Salin Artikel

Melacak Jejak Pecinan dan Persekutuan Tionghoa dan Jawa Melawan VOC di Semarang

SEMARANG, KOMPAS.com - Dua hari menjelang perayaan Tahun Baru Imlek 2575 Kongzili, kawasan pecinan Semarang, Jawa Tengah, mulai meriah.

Setidaknya 500 lampion mewarnai penyambutan Tahun Naga Kayu.

Tampak gerbang masuk pecinan juga dipercantik. Sederet lampion menambah kemeriahan ketika memasuki Gang Warung sampai Gang Baru.

Lampion-lampion terpasang menggantung menambah semarak Imlek yang akan dirayakan pada Minggu (10/2/2024).

Namun, bagaimana awal mula keberadaan warga Tionghoa di kawasan pecinan Semarang?

Pemerhati sejarah Kota Semarang, Johanes Christiono mengatakan, sebelum di pecinan, dulunya warga Tionghoa banyak yang berada di kawasan Sam Poo Kong.

"Pecinan yang membentuk Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC)," kata Johanes kepada Kompas.com, Kamis (8/2/2024).

Setelah melakukan perlawanan, warga Tionghoa dipindahkan ke pinggiran Kali Semarang yang saat itu dekat dengan pusat Kota Semarang (Kota Lama saat ini).

"Jadi, di situ ada benteng. Sementara orang China ini di luar benteng. Tujuannya agar mudah diawasi," kata dia.

Berdasarkan buku "Riwayat Kota Lama Semarang" sekitar abad ke-18, VOC mulai mengharuskan orang-orang Tionghoa di Semarang bermukim di suatu wilayah.

Chinezen Kamp atau kawasan pecinan yang saat ini berada di Kecamatan Semarang Barat itu dipilih VOC sebagai permukiman warga Tionghoa.

Pembuatan permukiman pecinan tersebut dibangun setelah berakhirnya Perang Semarang pada 1741.


China dan Jawa melawan VOC

Perang Semarang merupakan konflik bersenjata yang melibatkan VOC di satu pihak melawan orang-orang Tionghoa dan Jawa di pihak lain.

Perang tersebut sebagai kelanjutan dari peristiwa pembantaian orang-orang Tionghoa di Batavia tahun 1740.

Warga Tionghoa yang berhasil lolos dari pembantaian tersebut melarikan diri ke Jawa Tengah dan mengobarkan perlawanan kepada VOC di daerah.

Saat itu, warga Tionghoa yang melakukan perlawanan tersebut juga didukung oleh penguasa Jawa dari Kartasura.

Dalam perkembangannya, pemerintah kolonial Belanda menetapkan warga Tionghoa di kawasan pecinan melalui pertarungan wijkenstelsel yang mengharuskan orang Tionghoa tinggal di lokasi khusus.

Peraturan itu berlaku mulai tahun 1835 hingga 1915. Tak cukup dengan wijkenstelsel, pemerintah kolonial juga menerapkan peraturan passenstelsel.

Dalam peraturan tersebut, warga Tionghoa wajib membuat surat izin jika akan bepergian ke luar wilayah pecinan. Peraturan tersebut berlaku sejak 1835 hingga 1906.

Sebagai sebuah permukiman, pecinan juga dilengkapi fasilitas penduduk seperti akses jalan, pasar dan tempat ibadah.

Sebagai penganut Khonghucu, Buddha, dan Taoisme, orang-orang Tionghoa di pecinan banyak membangun kelenteng.


Kelenteng pertama

Sioe Hok Bio merupakan kelenteng pertama yang dibangun dipecinan  Semarang. Kelenteng tersebut dibangun pada 1753.

Kemudian, disusul Kelenteng Tek Hay Bio pada 1756 dan Tay Kak Sie pada 1771.

Ketua Yayasan Kelenteng Sioe Hok Bio, Lie Gei Hong (73) mengatakan, keberadaan Kelenteng Sioe Hok Bio menjadi pertanda keberadaan warga Tionghoa di pecinan.

"Sebelumnya orang China itu ada di Kawasan Sam Poo Kong (Gedung Batu)," kata Lie, saat ditemui Kompas.com di Kelenteng Sioe Hok Bio.

Berdasarkan arsip yang dia peroleh, keberadaan Kelenteng Sioe Hok Bio di pecinan Semarang juga ada campur tangan Oei Tjie Sien.

Bagi warga Semarang, nama Oei Tjie Sien sudah tak asing.

Oei Tjie Sien merupakan ayah Oei Tiong Ham yang dijuluki sang 'Raja Gula' terbesar di dunia.

"Yang bawa patung dewa ke Kelenteng Sioe Hok Bio itu Oei Tjie Sien," kata dia.

Oei Tjie Sien membawa patung dewa menggunakan perahu dari China ke Kota Semarang.

"Beliau bawa Dewa Bumi dari China ke sini pakai kapal," ucap Lie.

Sejak pertama kali berdiri, kelenteng tersebut berukuran tidak terlalu besar. Luasan bangunannya hanya sekitar 9×25 meter.

Saat ini Kelenteng Sioe Hok Bio diapit ruko besar dan masuk ke dalam cagar budaya.

Bentuk bangunan tidak banyak berubah walaupun ada beberapa yang sudah direnovasi.

"Yang sering direnovasi bagian lantai, sudah tiga kali. Sebelum pakai granit Italia dulu lantainya itu pasir semen warna merah," kenang dia.

https://regional.kompas.com/read/2024/02/08/105256778/melacak-jejak-pecinan-dan-persekutuan-tionghoa-dan-jawa-melawan-voc-di

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke