Salin Artikel

Cerita Warga Perbatasan Papua Nugini: Dari Belanja Bahan Pokok sampai Layanan Kesehatan Memilih ke Indonesia

SEORANG kakek yang tengah duduk santai di sebuah taman terlihat langsung tersenyum lebar saat melihat lima pemuda dari kejauhan mendekatinya. Dia tampak antusias. 

Ketika jarak kelompok pemuda tersebut semakin dekat, tanpa aba-aba sang kakek langsung menjulurkan tangan kanannya untuk menyalami mereka satu per satu.

Para pemuda tersebut lalu memperkenalkan diri, begitu juga sebaliknya sang kakek yang mengaku bernama Silasianay (61 tahun). 

Perjumpaan sekawanan pemuda dengan Silasianay terjadi di sebuah halaman luas di Desa Wariaber, Papua Nugini. Lokasinya berada di belakang Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Sota, Distrik Sota, Kabupaten Merauke, Papua Selatan.

Tak lama setelah saling memperkenalkan diri, Silasianay yang mengenakan topi hitam mengajak para pemuda untuk duduk di bangku kayu di bawah pohon besar.

Para pemuda itu pun langsung bergegas menuju bangku dengan melewati plang bertuliskan "Selamat Datang di Papua New Guinea". Sekelompok anak kecil mengikuti para pemuda ini dari kejauhan.

Perbincangan pun terjadi antara para pemuda dan Silasianay. Adapun sekelompok anak-anak tadi hanya mendengarkan sembari bercengkerama di antara mereka.

Dari perbincangan yang terjadi, Silasianay ternyata bukan orang sembarang. Ia adalah ketua Suku Kanum Papua Nugini. Sebaran suku ini tak hanya di Desa Wariaber, tetapi juga sampai ke wilayah Merauke.

Karena persebaran yang luas itu, Silasianay dan warga Suku Kanum pada umumnya memiliki hubungan emosional dengan warga Indonesia. Bukan tidak mungkin, warga dari dua negara yang berbeda ketika dirunut ternyata masih punya hubungan kerabat.

Lebih dekat ke Indonesia

Terlepas dari hubungan emosional karena persebaran luas suku tersebut, Silasianay menyebut warga sukunya di Papua Nugini cenderung tergantung ke Indonesia untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Ini soal jarak.  

Kebutuhan pokok lebih mudah dan lebih dekat didapat warga Desa Wariaber dari Pasar Sota yang ada di wilayah Indonesia.

Banyak dari mereka yang rutin mencari bahan kebutuhan pokok seperti minyak dan beras ke Pasar Sota, baik untuk dikonsumsi sendiri maupun diperjualbelikan lagi di Papua Nugini.

"Kalau (beli) beras di Papua Nugini (ada) tapi jauh, lebih dekat ke Sota," kata Silasianay kepada Kompas.com, Senin (13/11/2023).

Ketika mencari bahan kebutuhan pokok, mereka masuk ke Indonesia tidak dengan tangan kosong. Acap kali, mereka membawa daging rusa hasil buruan atau ikan air tawar untuk dijual juga di Pasar Sota.

Saat bertransaksi di Pasar Sota, uang yang dipakai adalah rupiah. 

"Ya kami jualan ke pasar Sota ini sudah jadi uang rupiah untuk kami banyaknya untuk belanja lagi di dalam (Sota), macam garam, gula, baru kembali lagi (ke Papua Nugini)," tutur Silasianay.

Tak hanya urusan bahan pokok, banyak anak-anak dari Desa Wariaber bersekolah di Distrik Sota. Sekali lagi, ini soal jarak. Di Sota ada sekolah dari jenjang SD hingga SMA.

Kegiatan beribadah, upaya mendapatkan air bersih, juga akses kesehatan, juga bukan hal yang tak lazim dilakukan warga Suku Kanum atau Desa Wariaber di Sota. 

Seorang petugas imunisasi Puskesmas Sota, Helena Ohoiwirin, mengatakan bahwa warga perbatasan Papua Nugini sudah biasa mendapatkan akses kesehatan di Puskesmas Sota.

Seperti warga Sota pada umumnya, warga Desa Wariaber juga bahkan mendapat akses kesehatan secara cuma-cuma alias gratis. 

"Ini (masalah) kemanusiaan. Karena di sana (akses kesehatan) jauh, jadi gratis di sini (Sota)," ujar Helena.

Perbincangan Silasianay dengan para pemuda di latar belakang PLBN Sota tidak berlangsung lama, sekitar 15 menit saja. Para pemuda melanjutkan perjalanan dan aktivitasnya.

Namun, ini sepertinya juga bukanlah kali terakhir tegur sapa dan sambutan hangat Silanay di tepi batas dua negara....

https://regional.kompas.com/read/2023/11/14/160811278/cerita-warga-perbatasan-papua-nugini-dari-belanja-bahan-pokok-sampai

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke