Salin Artikel

Sivitas Akademika UAD Kritik Pemerintah, Banyak Pengingkaran Akhlak, Etika, dan Sikap Kenegarawanan

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Sivitas akademika universitas di Daerah Istimewa Yogyakarta ramai-ramai menyampaikan kritik kepada pemerintah beberapa waktu lalu.

Gelombang kritik masih belum berhenti. Pada Senin (5/2/2024), giliran sivitas akademika Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta menyampaikan kritik kepada pemerintah.

Pernyataan sikap ini dibacakan oleh dosen hukum UAD, Immawan Wahyudi yang juga sebagai mantan wakil bupati Gunungkidul.

"Hari-hari ini terus terjadi begitu banyak pengingkaran akhlak, etika, dan sikap kenegarawanan yang sangat berpotensi merusak prinsip-prinsip demokrasi yang susah payah telah kita perjuangkan sejak era Reformasi," ujarnya membacakan seruan moral menyelamatkan demokrasi Indonesia, di kampus 4 UAD, Banguntapan, Bantul, DIY, Senin (5/2/2024).

Menurut Immawan, kondisi politik dan juga demokrasi di Indonesia ini menggugah akademisi untuk turun tangan.

Akademisi tak rela jika usaha berpuluh-puluh tahun institusi pendidikan dalam menjaga marwah dan peradaban bangsa, terdegradasi oleh sikap dan ambisi segelintir elite politik yang tidak elok dipertontonkan kepada rakyat Indonesia.

"Kami tegaskan bahwa pernyataan yang kami sampaikan ini adalah murni seruan moral Civitas Academica Universitas Ahmad Dahlan, demi menjaga kehidupan demokrasi sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan amanah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945," ucapnya.

Lanjut Immawan, niat tulus dan dilandasi oleh teladan K.H. Ahmad Dahlan, bahwa tugas pendidik dan Perguruan Tinggi adalah mengajarkan dan menjaga akhlak serta etika kemanusiaan.

Maka Sivitas Akademika Universitas Ahmad Dahlan menyampaikan seruan moral untuk penyelamatan demokrasi Indonesia yang kami tujukan kepada penyelenggara negara baik di tingkat pusat maupun daerah, termasuk Presiden, Mahkamah Konstitusi dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), agar menjaga etika pemerintahan, etika jabatan dan etika pejabat.

Kedua, Presiden dan seluruh penyelenggara negara agar menjaga dan menegakkan netralitas, tidak menggunakan fasilitas negara serta tidak mempolitisasi segala bentuk bantuan pemerintah yang dikaitkan dengan kontestasi Pemilu tahun 2024.

"Pimpinan dan seluruh aparat Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) agar tetap konsisten menjadi pelindung dan pengayom rakyat dengan berpegang teguh pada Sapta Marga TNI, dan Tribrata serta Catur Prasetya Polri," kata dia.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu serta seluruh elemen pengawas Pemilu agar bersikap adil dan tegas dalam menindak segala bentuk pelanggaran dan kecurangan Pemilu.

Bawaslu harus bekerja lebih keras, lebih independen dan lebih berani untuk menjaga kualitas Pemilu yang sejalan dengan amanah konstitusi dan Undang-Undang Pemilu.

"Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan seluruh jajaran penyelenggara Pemilu agar memastikan penyelenggaraan Pemilu berjalan dengan tertib, jujur, adil dan bermartabat," kata dia.

Lalu terakhir adalah Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) sebagai wakil rakyat hendaknya segera menyesuaikan diri dan bersikap sejalan dengan hati nurani masyarakat Indonesia terkini.

Menurut dia hal ini semata-mata demi persatuan dan kesatuan bangsa, serta memberikan legacy yang baik bagi rakyat Indonesia terutama generasi penerus bangsa.

"Rasanya, belum terlambat untuk memperbaiki keadaan sehingga demokrasi di Indonesia bisa diselamatkan. Tak terbayang akan begitu sulitnya bangsa ini untuk kembali dalam kehidupan demokrasi yang normal, jika "pembusukan" demokrasi tidak segera diakhiri," pungkas Immawan.

https://regional.kompas.com/read/2024/02/05/145524178/sivitas-akademika-uad-kritik-pemerintah-banyak-pengingkaran-akhlak-etika

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke