Salin Artikel

Warga Karimunjawa Khawatir Keberadaan Tambak Udang Picu Krisis Air Bersih

Selain itu, tambak juga disebut menyebabkan hutan mangrove atau bakau mati, batuan karang rusak, munculnya lumut, dan air keruh laut tercemar.

Warga pelaku wisata sekaligus aktivis LSM Alam Karimun (AKAR), Datang Abdul Rachim mengakui, secara lingkungan, aktivitas tambak dapat mengancam kehidupan.

“Karena ini daerah resapan, ada sumber mata air, pertanian, sumur dan tempat pengikat air tawar. Kalau ini dijadikan tambak, pasti jadi ancaman dan terjadi intrusi air laut atau limbah tambak atau sebaliknya. Nah, kekhawatiran kami sudah terjadi air sumur asin, tanaman mati,” tutur Datang, pada Jumat (22/9/2023).

Faktanya, pantauan Kompas.com di sebuah sumur yang terletak tak jauh dari pesisir pantai di Karimunjawa sudah sedikit terkontaminasi rasa asin.

Koordinator Lingkar Juang Karimunjawa (LINGKAR), Bambang Zakariya, senada soal sejumlah sumur air tawar di Karimunjawa terkontaminasi air laut.

Sebagai penduduk asli Karimunjawa, Zakariya menyadari kondisi ini terjadi karena hutan mangrove atau bakau rusak karena keberadaan tambak.

Sebab, hutan bakau tidak hanya digunakan untuk menampung limbah tambak udang, tapi juga dibabat untuk saluran pipa untuk operasional tambak.

Ia menceritakan awal tahun 1980 memang ada tambak tradisional. Namun, karena tidak begitu berhasil, sejak tahun 1990 tambak ditinggalkan.

“Sumur-sumur mulai bagus karena mangrove kan jadi filter biar air laut tidak ke darat. Dan sekarang banyak sumur-sumur yang terkontaminasi dan asin, lalu perkakas rumah karatan karena banyak hutan bakau yang sekarang rusak," ungkap dia.

Zakariya mengatakan, hutan bakau mulai kering dan mati sejak 2018. Sebab, 2017 petambak udang telah menampung limbah di area hutan bakau.

“Mereka kan membuat takungan limbah itu sengaja pakai sak diisi tanah. Luasanya itu panjang 100 meter. Itu dibentengi pakai sak dan di situ bakau mati dari tambak udang itu," ujar Zakariya.

Hal itu diungkapkan saat Zakariya mengantarkan awak media ke salah satu area tambak yang sudah tidak beraktivitas sekitar satu bulan lalu.

Dengan menaiki kayak, rombongan memasuki area tambak melalui jalur laut.

Terlihat sejumlah saluran pipa besar membentang dari area tambak ke lautan.

Air sepanjang jalan menuju tambak terlihat keruh. Saat dipijak pun lumpur berbau tak sedap tersebar di area sekitar tambak.

Sebagaimana penjelasan Zakariya, pemilik tambak sengaja membuat pembatas dengan sak tanah agar limbahnya tak memasuki lautan dan area hutan bakau milik Balai Taman Nasional Karimunjawa (BTNKJ).


Limbah berupa campuran busa menyebabkan lumpur hitam kehijauan, itu terlihat berada satu lokasi dengan bakau yang sudah mati kering kerontang.

Meski tambak dibatasi sak, sebagian limbah tetap meresap ke laut dan merusak bakau di sana.

"Bau busuk sekali, dan warnanya hitam pekat ada hijaunya. Ini bukan lumpur kami, ini bukan lumpur dari Karimunjawa. Ini limbah dari tambak udang ilegal," lanjut dia.

Menurutnya, Pemerintah Kabupaten Jepara dan BTNKJ belum mengambil tindakan serius dan membiarkan kerusakan terjadi di Karimumjawa.

Padahal, perda larangan tambak udang di sana telah disahkan dan diungdangkan.

“Paling tidak dapat teguran, atau pipa inlet itu panjang yang melalui taman nasional, ada limbah yang mengalir ke wilayah Balai Taman Nasional karimunjawa,” kata dia.

Namun, menurut dia, pihak BTN justru berdalih bila wilayah tambak merupakan wilayah penduduk, kawasan tanah perpajikan.

Sehingga, BTN tak memiliki kuasa untuk menindak para petambak di sana.

“Kami memang akui itu, tapi kan limbah itu masuk ke kawasan BTN (hutan bakau, pantai, dan laut) dan pipa yang disedot itu masuk ke kawasannya. Sebab, menurut aturan dari bibir pantai sampai bebara mil itu zonanya (BTN). Jadi, dalil mereka itu bukan kawasan kami bukan kawasan kami terus," tegas dia.

Berdasarkan data BTN, saat ini terdapat 33 titik tambak udang yang terdiri dari 243 petak dengan luasan sekitar 42 hektar di Pulau Karimunjawa.

https://regional.kompas.com/read/2023/09/22/163952678/warga-karimunjawa-khawatir-keberadaan-tambak-udang-picu-krisis-air-bersih

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke