika 81 pengungsi Rohingya ditemukan di perairan Aceh.

Kemudian pada November 2023, Kapolres Aceh Timur AKBP Andy Rahmansyah, menetapkan sopir truk sebagai tersangka dalam tindak pidana perdagangan orang (TPPO) terhadap 36 orang Rohingya yang mendarat di Ule Ateng, Aceh Timur.

“Semua di-iming-iming pakai uang, mereka tidak tahu bahwa orang yang menerima uang itu jadi tersangka," jelas Nasruddin, yang tengah melakukan penelitian tentang perjalanan pengungsi dari Bangladesh hingga sampai ke Aceh.

"Artinya, penyuluhan juga bisa disampaikan ke masyarakat. Kalau masyarakat ingin mengambil uang mereka [pengungsi] artinya itu risiko. Dan risiko buat masyarakat, jangan nanti akibat perbuatan itu akan menambah konflik lagi di tengah masyarakat,” ujarnya kemudian.

Ia mengatakan keterlibatan orang lokal dalam operasi penyelundupan pengungsi Rohingya merupakan “modus operandi” yang terjadi berulang. Hanya saja modus yang sering digunakan saat ini adalah dengan kapal yang dikirim ke perairan.

Tak hanya itu, Nasruddin mengatakan skema penyelundupan manusia memiliki jejaring yang luas di antara tiga negara. Sehingga sulit untuk mencari dalang yang sebenarnya mengatur semua operasi.

“Kalau kita lihat, itu ada orang Bangladesh, Rohingya, dan orang kita yang terakhirnya. Karena tidak bisa juga kalau kita lakukan investigasi lebih dalam, sebenarnya berbeda tahun akan berbeda modusnya,” ungkapnya.

Pada Desember 2023 lalu, kepolisian Banda Aceh menetapkan dua tersangka, yang merupakan warga negara Bangladesh, atas dugaan tindak pidana penyelundupan orang (TPPO) terhadap 137 etnis Rohingya yang mendarat di pesisir pantai Aceh Besar.

Mereka merupakan nahkoda kapal yang membawa kapal yang berangkat dari Bangladesh menuju Indonesia dengan alat bantu kompas.

Nasruddin menduga bahwa agen-agen yang terlibat dalam penyelundupan pengungsi Rohingya posisinya “terputus dan tidak saling kenal".

"Hanya mungkin bisa jadi tahu atas nama, karena memang beberapa hal yang telah diungkap oleh polisi.”

“Ketika kita tanya kepada pengungsi, mereka hanya bilang ini tekong (pemilik kapal) boat yang menerima uang. Jadi yang ditetapkan [tersangka] kemarin orang Rohingya dan Bangladesh itu hanya tekong dan pengumpul orang yang di sana, yang di Cox Bazaar,” jelas Nasruddin.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) merupakan tindak pidana lintas negara.

Oleh karena itu, ia mengatakan Divisi Hubungan Internasional Kepolisian Negara Republik Indonesia (Divhubinter Polri) terus berkoordinasi dengan Bareskrim dalam menangani tindak pidana tersebut.

“Karena ini transnational crime yang lintas negara, tentu membutuhkan langkah-langkah yang komprehensif antarnegara. Walaupun secara nasional, Polri dengan negara sudah membentuk direktorat khusus,” ujar Trunoyudo.

“Mereka terpaksa menggunakan jalur-jalur yang menggunakan penyelundupan, karena mereka enggak punya dokumen travel yang legal yang bisa memungkinkan mereka travel lewat airport atau cara-cara yang sah lainnya,” kata Mitra.

Meski begitu, ia mengatakan bahwa UNHCR memiliki komitmen untuk memberantas jaringan penyelundup manusia dengan berkoordinasi dengan pihak otoritas terkait.

Sebab, jaringan penyelundup alias smuggling ring itu memanfaatkan keadaan pengungsi yang tidak memiliki pilihan lain untuk meraup keuntungan lebih.

“Dari sisi pengungsinya, mereka banyak yang diperas. Uang mereka tidak punya banyak, hanya sedikit, diminta semuanya. Dan kalau misalnya tidak diberikan, mereka bisa menggunakan ancaman,” ujarnya.

Mitra mengatakan jaringan penyelundupan memiliki risiko besar membahayakan jiwa pengungsi, baik dari sisi eksploitasi maupun keamanan yang tidak selalu terjamin.

Kecelakaan kapal di perairan Meulaboh, yang diperkirakan menewaskan lebih dari 70 pengungsi dari 151 orang Rohingya yang berada di kapal tersebut, menjadi peringatan keras akan hal itu.

“Jadi sebenarnya bahayanya banyak sekali, tapi bahwa mereka sudah mengetahui bahayanya [namun] tetap memutuskan untuk berangkat. Itu artinya mereka sungguh terpaksa. Karena tidak mempunyai pilihan lain,” ungkap Mitra.

https://regional.kompas.com/read/2024/04/07/073700078/rantai-teputus-putus-di-penyelundupan-pengungsi-rohingya-di-aceh

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke