Salin Artikel

Kisah Ika, Disabilitas di Sumbawa Peraih Gelar S1 yang Ingin Jadi Guru Bahasa Isyarat

Wanita 26 tahun penyandang disabilitas rungu wicara merupakan peraih gelar sarjana seni tari dengan pujian dari salah satu kampus swasta Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada September 2023.

Perjuangan gadis Desa Semamung, Kecamatan Moyo Hulu, Kabupaten Sumbawa ini tidak mudah. Ia menghadapi beragam tantangan saat melewati masa sekolah hingga di bangku perkuliahan.

Salah satu hambatan Ika karena minimnya guru pendidikan khusus yang mengerti bahasa isyarat.

“Saat lulus kuliah, saya bertekad mengabdi sebagai guru bahasa isyarat di sekolah luar biasa,” ujar Ika saat ditemui Minggu (3/12/2023).

Ika mengungkapkan hal tersebut dalam momen perayaan Hari Penyandang Disabilitas Internasional di Kabupaten Sumbawa, Minggu (3/12/2023).

Ia sempat memperlihatkan kepiawaiannya sebagai penari. Ika menari dengan gemulai.

Ia mengingat kembali getirnya perjuangan bersekolah karena minimnya akses pendidikan inklusif.

Kini, ia memantapkan hati mengabdi sebagai guru meski belum pasti diterima atau tidak di sekolah yang ingin dituju.

Jauh di lubuk hati, ia berharap bisa menginspirasi lebih banyak anak penyandang disabilitas.

Keinginan Ika menjadi guru bahasa isyarat karena realita yang terjadi di Sumbawa. Banyak anak penyandang disabilitas tidak bisa mengakses pendidikan inklusi.

Ada banyak faktor yang menyebabkan anak disabilitas di Sumbawa belum dapat mengakses pendidikan inklusif di sekolah-sekolah formal selain Sekolah Luar Biasa (SLB).

Salah satunya karena kekurangan guru dengan pendidikan khusus yang menguasai bahasa isyarat.

Di Sumbawa hanya ada dua SLB yakni di SLBN 1 Sumbawa dan SLBN 2 Alas.

Tidak semua keluarga bisa mengakses SLB karena keterbatasan ekonomi dan lainnya. Selain itu, jarak sekolah yang jauh dari tempat tinggal.

Di sisi lain, sekolah negeri baik SD maupun SMP berdasarkan regulasi seharusnya menerapkan pendidikan inklusi.

Namun, sumber daya manusia (SDM) yaitu guru pendidikan khusus, guru bahasa isyarat dan sejenisnya belum ada di sekolah negeri formal.

“Anak dengan hambatan belajar rungu dan wicara paling banyak di Kabupaten Sumbawa tetapi guru bahasa isyarat tidak ada di SD/SMP inklusi ini,” sebut Ika.

Ia mendorong pemerintah bisa membuka penerimaan guru pendidikan khusus di sekolah formal atau pelatihan guru agar mengetahui kebutuhan anak dengan disabilitas dan apa hambatan mereka dalam mengajar.

Ika juga meminta agar ada kurikulum bahasa isyarat yang bisa diterapkan di sekolah dasar.

Lebih jauh, Ika mendorong anak dengan disabilitas berani bermimpi dan bisa berprestasi seperti dirinya. Perempuan yang hobi menari ini juga ingin meneruskan hobi sang ayah.

“Saya ingin dirikan sanggar seni seperti yang dilakukan almarhum ayah,” cerita Ika.

Saat berusia 16 tahun, ayah Ika meninggal dunia. Semenjak itu, ia giat belajar agar bisa meneruskan sekolah hingga berhasil diterima di jurusan seni tari dengan beasiswa.

Ia mengaku tidak langsung melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi.

“Jangan berhenti bermimpi karena keterbatasan bukan hambatan jika kita mau berjuang,” kata Ika.

Kini Ika memiliki aktivitas mengajar menari anak-anak di sekitar rumahnya. Jika ada festival atau event, ia juga mengikutinya.

“Meski kita punya hambatan, tetapi percayalah ada kelebihan yang tak dimiliki orang lain,” ujar Ika.

https://regional.kompas.com/read/2023/12/03/182125078/kisah-ika-disabilitas-di-sumbawa-peraih-gelar-s1-yang-ingin-jadi-guru

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke