Salin Artikel

Malam Mencekam di Lereng Lewotobi

Rabu (11/1/2024) petang, Balthasar dan ratusan pengungsi korban erupsi berdiri depan teras sekolah sembari menatap ke arah Gunung Lewotobi Laki-laki yang berjarak sekitar tujuh kilometer dari mereka.

Tatapan cemas, takut tampak dari wajah mereka. Di tambah lagi suara gemuruh dari puncak Lewotobi Laki-laki begitu kuat.

"Kali ini kami merasakan hal tersulit. Kami masih diselimuti rasa takut," ucap pria 61 tahun itu saat ditemui Kompas.com, Rabu (11/1/2024) malam.

Balthasar ingat betul bagaimana situasi mencekam saat erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki.

Pada 31 Desmber 2023 malam, menjelang pergantian akhir tahun 2023, ia bersama keluarga, istri, cucu, berkumpul di rumah, Dusun Bawalatang, Desa Nawokote, Kecamatan Wulanggitang.

Suara kembang api, dan lagu-lagu Natal terdengar di setiap rumah-rumah penduduk. Mereka bergembira menyambut tahun baru.

Tepat pukul 00.00 Wita, Balthasar mendengar ledakan kuat. Suasana dusun sepi seketika, tak ada lagi terdengar musik. Yang ada hanya teriakan segera meninggalkan kampung.

"Saya kaget sekali, saya kira itu bunyi kembang api. Ternyata Gunung Lewotobi Laki-laki meletus," kenangnya.

Dengan sigap Balthasar meminta istri dan menantunya menyiapkan pakaian, lalu menuju mobil pikap yang terparkir depan rumah.

Saat keluar rumah, ia mendapati banyak warga yang sudah berada di atas mobilnya.

"Itu pikap milik anak saya kebetulan kami kredit untuk usaha cari hasil seperti kakao, kemiri, dan lain-lain. Waktu itu warga banyak warga yang sudah ada di atas mobil," katanya.

Balthasar kemudian menghidupkan mesin mobil, lalu berangkat menuju kantor Kecamatan Wulanggitang di Desa Boru.

Setibanya di kantor camat, warga serta keluarganya turun dari pikap, mencari lokasi aman untuk berlindung.

"Malam itu saya ingat keluarga saya yang masih di kampung. Akhirnya saya balik lagi ke kampung untuk jemput mereka. Saya empat kali bolak balik jemput warga," ucapnya.

Kini Balthasar semakin cemas jika erupsi terus-menerus berlangsung. Apalagi mereka tidak diperbolehkan untuk melakukan aktivitas dalam radius empat hingga lima kilometer.

Belum lagi debu vulkanik melanda sejumlah wilayah.

"Kalau seperti ini kami akan semakin sulit, cari hasil juga sulit. Pasti nanti tagihannya akan semakin besar," pungkasnya.

Pengalaman yang sama juga dirasakan Paulus Namong Tobi. Kakek berusia 74 tahun ini tak habis pikir, sebab bencana kali ini terjadi dalam waktu yang lama hingga tahun berganti.

Paulus menuturkan, ini kali keempat ia merasakan dampak erupsi gunung Lewotobi Laki-laki.

"Dulu pernah tahun 1983, 1992, 2004, dan kali ini 2024. Dulu hanya gempa saja, tapi tidak lama. Kalau sekarang berhari-hari," bebernya.

Balthasar dan Paulus berharap agar bencana ini segera berakhir, sehingga mereka bisa kembali dan beraktivitas seperti biasa.

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral juga telah menaikkan status gunung itu dari level III (Siaga) ke level IV (Awas) terhitung mulai 9 Januari 2024 pukul 23.00 Wita.

Ketua Tim Tanggap Darurat Erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki, Iing Kusnadi meminta warga  tidak melakukan aktivitas apa pun dalam radius 4 kilometer dari pusat erupsi gunung Lewotobi Laki-laki dan sektoral 5 kilometer ke arah barat laut dan utara.

Masyarakat juga diimbau memakai penutup hidung, mulut, dan mata untuk menghindari bahaya abu vulkanik.

Selain itu diminta untuk mewaspadai potensi banjir lahar dingin pada sungai-sungai yang berhulu di puncak gunung Lewotobi jika terjadi hujan dengan intensitas tinggi.

Pengungsi terus bertambah

Posko Penanganan Erupsi Lewotobi Laki-laki melaporkan hingga Rabu (10/1/2024) pukul 18.00 Wita jumlah pengungsi sebanyak 5.464 jiwa.

Pengungsi yang menetap di delapan tenda pengungsian sebanyak 2.610 jiwa, 2.759 jiwa di rumah warga, dan 94 jiwa yang mengungsi di tempat fasilitas umum.

Pelaksana Tugas Kalak Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Flores Timur, Ahmad Duli mengatakan, data jumlah pengungsi selalu diperbaharui setiap hari.

Semakin hari, kata Ahmad, pengungsian di beberapa titik mengalami peningkatan.

Hal tersebut disebabkan beberapa hal diantaranya adalah rasa kekhawatiran masyarakat terhadap aktivitas vulkanik serta suara gemuruh maupun lontaran abu vulkanik yang masih terjadi hingga hari ini.

Meski begitu, dia memastikan kecukupan logistik baik makanan maupun alas tidur.

https://regional.kompas.com/read/2024/01/11/114637878/malam-mencekam-di-lereng-lewotobi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke