Salin Artikel

"Singa Podium", Novel Perjuangan Rasuna Said Karya Khairul Jasmi

Kisah heroik perempuan asal Maninjau, Agam, Sumatera Barat ini ditulis oleh KJ -demikian dia biasa disapa-, yang dikenal dengan kekuatan narasi sastrawinya.

"Novel ini menceritakan tentang kisah pahlawan nasional perempuan asal Sumbar," kata KJ, Minggu (3/3/2024) di Padang.

Sebelumnya, KJ telah menulis sejumlah novel, yakni Inyiak Sang Pejuang, Syekh Sulaiman Arrasuli (2020), Perempuan yang Mendahului Zaman, dan Syekhah Rahmah el Yunusiyyah.

Lalu ada Pendiri Sekolah Perempuan Pertama di Indonesia, Diniyyah Puteri (2020), Syekh Ibrahim Musa Parabek, dan Sang Ulama Penggerak (2022).

Kemudian ada, Syekh Ahmad Khatib al Minangkabawi, Guru Para Ulama Indonesia (2023) dan terakhir Rasuna Said Singa Podium (2024).

KJ, yang juga jurnalis penerima Anugrah Adinegoro 2003 menyebut, kisah HR Rasuna Said mesti menjadi salah satu pedoman bagi generasi muda, terutama perempuan.

HR Rasuna Said lahir di Maninjau, 14 September 1910, dan wafat di Jakarta 2 November 1975.

Kisahnya, selama ini masih tersembunyi di halaman-halaman buku sejarah dan dikenang ketika memeringati hari wafat dan hari lahirnya.

Lebih dari itu publik hanya mengenal sebagai nama jalan nasional di setiap kota di Indonesia.

Menurut KJ, jauh sebelum kebebasan berpendapat diperjuangkan, Rasuna Said sudah berurusan dengan soal ini.

"Beliau ditangkap karena terlalu berani, pada masanya, berorasi dengan nada melawan penindasan," kata KJ.

Perempuan cerdas dan berani ini dianggap berbahaya, melanggar aturan berbicara di depan umum.

Menjadi Jurubicara PMI, dimasukkan ke dalam tahanan preventif di Pajakoemboeh karena pelanggaran berbicara, begitulah dikabarkan oleh koran Sumatra Bode, (Rabu 30 November 1932).

Dalam novel ini diceritakan 2.000 orang yang saat itu terperanjat, terdiam dalam suasana yang mencekam.

Belum pernah terjadi sepanjang sejarah, polisi mengepung pentas, tempat seorang nyonya muda berusia 22 tahun, lalu mengepung dan memborgolnya.

"Lidahnya mesti digunting, kakinya mesti diikat, ia harus diusir dari kampungnya, karena pidatonya bisa meruntuhkan tembok kolonial," ungkap KJ.

Sekitar 2.000 orang yang sebagian besar adalah perempuan kota dan desa sudah tak diam.

Mereka berteriak, berombak, menggulung, suara mereka lengking, “Rangkayo Rasuna Said, kami bersamamu.”

Rasuna, perempuan singa podium itu, telah menyiramkan bahan bakar untuk pergerakan.

Sudah diinterupsi berkali-kali oleh polisi Belanda, kini tak bisa lagi.

“Rangkayo... Rangkayo...,” dan Rangkayo Rasuna Said digiring menyibak massa. Lalu, dia dibawa pergi.

"Ini, Selasa 29 November 1932 Rangkayo Rasuna Said ditangkap pada siang yang garang," kata KJ menjelaskan narasi di atas.

Rasuna Said adalah tokoh perempuan yang menyadarkan kaumnya; memajukan perempuan dengan pendidikan agar mereka merdeka.

Menurut KJ, sebagaimana novel-novel sebelumnya, kisah-kisah perjuangan pendidikan merupakan sebuah gerakan membangkitkan kesadaran atas kemajuan zaman.

Dosen Literasi Media Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Imam Bonjol Padang, Abdullah Khusairi memberi apresiasi terhadap karya KJ itu.

"Sebagai salah seorang pembaca naskah novel ini sebelum diterbitkan, saya merekomendasikan agar di rumah kita ada novel-novel karya KJ."

"Bacaan yang layak bagi semua, menyadarkan pentingnya keadaan sekarang kita syukuri dibanding pada masa lalu, terus berjuang untuk lebih baik dari waktu ke waktu," ujar Abdullah Khusairi.

https://regional.kompas.com/read/2024/03/04/000100878/-singa-podium-novel-perjuangan-rasuna-said-karya-khairul-jasmi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke