Salin Artikel

5 Nakes dari Kemenkes Dianiaya KKB Saat Cek Kabar Kelaparan di Yahukimo

YAHUKIMO, KOMPAS.com - Lima tenaga kesehatan (Nakes) menjadi korban penganiayaan di Distrik Amuma, Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan, pada Selasa (31/10/2023).

Kelima nakes itu sejak Senin (30/10/2023) berada di Distrik Amuma untuk memeriksa kesehatan masyarakat yang dikabarkan mengalami bencana kelaparan.

Identitas para korban adalah, Ferdinandus Suweni, Adrianus Erdwarder Harapan, Sandi Ransa, Danur Widuran dan Angganita Mandowen.

Para Nakes kemudian berhasil pergi ke Distrik Dekai setelah Bupati Yahukimo dan dua kepala dinasnya tiba di lokasi kejadian untuk memastikan kebenaran dari isu bencana kelaparan, pada Rabu (1/11/2023).

Menurut salah satu korban, Danur Widuran, ia dan empat rekannya diberi tugas oleh Kementerian Kesehatan untuk melakukan pelayanan kesehatan di Distrik Amuma karena ada informasi mengenai bencana kelaparan.

"Kami nakes dari Kemenkes turun diminta untuk pelayanan kesehatan yang memungkinkan dilakukan di Amuma," kata dia.

Menurut dia, pada hari pertama, semua berjalan normal dan masyarakat Amuma menyambut baik pelayanan kesehatan yang mereka berikan.

Karena faktor cuaca yang tidak memungkinkan pesawat masuk ke Amuma, maka semua nakes harus bermalam.

"Pada saat pelayanan kami baik-baik saja, karena kami berangkatnya sekitar jam 8-9, sehingga untuk antar-jemput itu tidak memungkinkan. Setelah kami koordinasi dengan kepala puskesmas dan kepala Dinas Kesehatan, mereka katakan tidak apa-apa menginap di sana," tuturnya.

Keesokan harinya, pada saat menunggu kedatangan pesawat, aksi penyerangan kemudian terjadi.

"Kami melakukan pelayanan pagi sampai sore dan kami menginap. Pagi kami menunggu pesawat tapi tidak datang, di situlah kami diserang," kata Danur yang merupakan dokter umum.

"Mereka berempat ke tempat SSB menanyakan pesawat datang jam berapa, kalau saya duduk di puskesmas. Cuma memang situasi kemarin tidak seperti biasa," kata dia.

Kemudian sekitar 30 puluh orang yang tidak dikenal datang dan berteriak ke arah rekan-rekannya yang sedang berjalan ke rumah seorang perawat.

Khawatir adanya ancaman, maka anggota meminta seluruh rekannya masuk ke sebuah kamar.

"Pas turun kami sedang berada di rumah perawat, adik yang dengar dari ujung bandara sudah berteriak, saya bilang masuk semua satu kamar tidak boleh ada yang keluar," ungkapnya.

Tetapi salah satu korban, Adrianus Erdwarder Harapan, justru mencoba melarikan diri dengan melompat dari jendela yang ada di kamar tersebut.

Nahas baginya, ternyata orang-orang tersebut sudah berada di luar dan menyerangnya menggunakan senjata tajam.

"Tapi karena adik terlalu panik, dia lompat keluar jendela, dia dipotong tangannya," ungkap Angganita.

Setelah Adrianus tertangkap, para pelaku kemudian mengumpulkan seluruh korban di lapangan terbang Amuma.

Setelah itu, diketahui bahwa para penyerang mengira para nakes merupakan anggota intelijen yang sengaja masuk ke Amuma.

"Saya masih pakai atribut masyarakat kemudian dia (pelaku) kaget, terus saya bilang kami tim kesehatan, (pelaku bertanya) kalian menyamar, kami tidak menyamar, kami memang orang kesehatan, lalu mereka kumpul kami semua (korban) terus saya bilang ini semua petugas kesehatan," tuturnya.

Tidak puas dengan jawaban Angganita, para pelaku kemudian mulai menganiaya para nakes.
Tetapi setelah mereka memeriksa kartu identitas para korban, baru pelaku percaya bahwa korban adalah nakes.

"Mereka semua ditendang, dipukul, saya pele (halau) mereka lalu kami semua diminta KTP untuk meyakinkan bahwa kami betul tenaga kesehatan. Puji Tuhan dengan KTP dan apa yang kami kumpulkan, kami semua tidak dibunuh," kata dia.

"Dokter sama adik perawat sepertinya rusuknya patah kalau saya karena banyak baku melawan dengan mereka, jadi muka saya ditendang," sambung Angganita.

Mengenai para pelaku, Angganita menyebut mereka sempat mengaku sebagai bagian dari Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Kodap XVI Yahukimo.

"Saat aniaya kami mereka sempat bilang, kami dari Batalyon Silimo Kodap XVI," kata dia.

"Memang tidak ada kelaparan cuma masyarakat gagal panen, dalam arti ketika mereka sibuk dengan kelapa hutan, jadi mereka tidak berkebun. Jadi kematian bukan karena kelaparan," tuturnya.

Hal yang sama sempat disampaikan para pelaku penganiayaan yang mempertanyakan maksud pemerintah mengirim bantuan bahan makanan ke Amuma.

"Bantuan ada di sana (Amuma) tapi yang antar bantuan ini tidak ada penjelasan kepada mereka, yang kemarin serang itu sempat ngomong, kami di sini tidak ada kelaparan, bantuan ini buat apa," ungkapnya.

Bupati Yahukimo Didimus Yahuli mengaku sangat kecewa dengan kejadian penganiayaan yang menimpa para nakes karena tujuan mereka ke Amuma sangat mulia.

Menurut dia yang sudah turun langsung ke Amuma, masyarakat setempat tidak mengenal para pelaku penganiayaan.

"Saya mengutuk perbuatan keji ini, tadi saya sudah turun langsung Amuma dan pastikan langsung pelakunya bukan masyarakat Amuma," tegasnya.

Ia pun memastikan bahwa bencana kelaparan di Amuma tidak pernah ada.

"Saya sudah injakan kaki di Amuma dan sudah melihat keadaan di sini, pada umumnya keadaan di Amuma baik," cetusnya.

https://regional.kompas.com/read/2023/11/01/141324078/5-nakes-dari-kemenkes-dianiaya-kkb-saat-cek-kabar-kelaparan-di-yahukimo

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke