Salin Artikel

Mengenal Suku Anak Dalam, dari Asal-usul hingga Tradisi

KOMPAS.com - Suku Anak Dalam salah satu suku asli yang menghuni wilayah pedalaman Pulau Sumatera.

Suku Anak Dalam juga menjadi sebagai salah satu suku terasing sekaligus suku minoritas yang mendiami wilayah Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera Selatan.

Terdapat beberapa sebutan lain bagi Suku Anak Dalam, seperti Suku Kubu, Orang Rimba, atau Orang Ulu.

Sebagai Orang Rimba, mereka dikenal sebagai penghuni hutan yang masuk dalam kawasan Taman Nasional Bukit Dua Belas (TNBD) dan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT).

Mereka tersebar di enam kabupaten, yaitu Kabupaten Bungo, Kabupaten Tebo, Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, dan Kabupaten Batanghari.

Asal-usul dan Sejarah Suku Anak Dalam

Dilansir dari Kompas.com, dalam tradisi lisan disebutkan bahwa asal-usul nenek moyang Suku Anak Dalam berasal dari Maalau Sesat.

Nenek moyang mereka melakukan pelarian ke hutan rimba di Air Hitam, Taman Nasional Bukit 12. Orang Maalau Sesat yang lari tersebut kemudian disebut Moyang Segayo.

Di sisi lain, ada juga yang pendapat yang menyebut bahwa bahwa Suku Anak Dalam berasal dari Pagaruyung yang mengungsi ke Jambi.

Pendapat ini diperkuat dengan kesamaan bahasa dan tradisi antara Suku Anak Dalam dengan Minangkabau, seperti sistem kekerabatan matrilineal yang ternyata juga dianut oleh suku ini.

Ciri Khas Suku Anak Dalam

Dilansir dari laman Pemerintah Kabupaten Bungo, Suku Anak Dalam dikenal primitif karena sebagian masih bertahan dengan tradisi lama, walaupun saat ini sebagian masyarakatnya telah tersentuh teknologi.

Mereka juga hidup secara berpindah-pindah atau nomaden di kawasan hutan-hutan belantara tersebut.

Dari cara berpakaian, beberapa dari mereka masih ada yang menggunakan cawat dan kemben untuk menutupi organ vital.

Walau beberapa kelompok sudah mulai mengenakan celana bahkan baju, kebiasaan untuk tidak menggunakan pakaian masih kerap ditemukan.

Kehidupan sehari-harinya diatur dengan aturan, norma, dan adat istiadat yang berlaku sesuai dengan budaya mereka.

Salah satunya, anak laki-laki yang sudah kawin harus tinggal di lingkungan kerabat istrinya.

Selain itu, mereka memiliki sistem kepemimpinan yang berjenjang, mulai dari Temenggung, Depati, Mangku, Menti, dan Jenang.

Dilansir dari laman Bobo, Suku Anak Dalam menggunakan beberapa kosakata sebagai cara untuk bertutur.

Kosakata yang digunakan berupa kosakata tradisi, kosakata pengambilan makanan, kosakata azimat, dan kearifan lokal.

Suku Anak Dalam juga dikenal menganut kepercayaan animisme, walau ada juga yang telah memeluk agama Islam.

Dilansir dari laman Antara, masyarakat Suku Anak Dalam hidup di dalam sudung-sudung, yaitu sebuah pondok dengan alasan pelepah sawit dan terpal plastik.

Keseharian mereka sangat bergantung pada alam, dengan berburu hewan liar di hutan, mencari buah-buahan seperti buah rotan, jernang, damar, manau, jelutung, sialang, hingga jenis-jenis makanan dan hasil hutan lainnya.

Begitu juga dengan pengobatan, masyarakat Suku Anak Dalam juga meramu sendiri obat bagi penyakit yang dideritanya.

Seiring berjalannya waktu, terdapat perubahan yang mengusik kehidupan dari masyarakat Suku Anak Dalam.

Perubahan fungsi lahan dari hutan menjadi perkebunan membuat hasil hutan yang menjadi penghidupan masyarakat Suku Anak Dalam mulai berkurang.

Begitu juga dengan penggunaan aliran anak sungai yang berubah menjadi kanal untuk mengairi perkebunan membuat kondisi masyarakat Suku Anak Dalam yang juga kerap berburu ikan cukup terdampak.

Tradisi Suku Anak Dalam

Masyarakat Suku Anak Dalam memiliki beberapa tradisi khasserta kearifan lokal yang telah dilakukan turun-temurun sejak zaman nenek moyang.

Dalam penelitian Ermitati (2014) yang berjudul Pengungkapan Budaya Suku Anak Dalam melalui Kosa Kata Bahasa Kubu, ada beberapa tradisi Suku Anak Dalam yang masih melekat dalam kehidupan masyarakatnya hingga saat ini.

1. Basale

Basale adalah tradisi pengobatan yang dilakukan masyarakat Suku Anak Dalam untuk membersihkan atau mengusir roh jahat yang bersemayam di tubuh orang yang sakit.

Basale dilakukan dengan membaringkan orang yang sakit di sebuah balai yang disebut angkat semang, di mana dipercaya menjadi tempat roh nenek moyang bersemayam.

Dukun basale (malim)akan berpakaian serba putih dan mengucap mantra serta menari diiringi bunyi rebab,sambil meneteskan air jampi-jampi.

Terkait hal ini, ada pula budaya cemenggo dan besesandingon yang berkaitan dengan larangan seseorang yang sedang sakit untuk mendekati orang lain agar penyakit yang diderita tidak menular.

2. Manumbai

Menumbai adalah tradisi mengambil madu dengan cara orang yang akan melakukannya (juagan) akan membaca mantra untuk melakukan puji-pujian terhadap lebah.

Selain membakar kemanyan, Juagan juga akan membakar tunon untuk mengasapi lebah agar berpindah ke pohon yang lain.

Madu yang didapat akan diturunkan dengan tali rotan yang disebut sangkorot.

3. Melangun

Melangun adalah tradisi berpindah yang dilakukan masyarakat Suku Anak Dalam untuk menghilangkan rasa sedih ketika ditinggal mati oleh keluarga atau saudara mereka.

Sebelumnya, jenazah akan ditutup kain dan dibaringkan dalam sebuah pondok yang bernama pasoron.

Melangun diawali dengan meratap dan menghempaskan badan ke tanah selama sepekan, dengan harapan nyawa yang hilang akan dikembalikan ke jenazah.

Masyarakat Suku Anak Dalam memang masih ada yang tidak mau mengubur jenazah karena percaya bahwa orang yang telah meninggal dapat hidup kembali.

Kemudian mereka akan pergi selama beberapa tahun sampai rasa sedih hilang, barulah kembali ke tempat semula.

Namun, ada pula yang langsung menguburkan jenazah, dan langsung pergi hari itu juga karena menganggap rumah tersebut akan membawa kesialan.

Sumber:
antaranews.com  
bobo.grid.id  
bungokab.go.id  
badanbahasa.kemdikbud.go.id  
indonesia.go.id  
kompas.com .  (Vanya Karunia Mulia Putri) 
regional.kompas.com   (Dini Daniswari)

https://regional.kompas.com/read/2024/02/08/071000978/mengenal-suku-anak-dalam-dari-asal-usul-hingga-tradisi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke