Salin Artikel

Kisah "The Power of Mama", Para Perempuan yang Jadi Relawan Pemadam Kebakaran Hutan di Kalbar

Di rumah kayu kecilnya yang terletak di dekat hutan hujan tropis, Siti Nuraini menggunakan tabir surya yang terbuat dari beras dan daun pandan ke wajahnya.

“Kalau kami tidak memakai ini, terik matahari akan membakar kulit kami,” kata Siti.

Siti tengah bersiap untuk berpatroli dalam tugasnya sebagai relawan pemadam kebakaran di Ketapang, Kalimantan Barat.

Dia merupakan koordinator dari the Power of Mama, sebuah kelompok perempuan pemadam kebakaran yang dibentuk pada 2022 demi menjaga kesehatan dan kelangsungan hidup masyarakat lokal sekaligus juga lingkungan.

“Kami menghadapi kebakaran setiap tahun,” ujar Siti.

“Asapnya akan sangat parah sehingga masyarakat terpaksa mengungsi dan sekolah-sekolah ditutup. Banyak anak-anak mengalami infeksi pernapasan.”

Hutan hujan tropis yang bersebelahan dengan desa Siti, Pematang Gadung, adalah rumah bagi salah satu populasi orangutan terbesar di Indonesia. Ini juga merupakan kawasan gambut, sehingga penting sebagai penyerap karbon.

Meski hanya berjumlah 3% dari luas daratan di Bumi, lahan gambut menyimpan karbon dua kali lebih banyak dibandingkan dengan seluruh hutan di dunia.

Selama satu abad terakhir, meningkatnya kebutuhan akan lahan pertanian dan perhutanan telah menyebabkan lahan-lahan gambut di berbagai tempat di dunia mengering.

Indonesia adalah rumah bagi lahan gambut paling padat karbon di dunia.

Namun mayoritas lahan gambut telah berkurang untuk memenuhi kebutuhan dunia akan kelapa sawit, yang menjadi bahan baku bagi banyak produk rumah tangga.

Ketika kondisinya kering, lahan gambuat akan lebih rentan terbakar sehingga menimbulkan risiko besar bagi satwa liar, manusia, dan keanekaragaman hayati di sekitarnya.

Pematang Gadung terletak di antara dua kawasan lahan gambut seluas 70 kilometer persegi. Setiap tahun saat musim kemarau, penduduk desa ini menghadapi ancaman.

“Kebakaran di sini sering kali terjadi di kawasan gambut yang sudah tidak dapat menampung air lagi,” kata Siti.

Ketika the Power of Mama dibentuk pada 2022, 44 perempuan bergabung sebagai relawan. Saat ini, kelompok ini telah memiliki 92 anggota dari enam desa. Anggotanya berusia mulai dari 19 tahun hingga 60 tahun.

Mayoritas dari mereka merupakan ibu rumah tangga, namun belakangan perempuan muda yang bekerja juga turut bergabung dalam komunitas ini.

Siti bangun sejak subuh. Dia kemudian memasak nasi dan membersihkan rumahnya. Pada pukul 09.30, dia pergi ke hutan dengan mengendarai motor bersama enam perempuan lainnya.

Dia menggunakan jilbab hitam dengan baju berlengan panjang bertuliskan “The Power of Mama”, serta sepatu karet setinggi lutut.

Saat itu masih musim hujan, sehingga kebakaran lebih jarang terjadi. Emak-emak ini berpatroli, mengunjungi para petani yang menanam kacang-kacangan, pisang, cabai, kol, dan labu.

Para petani ini biasanya membuka lahan pertanian dengan cara menebang tanaman di atasnya, lalu membakarnya. Cara bercocok tanam ini diperbolehkan oleh pemerintah daerah asalkan dilakukan di area yang luasnya kurang dari 20.000 meter persegi.

The Power of Mama bekerja sama dengan pemerintah desa untuk mengidentifikasi petani mana yang membuka lahan dengan cara itu.

Mereka kemudian mendorong agar para petani dapat mengendalikan pembakaran lahan dengan mempraktikkan cara-cara tradisional demi menjaga keanekaragaman ekologi dan melindungi masyarakat dari ancaman kebakaran yang semakin parah.

The Power of Mama juga membantu petani meningkatkan produktivitas lahan mereka. Caranya adalah dengan mendorong mereka menggunakan pupuk organik untuk mengembalikan nitrogen ke dalam tanah sehingga meningkatkan pertumbuhan tanaman.

“Praktik-praktik ini tidak hanya melindungi lingkungan kita tetapi juga memastikan keberlangsungan pertanian jangka panjang, sekaligus memitigasi dampak perubahan iklim,” kata Siti.

Anggota tertua the Power of Mama, Juriah, 60, mengatakan bahwa mereka berupaya mendorong para petani untuk mengelola lahan mereka “seperti yang dilakukan masyarakat di zaman kuno”.

“Tujuannya agar tanah gambut tidak menjadi asam,” katanya seraya menambahkan bahwa petani dapat menggunakan campuran gula merah, nanas, terasi, dedak, dan tapioka untuk menyuburkan tanaman mereka.

Risiko kebakaran lebih besar pada musim kemarau, sehingga emak-emak ini berpatroli setia hari untuk memastikan potensi kebakaran terdeteksi sedini mungkin.

Mereka sering menerima laporan dari warga desa lain yang semakin percaya kepada upaya para perempuan ini dalam menjaga lingkungan.

Terkadang laporan itu datang dari kawasan yang sulit diakses, sehingga mereka harus menempuh perjalanan menggunakan perahu kayu demi mencapai lokasi kebakaran. Terkadang mereka menggunakan drone untuk mendapatkan gambaran yang lebih baik.

Saat terjadi kebakaran, Nuraini menginstruksikan para mama lainnya untuk mengambil selang dan mulai memompa air untuk memadamkan api.

Pada siang harinya, mereka akan makan siang sederhana di rumah Nuraini. Setelah itu, mereka akan lanjut berpatroli hingga pukul 15.30.

The Power of Mama didirikan oleh Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI), yang merupakan afiliasi dari organisasi nirlaba lingkungan hidup, International Animal Rescue.

Direktur YIARI, Karmele Llano Sanchez, memutuskan membentuk regu pemadam kebakaran pertama yang semua anggotanya perempuan, setelah seorang petani setempat membakar hutan untuk membuka lahan.

Staf YIARI meminta petani laki-laki tersebut memadamkan api, namun dia tidak menghiraukannya. Hal serupa juga terjadi ketika mereka meminta pemerintah setempat turun tangan.

“Tapi kemudian kami memberi tahu istrinya yang kemudian menyuruh petani itu untuk pergi memadamkan apinya,” kata Sanchez.

Menurut Sanchez, pengalaman itu membuktikan bahwa perempuan dapat membantu mengubah prilaku masyarakat untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan.

YIARI telah melatih anggota Power of Mama untuk memadamkan api, mengoperasikan drone dan mensosialisasikan kepada masyarakat untuk meningkatkan pemahaman soal bahaya kebakaran lahan gambut.

Sanchez mengatakan tidak mudah menjadi relawan pemadam kebakaran di lahan gambut. Kebakaran lahan gambut sulit dideteksi karena terjadi di bawah tanah sehingga tidak selalu terlihat secara langsung.

Mereka juga menghadapi risiko kesehatan serius karena para perempuan tersebut terpapar banyak asap dan bisa saja terjebak di area yang terbakar.

Untuk menghindari hal itu, para perempuan ini wajib mengenakan masker pelindung dan diajarkan cara menyemprot air dari jarak yang aman.

Sejauh ini, tidak ada korban jiwa dari aksi yang mereka lakukan. Namun menurut Siti, beberapa perempuan pernah terluka, terutama ketika mereka terjatuh dari motor saat berkendara di medan yang sulit.

“Musim hujan memiliki tantangan tersendiri: Power of Mama harus menyesuaikan diri dengan patroli menggunakan perahu, melintasi daerah banjir,” kata Sanchez.

Aktivis hak-hak perempuan dan lingkungan hidup dari Kalimantan Barat, Leli Khairnur, mengatakan bahwa perempuan memainkan peran penting dalam meningkatkan kesadaran lingkungan di tengah masyarakat.

“Khususnya di pedesaan, perempuan menjadi aktor kunci keberhasilan program-program masyarakat. Ini karena perempuan mendapat manfaat utama sehingga rasa memiliki terhadap suatu program membuat mereka ingin terlibat. Program yang berjalan baik menjadi penting untuk membantu diri mereka sendiri,” kata Leli.

Siti mengatakan, para perempuan-perempuan ini sempat dicemooh ketika bergabung dengan the Power of Mama.

“Kami ditertawakan karena mengenakan seragam dan ikut patroli,” kenangnya.

“Laki-laki di desa akan mengejek kami dan mengatakan hal-hal seperti: 'Perempuan sedang berpatroli? Serius?' Kenapa perempuan harus berpatroli, padahal ada hal-hal lain yang lebih baik dilakukan?’”

Pengalaman kurang menyenangkan pun pernah dialami Juriah.

Seorang petani pernah menuduhnya mencuri nanas ketika berupaya memadamkan api. Karena kesal, Juriah meninggalkan lahan pertanian itu.

Namun ketika api kembali muncul di area yang sama, penduduk desa yang kesulitan karena pompa air desa tidak mumpuni untuk memadamkan api, akhirnya meminta bantuan Juriah.

“Saya pergi ke ladangnya dengan mesin pompa air. Dia merasa malu,” kata Juriah.

Warga yang dulunya mengejek para mama kini mengundang mereka ke pertemuan-pertemuan desa, kata Sanchez.

“Sulit untuk mengubah perilaku, namun perubahan kecil di tingkat desa adalah awal yang baik,” katanya.

“Selama ini perempuan diabaikan. Namun sekarang, semua orang menyadari bahwa mereka memainkan peran penting dalam masyarakat.”

Zakaria, seorang kepala urusan keuangan di Desa Sungai Besar yang berdekatan dengan Pematang Gadung, menilai para mama ini sebagai “pahlawan lokal dan aktor penting dalam masyarakat”.

Berkat kerja sama antara pemerintah desa dengan para mama, Zakaria mengatakan kebakaran tidak terjadi di desa tersebut pada tahun lalu.

Pada November 2023, the Power of Mama mendapat Penghargaan Kejuaraan Udara Bersih Indonesia 2023 atas upaya mereka memastikan udara bersih bagi masyarakat setempat.

Siti mengatakan bahwa the Power of Mama telah mengajarkan lebih dari sekadar memadamkan kebakaran.

“Saya belajar banyak tentang lingkungan hidup, tentang perlindungan satwa dan pemberantasan hal-hal yang dapat mengganggu ekosistem hutan atau sungai. Hal-hal yang sebenarnya kita pelajari di sekolah, namun kali ini jauh lebih detail,” ujarnya.

“Saya punya anak perempuan berumur lima tahun, dan sekarang saya mengajarinya tentang hewan dan cara merawat alam.”

Bagi Sanchez, ini bukan cuma soal memadamkan api.

“Ini tentang melihat perempuan menjadi lebih percaya diri dan berperan dalam masyarakat,” katanya.

https://regional.kompas.com/read/2024/03/05/161800278/kisah-the-power-of-mama-para-perempuan-yang-jadi-relawan-pemadam-kebakaran

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke