Salin Artikel

Terhambat Proyek Tol Laut, Puluhan Nelayan di Kota Semarang Tak Bisa Melaut

Pantuan Kompas.com di lokasi, terpasang rangkaian bambu yang menancap di dasar lautan di sepanjang jalur laut yang biasa dilewati nelayan.

Kondisi itu menjadi berbahaya bila perahu kecil para nelayan nekat menerobos.

Alhasil, pembangunan tol laut itu menutup akses mereka untuk ke tengah laut.

“Sudah beberapa bulan ini pokoknya semenjak proyeknya berjalan. Ini perahu nelayan tangkap yang ada di sini tidak bisa keluar ke lautan karena di sana ditutup, ada bambu yang dipasang katanya bagian dari proyek itu sepanjang 5 kilometer yang kena,” ujar Agus (45), sembari duduk termangu di atas perahu kecilnya usai mondar mandir di Polder Sringin, Senin (5/2/2024).

Agus mengaku, sejak proyek tol dan tanggul laut ini mulai digarap, ia dan puluhan nelayan lainnya hanya bisa mencari ikan di sekitar Kali Sringin.

Akibatnya, pendapatannya pun menurun drastis. Padahal, mereka harus menghidupi keluarganya.

“Dulu waktu masih melaut biasa sehari bisa dapat Rp 100.000-Rp 200.000, banyak ikannya ada kakap, udang, sembilang, pokoknya macam-macam. Sekarang dapat Rp 50.000 saja sulit,” ujar dia.

Tak ada pilihan lain kecuali berlayar ke Kali Sringin. Dia enggan mengambil resiko menerobos tiang bambu dan mengorbankan perahu kecil miliknya.

Mereka khawatir perahunya justru rusak atau bocor dan malah pulang tanpa membawa hasil tangkapan.

“Itu kan bambunya kalau ditabrak itu bahaya bisa bocor atau pecah kapal kita. Wong perahunya orang proyek juga sering kena terus rusak sendiri,” ungkap dia.

Mereka sangat menyayangkan sikap pemerintah yang tidak melibatkan mereka sejak awal proyek itu berjalan. Tanpa pernah mendapat sosialiasi, tiba-tiba rute menuju lautan tertutup.

“Tidak pernah ada ada sosilisasi, saya dan puluhan nelayan lainnya di daerah Terboyo Wetan dan Trimulyo kami ini dilewati. Kami juga tidak peenah mendapat bantuan apapun baik dari pemerintah atau pihak kontraktor,” beber dia.

Sebelumnya mereka memang pernah menemui pihak kontraktor, Pemkot Semarang dan DPR RI untuk membicarakan nasib mereka yang terdampak proyek tersebut. Namun, hingga kini tak ada solusi nyata untuk mereka.

Pemerintah disebut menjanjikan jembatan usai proyek itu selesai digarap.

Namun, selama proses berlangsung pembangunan ini menyulitkan dirinya dan keluarganya secara finansial. Apalagi, proyek ini ditargetkan baru akan selesai 2025.

“Sebenarnya kalau sudah jadi kita diberi jembatan dan labuhan, tapi kalau sekarang kan tidak bisa lewat sama sekali. Masa kita mau seperti ini sampai bertahun tahun kita kesulitan,” keluh dia.

Kendati merasa diabaikan, mereka berharap pemerintah atau pihak kontraktor juga memberikan bantuan atau tali asih sebagaimana yang diberikan kepada nelayan di wilayah lainnya.

“Kami selama ini merasa diabaikan oleh pemerintah. Kami inginnya ada bantuan atau tali asih untuk kita seperti di tempat lain. Kami merasa diabaikan,” ungkap Agus.

Matjiyanto (62), nelayan Trimulyo beserta nelayan lainyya mengeluhkan kesulitan yang sama.

Mereka kebingungan bila harus mencari pekerjaan lainnya karena nelayan sudah menjadi keahliannya selama ini.

“Mohon maaf ini, kalau kami mau pindah kerja di pabrik ada kendala ijazah dan lainnya. Menurut saya nelayan ini keterampilannya, pendidikannya ya seperti ini. Jadi, ketika misal diminta kerja di tempat lain mereka kesulitan. Kami mau minta tolong sama siapa lagi kalau bukan negara,” ujar Matjiyanto.

https://regional.kompas.com/read/2024/02/05/142021478/terhambat-proyek-tol-laut-puluhan-nelayan-di-kota-semarang-tak-bisa-melaut

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke