Salin Artikel

"Ada Orangtua Tak Catatkan Anak Disabilitasnya di KK, Sebegitu Malunya"

Murid lainnya terlihat duduk di kelas, memperhatikan isyarat tangan dari guru. Mereka murid tuna rungu. 

Sekolah khusus disabilitas ini memiliki seluruh jenjang pendidikan, mulai taman kanak-kanak hingga sekolah menengah atas.

Sekolah ini tunduk di bawah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Aceh. Namun, hanya Samhudi, satu-satunya guru dengan status pegawai negeri merangkap kepala sekolah.

Pria asal Solo, Jawa Tengah, ini bertugas di sekolah itu sejak 2017.

”Awalnya seluruh guru di sini mencari murid. Mulai dari tetangga, orang yang dikenal. Kita datangi ke desa-desa, dulu masih ada stigma malu memiliki anak disabilitas,” kata Samhudi saat berbincang dengan Kompas.com di ruang kerjanya. 

Ingatan pria paruh baya ini melayang ke peristiwa belasan tahun lalu. Di mana, orangtua sangat malu memiliki anak disabilitas.

“Ada orangtua yang tidak mencatatkan anak disabilitasnya dalam Kartu Keluarga (KK), sebegitu malunya. Pelan-pelan kita ajak bicara, kita tunjukan sekolah, akhirnya mau sekolah,” kata Samhudi.

Pengalaman Samhudi bekerja di sekolah luar biasa dimulai sejak 1994.

Dia lulus pegawai negeri dan ditempatkan di SLB Kota Langsa. Kemudian pada 2017, dia dipindahkan ke SLB Lhokseumawe.

Bertahan di tengah keterbatasan

Sekolah itu kini menerima lima jenis disabilitas, yaitu tuna rungu, tuna grahita, tuna netra, tuna daksa, dan autis.

“Paling susah itu autis. Tidak semua guru kami ahli autis. Anak autis itu butuh waktu lama untuk kita ciptakan kepatuhannya dan kontak mata,” terangnya.

Saat ini, ada 142 murid mulai jenjang taman kanak-kanak hingga SMA di sekolah itu. Ada satu kelas hanya diisi oleh satu murid dan satu guru.

Meski dengan segala keterbatasan, para guru di sini mencoba mengajarkan ekstrakurikuler.

Mulai dari tari, menjahit, dan kemampuan mencuci kendaraan agar para murid memiliki kemampuan lain.

“Alhamdulillah, sekarang kami sudah tidak perlu lagi mencari murid. Layaknya sekolah umum, kami sudah terima murid seperti biasa. Namun, kami bisa terima murid tiap hari. Bukan seperti sekolah umum ada waktu khusus,” katanya.

Dengan 23 guru, sekolah itu kini terus bertahan. Meski idealnya, sekolah itu memiliki 32 guru. 

“Kami usulkan penambahan guru ke dinas karena untuk guru di sini butuh kemampuan khusus dan pendidikan khusus. Teman guru ini ada kekhususan seperti khusus menangani tuna rungu, grahita, tapi tak bisa menangani autis,” katanya.

Jam menunjukkan pukul 12.00 WIB. Para murid mulai dijemput orangtuanya.

Namun, sebagian menetap di asrama di belakang sekolah itu. Mereka murid yang datang jauh dari perkampungan di Kabupaten Aceh Utara, sehingga harus menginap.

“Untuk asrama ini, mereka yang bisa mandiri. Jadi, bisa mandi sendiri dan lain-lain. Kami siapkan kepala asrama juga dan semua biaya sekolah ini gratis,” ujar Samhudi.

https://regional.kompas.com/read/2023/11/10/060000178/-ada-orangtua-tak-catatkan-anak-disabilitasnya-di-kk-sebegitu-malunya-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke