Salin Artikel

Kisah Mahasiswa Rantau di Mataram, Menjadi Marbut Masjid dan Kuliah

Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Mataram tersebut tengah menyimak hafalan Al Quran yang dilantunkan oleh lima orang anak didiknya.

Sesekali Anshar membetulkan bacaan mereka. Seperti itulah aktivitas sehari-hari yang dilakukan Anshar sebagai marbut masjid.

Setiap sore setelah shalat Ashar, dia mengajari anak-anak di kompleks tersebut mengaji.

Selama bulan Ramadhan, Anshar memulai aktivitasnya pukul 03.30 Wita dengan membersihkan dan merapikan masjid.

Mulai dari kebersihan bagian dalam masjid, toilet, tempat wudhu, dan halaman masjid. Anshar juga bertugas membangunkan sahur dan mengumandangkan azan.

Hal tersebut dilakukan dengan ikhlas, agar jemaah merasa nyaman saat beribadah.

"Di samping ada TPQ kita sebagai marbut bersih-bersih merapikan masjid, demi kenyamanan jemaah di sini," kata Anshar.

Mahasiswa

Selain menjadi marbut masjid, Anshar merupakan mahasiswa semester enam di Universitas Muhammadiyah Mataram.

Ia mengambil jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, serta dipercaya menjadi asisten dosen. Awalnya Anshar tidak pernah mengira akan menjadi marbut dan tinggal di masjid.

Sebab tujuan utama merantau ke Mataram adalah untuk menuntut ilmu.

Mahasiswa asal Kecamatan Bolo, Kabupaten Bima, NTB, ini sudah dua tahun mengabdi menjadi marbut masjid.

Anshar menjadi marbut masjid An Nur bersama Sukma yang juga mahasiswa. Setiap hari keduanya berbagi tugas untuk menjaga masjid.

Anshar mulai menjadi marbut di Masjid An Nur sejak tahun 2022. Saat itu dia masih duduk di bangku kuliah semester 3.

Selama ini dia tidak merasa kesulitan membagi waktu antara tugas menjadi marbut dan kuliah. Sebab perkuliahan dilakukan pagi-siang hari setelah tugas marbut selesai.

"Bagi saya enggak mengganggu sama sekali, saya merasa tertib belajar dan tertib ibadah itu mengenai kuliah dan tanggungjawab di masjid," Kata Anshar.

Anshar justru merasa bersyukur karena dengan menjadi marbut, ia bisa lebih mendekatkan diri kepada Allah.

"Sama sekali tidak ada rasa malu, karena memang proses saya berorientasinya pada aspek peningkatan ilmu pengetahuan, dan memperbaiki kualitas ibadah. Jadi tidak ada rasa malu sedikitpun dalam diri pribadi saya," Kata Anshar.

Anshar menceritakan, selama menjadi marbut banyak suka duka yang dialaminya. Ia bahkan pernah difitnah dan dituduh mencuri kotak amal masjid.

"Pernah kejadian kehilangan kotak amal, kita dikasih solusi marbut di sini harus keluar semua, saya sendiri pernah difitnah mengambil uang kotak amal padahal bukan saya yang mengambil dan terbukti bukan saya yang mengambil," kenang Anshar.

Meskipun harus tinggal jauh dari keluarga, Anshar sudah menganggap warga kompleks, Dewan Kemakmuran Masjid (DKM), dan anak didiknya sebagai keluarga sendiri.

Selama menjadi marbut, Anshar mendapat tempat tinggal di Masjid. Selain itu ia juga mendapat beras dan uang saku dari DKM sebesar Rp 250.000.

Dari Pemerintah Daerah setempat, marbut mendapat intensif sebesar Rp 3 juta setiap tahunnya atau sekitar Rp 250.000 per bulan.

"Alhamdulillah kalau setiap Ramadhan dapat Rp 500.000 dari Baznas," sebut Anshar. Menurut Anshar jumlah tersebut cukup membantu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Anshar berharap setelah wisuda dan mendapatkan pekerjaan, dia bisa bermanfaat bagi orang lain. Salah satu cita-citanya adalah ingin menjadi donatur tetap masjid An Nur, tempat dimana dia pernah menjadi marbut.

"Cita-cita saya menjadi donatur tetap di masjid ini yang pernah saya tinggal di sini," ungkap Anshar. 

https://regional.kompas.com/read/2024/03/25/102755178/kisah-mahasiswa-rantau-di-mataram-menjadi-marbut-masjid-dan-kuliah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke