Salin Artikel

Riset Gen Z Rela Bergaji Kecil asal Bisa WFA, Ini Kata Anak Muda Semarang

SEMARANG, KOMPAS.com - Pekerja muda Generasi Z (kelahiran 1997-2012) disebut lebih mengedepankan kesehatan mental dan rela bergaji kecil asal bisa bekerja secara fleksibel atau work from anywhere (WFA).

Hal tersebut diungkap oleh hasil riset Hewlett-Packard (HP) dalam salah satu sesi konferensi di acara South by Southwest (SXSW) Sydney 2023 bertajuk "Work Relationship Index".

Menanggai riset ini, pekerja di Kota Semarang, Qudstia Intan, mengatakan, bekerja dengan sistem WFA dapat mengurangi tingkat stres dan kecemasan pada dirinya.

Dia memilih untuk resign dari pekerjaan sebelumnya dan beralih dengam pekerjaan saat ini.

"Tidak bisa dipungkiri kalau generasi kita emang lebih aware sama kesehatan mental. Kalau saya sendiri, tidak masalah kalau dapat gaji kecil, asal bisa kerja dari mana pun," ucap Tia, saat ditemui Kompas.com, Kamis (26/10/2023).

Tia mengatakan, bekerja dengan sistem WFA dapat membuatnya lebih produktif melakukan banyak hal dibanding saat bekerja di dalam kantor.

Bagi Tia, bekerja di dalam kantor dapat memberi tekanan atau distraksi lebih kepada pikirannya. Sehingga, sangat berdampak pada kesehatan mentalnya.

"Dulu saya juga pernah kerja di kantor, nah kalau sudah di ruangan seperti ada tekanan yang menghantui. Beda kalau WFA, kita bisa kerja lebih fleksibel dan bisa lihat pemandangan lain. Misal di burjo atau kafe-kafe," tutur perempuan kelahiran Semarang itu.

Hal senada juga disampaikan oleh pekerja WFA lainnya, Isbalna.

Menurut dia, tempat kerja sangat mempengaruhi kesehatan mental lantaran berdampak pada produktivitas dalam bekerja.

"Kalau saya lebih prefer ke sistem WFA, karena bisa fleksibel. Karena saya pengalaman juga kerja WFO, misal sama tempatnya sudah tidak nyaman, mau berangkat saja sudah males," ungkap Isbalna.

Kendati demikian, imbuh dia, bekerja dengan sistem WFA tidak melulu bisa merasa aman dan bahagia.

Ada beberapa hal yang perlu dikendalikan saat bekerja dengan sistem WFA.


Di antaranya, menjaga kestabilan emosi maupun kepatuhan dengan jadwal yang disusun diri sendiri.

"Walaupun bisa kerja WFA, pasti ada nemu titik jenuhnya. Kadang nih, jenuh di rumah karena tidak ada teman ngobrol. Makanya biar tidak di rumah terus, saya sesekali milih kerja di warung kopi atau kafe," ungkap Isbalna.

Kendati begitu, Isbalna menyebut, dirinya tidak rela jika gaji didapat lebih kecil dibanding pekerja dengan sistem WFO.

Lantaran semua usaha dalam bekerja harus dihargai dengan baik.

"Kadang ada orang yang menganggap remeh. Padahal, secara effort kita sama-sama kerja keras dan menguras pikiran," ujar dia.

Pekerja WFA lainnya, Mohammad Azzam, mengaku, juga merasakan hal serupa.

Dirinya menyebut, bekerja secara WFA memang bisa membuatnya bebas melakukan hal lain di luar pekerjaan.

Namun, dirinya tidak rela jika gaji yang didapatkan lebih kecil dibanding pekerja yang bekerja dengan sistem WFO.

"Kalau masalah gaji, sebetulnya saya tidak rela jika akan diberi gaji lebih kecil. Terlebih, saya di devisi marketing sebagai ujung tombak perusahaan," pungkas Azzam.

https://regional.kompas.com/read/2023/10/26/213218178/riset-gen-z-rela-bergaji-kecil-asal-bisa-wfa-ini-kata-anak-muda-semarang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke