Salin Artikel

Kisah Penjual Jamu di Sumbawa, Sekolahkan Anak S2 dan Naik Haji

Kartim tidak perlu bersusah payah menjajakan jamu dengan pekikan suara nyaring, seperti yang dia lakukan puluhan tahun lalu.

Sebab, para pelanggan sudah menunggunya sejak sebelum lapak dibuka.

Dalam hitungan detik, tangan cekatannya menuangkan kunyit asam dari botol dicampur air daun sirih ke dalam gelas.

Sajian jamu bercita rasa khas racikannya sendiri itu selalu dipuji pelanggannya.

30 tahun jual jamu di Sumbawa

Perempuan asal Kota Solo, Jawa Tengah ini sudah 30 tahun merantau di Sumbawa, sebagai peracik dan penjual jamu tradisional.

“Saya siapkan bahan-bahan aneka rempah dan rimpang dari sore. Saya mulai proses pembuatan dari pukul tiga pagi. Jadi, pukul enam pagi bisa langsung jualan di pasar,” ujar Kartim saat ditemui di Pasar Brang Biji, Jumat (8/12/2023).

Untuk bahan-bahan jamu, Kartim memesannya dari petani dari wilayah pegunungan Batulanteh. Di sana, dirinya sudah memiliki petani langganan tempat membeli bahan baku jamu.

Harga jahe, kunyit, kencur, menurutnya, lebih murah jika dibeli dalam jumlah banyak.

Kartim berjualan jamu di pasar paling lama hingga pukul 11.00 Wita. Biasanya sebelum siang, jamu miliknya sudah habis diserbu pembeli.

“Pelanggan saya rata-rata minum jamu tiap hari. Jadi dalam hitungan beberapa jam sudah habis,” ucap dia.

Sebelum merantau ke Sumbawa, Kartim dan suaminya Sadimun Darmo, pernah mengadu nasib di Pulau Sumatera tepatnya di Kota Payakumbuh untuk menjajakan jamu tradisional.

Setelah lima tahun usahanya berjalan, pendapatan berkurang karena sepi peminat.

Ia dan sang suami memutuskan pindah ke bagian timur Indonesia tepatnya di Pulau Sumbawa. Di Sumbawa, dia memilih Pasar Brang Biji sebagai tempat berjualan.

“Masyarakat Sumbawa rata-rata suka minum jamu. Dari anak kecil, remaja hingga dewasa,” sebutnya.

Dari berjualan jamu, ia berhasil menyekolahkan 5 anaknya. Bahkan, dia mengaku ada anaknya yang menimba ilmu sampai jenjang S2. Ada pula anak yang menjadi pegawai negeri.

“Alhamdulillah anak-anak saya berhasil gapai cita-cita. Saya dan suami juga sudah naik haji dari hasil jualan jamu,” kisah Sadimun.

Usaha jamu tradisional berjalan dengan baik, hingga dia melebarkan sayap ke usaha kuliner bakso dan dawet.
 
Sang suami berjualan bakso dan dawet di rumah mereka yang berada di Jalan Cendrawasih, Kelurahan Brang Biji, Kecamatan Sumbawa.

“Kami dibantu oleh 32 karyawan untuk usaha bakso dan dawet,” katanya.

Ia bangga mendengar kabar bahwa budaya jamu tradisional asal Indonesia terpilih sebagai warisan budaya takbenda dari UNESCO.

“Alhamdulillah, turut bangga dengar kabar itu. Jamu tradisional sumber inspirasi bagi saya,” demikian tuturnya.

https://regional.kompas.com/read/2023/12/08/090803778/kisah-penjual-jamu-di-sumbawa-sekolahkan-anak-s2-dan-naik-haji

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke