Salin Artikel

2 Pemuda Asal Nunukan Jadi Korban TPPO, Ditinggal di Pinggir Jalan oleh Mandor dari Malaysia

Fungsi Penerangan Sosial dan Budaya KRI Tawau, Wiryawan, mengatakan, saat ini, kedua pemuda WNI tersebut ditempatkan di shelter, dan dalam kondisi sehat."

"Kedua korban sudah kita jemput pada 24 Oktober 2023, dan saat ini kita tempatkan di shelter Konsulat RI," ujar dia saat dihubungi, Kamis (2/11/2023).

Wiryawan mengatakan kedua korban masih belum dipulangkan ke Tanah Air, karena proses penyelidikan yang berjalan.

Petugas Konsulat masih menggali kronologis keduanya, sembari mencari informasi terkait sindikat yang kini masih dalam pencarian petugas.

Kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) terungkap saat KRI Tawau menerima surat permohonan dari Polres Nunukan, agar membantu pencarian dua korban TPPO asal Nunukan, Kaltara.

"Polres Nunukan, memberikan nomor orang yang menguasai kedua korban. Dan mengirim koordinat tempat kedua korban dipekerjakan,’’kata dia.

Petugas kemudian menghubungi D, wanita yang berperan sebagai mandor sebuah perusahaan di wilayah Sapulut yang lokasinya ditempuh 7 jam perjalanan dari Tawau.

Petugas meminta D segera menyerahkan kedua korban. Akhirnya D berjanji akan melepaskan kedua korban pada 23 Oktober 2023.

D meminta petugas menunggu di wilayah Kalabakan, daerah yang berjarak sekitar 2 jam perjalanan dari Tawau.

"Janji D, kedua korban akan dilepaskan di Kalabakan, tak jauh dari Balai Polis Malaysia. Petugas konsulat diminta menunggu disana," imbuhnya.

Namun, D tak menepati janjinya. Hingga malam, petugas tak melihat keberadaan korban.

Saat dihubungi, D mengatakan sudah membawa kedua korban ke Kampung Manggaris, di Merotai. Selain itu ia juga mengatakan akan memulangkan kedua korban ke Nunukan melalui jalur ilegal.

Setelah itu ponsel D mati dan tak bisa lagi dihubungi.

Petugas KRI, kemudian pulang dan berkoordinasi dengan petugas kepolisian Malaysia untuk membantu pencarian.

"Tapi keesokan harinya, pada 24 Oktober 2023, petugas kami mendapat info kalau kedua korban sudah dilepaskan, dan berada di pinggir jalan raya di Merotai. Kita kembali kirim petugas untuk penjemputan," lanjut dia.

Ia juga mengatakan kedua korban belum bisa langsung dipulangkan.

"Kita masih membutuhkan kedua korban untuk proses penyelidikan kasus TPPO ini. Kita juga siapkan dokumen SPLP (Surat Perjalanan Laksana Paspor). Ketika penyelidikan kami dirasa cukup, keduanya secepatnya kita pulangkan ke tanah air,’’ tegas Wiryawan.

Kasat Reskrim Polres Nunukan, AKP Lusgi Simanungkalit menceritakan kronologi keduanya menjadi korban TPPO.

Awalnya Nabil yang bingung dengan perekonomian keluarga yang kian mencekik akibat anjloknya harga rumput laut di Nunukan, mencoba mencari info lowongan kerja di facebook.

Ia kemudian berkenalan dengan AS, orang yang menawarinya pekerjaan di ladang kelapa sawit, di Kecamatan Sebuku.

"Gaji yang ditawarkan, Rp 5 juta per bulan, dan biaya keberangkatan ditanggung," ujar Lusgi Simanungkalit, saat dikonfirmasi.

Nabil, kemudian mengabarkan lowongan pekerjaan di perkebunan kelapa sawit di Sebuku tersebut, kepada temannya, Mukhlis, dan pamannya bernama Erjuna.

Ketiganya, kemudian diminta bersiap siap, dan akan dijemput speed boat di Dermaga Pasar Baru, Nunukan pada Jumat (13/10/2023) sekitar pukul 02.00 wita,

"Mereka sebenarnya bingung kenapa berangkatnya dini hari. Mereka baru sadar, ternyata mereka bukan dibawa ke Sebuku, tapi diseberangkan ke Kalabakan, wilayah Malaysia," imbuh Lusgi.

Lusgi menjelaskan, ada 3 orang yang melakukan perekrutan di Nunukan. Mereka adalah AS, yang memiliki peran merekrut calon pekerja melalui media sosial.

Lalu KD, yang berperan menjadi perantara antara AS dan pengemudia speed boat bernama SP yang bertugas mengantar korbannya ke Malaysia.

"Di Malaysia, ketiganya diserahkan kepada mandor perempuan bernama D, yang juga WNI asal Bulukumba Sulawesi Selatan. D yang mengatur pekerjaan untuk para korban," jelas dia.

Di Malaysia, ketiganya disuruh bekerja untuk membuka lahan perkebunan kelapa sawit. Mereka dipekerjakan mulai pukul 06.00 hingga pukul 18.00 wita, tanpa jeda.

Untuk makan, mereka disuruh utang ke warung. Tidak jarang, mereka hanya memesan nasi putih juga air untuk bekalnya bekerja.

Beruntung, para korban masih menyimpan ponsel, Ketika ada wifi, mereka menceritakan masalahnya kepada keluarganya, dan melaporkannya ke polisi.

"Sudah hampir dua minggu mereka disana, sampai stres mereka kelelahan, dan sempat mencoba bunuh diri. Keluarganya datang ke kami, bercerita sambil nangis nangis, ibu korban malah sampai pingsan saat buat laporan,’’kata Lusgi.

Mandor D meminta uang tebusan RM 2000 atau sekitar Rp 7 juta jika ingin para korban dipulangkan.

Uang tersebut, dihitung sebagai utang karena mandor D sudah membiayai dan menanggung semua akomodasi keberangkatan para korban sampai Malaysia.

Mandor D bahkan mengancam kalau tidak mau bayar, para korban akan diserahkan ke polisi atau imigrasi, karena mereka adalah pendatang haram, atau masuk negara orang tanpa dokumen.

"Keluarga Mukhlis mau membayar dan akhirnya dilepaskan. Tapi keluarga Nabil dan Erjuna tidak mampu bayar dan meminta bantuan polisi," kata Lusgi.

Polres Nunukan, kemudian bersurat ke Konsulat RI untuk memberitahukan dugaan TPPO yang terjadi.

Polisi juga mengirim nomor kontak mandor D, lokasi kerja korban, dan meminta agar kasus ini segera ditindaklanjuti secepatnya.

Bersamaan dengan surat tersebut, Polres Nunukan, juga menerbitkan Daftar Pencarian Orang (DPO) terhadap mandor D.

"Korbannya sudah banyak, bukan hanya tiga pemuda itu saja. Ada juga kasus gadis yang tidak pulang pulang karena utangnya ke mandor belum lunas. Jadi kasus ini, murni TPPO," imbuhnya.

Sejauh ini, Polisi sudah mengamankan 3 tersangka pelaku TPPO, masing masing, AS, SP, dan KD.

Ketiganya, mengaku mendapat untung RM 700 atau sekitar Rp 2,5 juta setiap memberangkatkan para korbannya.

Para tersangka terancam dengan Pasal 10 jo pasal 4 UU Nomor 21 tahun 2007 tentang tindak pidana pemberantasan TPPO, dengan ancaman hukuman 10 sampai 15 tahun. Dan pasal 18 Tahun 2017 tentang perlindungan Pekerja Migran Indonesia, dengan ancaman hukuman antara 3 sampai 15 tahun.

https://regional.kompas.com/read/2023/11/02/153500078/2-pemuda-asal-nunukan-jadi-korban-tppo-ditinggal-di-pinggir-jalan-oleh

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke