Salin Artikel

Sering Terjadi Serangan di Lampung Barat, Tanda Kondisi “Rumah” Harimau Tidak Ideal

LAMPUNG, KOMPAS.com – Konflik harimau-manusia yang berulang di wilayah Lampung Barat disebut menjadi tanda bentang alam “rumah” satwa itu tidak ideal. Semua pihak perlu melakukan kajian secara komprehensif.

Ketua Forum HarimauKita, Drh Erni Suyanti mengatakan, harimau sebenarnya satwa yang memiliki daya jelajah yang sangat luas, bisa mencapai 100 kilometer persegi.

Sehingga, jika terjadi konflik yang berulang seperti di Kecamatan Suoh dan Bandar Negeri Suoh pada Februari–Maret 2024 lalu, perlu upaya komprehensif berdasarkan penilaian yang menyeluruh dari daerah jejalahnya (homerange based management).

“Terjadinya konflik terus-menerus di wilayah itu dapat dilihat sebagai akibat adanya kondisi yang tidak ideal. Maka untuk mencegah berlanjutnya konflik yang merugikan manusia dan satwanya perlu dikaji secara menyeluruh,” tutur Erni dalam rilisnya, Jumat (22/3/2024).

Dia memaparkan, manusia dan harimau sama pentingnya. Terjadinya konflik seperti di Lampung Barat yang menewaskan dua orang menyebabkan kedua belah pihak sama-sama dirugikan.

“Pemilihan solusi mitigasi konflik perlu mempertimbangkan langkah untuk mengurangi risiko kerugian yang diderita oleh manusia dan juga harus didasari pertimbangan terbaik untuk satwa harimau yang terlibat konflik,” ucap dia.

Yanti, sapaan akrabnya, mengatakan mitigasi konflik menjadi tanggung jawab multi pihak. Misalnya, pemerintah daerah (pemda) karena konflik itu akan berdampak pada sosial dan ekonomi masyarakat di daerah itu.

Kemudian, aparat desa dan keamanan dapat mengendalikan warga agar tidak bertindak anarkis pada saat terjadi konflik.

“Masyarakat dan LSM (lembaga swadaya masyarakat) dapat berpartisipasi aktif dalam setiap proses dan tahapan mitigasi konflik,” ucap dia.

Lalu pengelola taman nasional ataupun BKSDA harus bisa membangun komunikasi dan koordinasi yang baik dengan para pihak terkait mitigasi konflik itu.

“Satgas penanggulangan konflik yang sudah terbentuk berdasarkan SK Gubernur/SK Bupati setempat perlu ditindaklanjuti dan dioperasionalkan secara efektif,” ungkap dia.

Berita sebelumnya, konflik satwa liar ini telah menimbulkan 2 korban jiwa, Sahri (28) warga Dusun Peninjauan, Pekon (desa) Bumi Hantati, Kecamatan Bandar Negeri Suoh.

Kemudian Gunarso (47) warga Pekon Sumber Agung.

Sedangkan korban lainnya yakni Samanan (41) warga Pekon Sukamarga mengalami luka parah di kepala akibat terkaman harimau.

https://regional.kompas.com/read/2024/03/22/151128378/sering-terjadi-serangan-di-lampung-barat-tanda-kondisi-rumah-harimau-tidak

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke