Salin Artikel

Saat Sikka "Merindukan" Para Penenun Muda...

"Ini saya tenun untuk simpan di rumah, tidak untuk dijual. Saya sudah umur 58 tahun," ucap Mama Mia, sapaannya, saat ditemui di rumahnya di Desa Wodamude, Kecamatan Magepanda, Kabupaten Sikka, Selasa.

Mama Mia menuturkan, mulai menenun sejak usia 15 tahun. Pengalaman itu ia dapatkan dari ibunya.

Setiap hari sang ibu melatihnya, mulai dari mengikat benang, membuat motif, sampai proses menenun hingga menjadi kain.

Namun karena faktor usia, Mama Mia hanya menerima jasa tenun. Setiap pesanan ia kerjakan selama satu minggu dengan biaya sebesar Rp 200.000.

"Kalau semua bahan saya tanggung, terus saya ikat sendiri sampai jadi selembar kain itu biayanya Rp 700.000," ujarnya.

Minat kaum muda menenun

Mama Mia bercerita, dulu ibunya mengatakan bahwa di Sikka, kemampuan menenun seperti sebuah kewajiban yang harus dimiliki seorang perempuan.

Hanya saja, saat ini banyak yang tidak berminat untuk menenun khususnya kaum muda. Kondisi ini bukan tanpa alasan.

Namun yang paling menonjol adalah karena faktor ekonomi. Hasil tenun yang didapat tidak bisa menjamin untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.

Mama Mia mencontohkan, selama sebulan ia menerima pesanan tiga sampai empat sarung tenun. Maka sebulan ia hanya mendapat Rp 600.000 hingga Rp 700.000.

Uang tersebut harus dibagi sebaik mungkin untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Bahkan ia terpaksa mengurungkan niat untuk melanjutkan sekolah anaknya ke bangku kuliah.

"Anak Saya tamat SMA satu tahun lalu tapi tidak bisa lanjut kuliah karena tidak ada biaya. Kalau harap tenun cukup susah apalagi dengan usia saya sudah tua. Apalagi suami saya sudah meninggal 16 tahun lalu," ucapnya.

Hal serupa diungkapkan Katarina Iwa (80). Oma Katarina, sapaannya, menuturkan banyak anak muda yang enggan menenun lantaran menilai tidak bisa menjamin kehidupan mereka kelak.

"Kalau kita mau latih mereka tenun mereka tidak mau. Mereka bilang selain prosesnya lama, dapat uang juga lama," katanya.

Kendati demikian, bagi Oma Katarina, menenun adalah sebuah panggilan jiwa untuk meneruskan warisan nenek moyang.

Respons Kadispar Sikka

Kepala Dinas Pariwisata (Dispar) Kabupaten Sikka, Even Edomeko mengungkapkan kecemasannya lantaran minat orang muda untuk menenun sangat kurang.

Even berpandangan, kurangnya minat orang muda menjadi penenun akan berdampak terhadap eksistensi kain tenun Sikka ke depan

Apalagi saat ini rata-rata usia penenun di Kabupaten Sikka 40 - 50 tahun.

"Rata-rata usia penenun 40-50 tahun bahkan ada yang lebih. Ini menjadi ancaman bagi kita," ujar Even.

Even melanjutkan, pihaknya sedang berupaya mencanangkan program dalam upaya pelestarian kain tenun.

Di antaranya membangun kolaborasi dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan, dewan kerajinan nasional daerah (Dekranasda) dan komunitas tenun.

Program ini akan berfokus pada pengembangan minat anak muda dalam menenun.

"Kita sedang merencanakan lomba menenun untuk para remaja yang berusia 15 sampai 25 tahun," ujarnya.

Even menambahkan, pihaknya juga sudah memberikan pelatihan menenun kepada 120 ibu-ibu utusan dari berbagai desa maupun kelurahan.

Nantinya mereka akan diberikan pendampingan berkelanjutan serta modal usaha berupa benang.

"Kita mendorong agar ibu-ibu penenun ini semakin terampil, sehingga menghasilkan produk tenun yang berkualitas," pungkas dia.

https://regional.kompas.com/read/2023/12/12/121326678/saat-sikka-merindukan-para-penenun-muda

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke