Salin Artikel

Kebun Teh Dikonversi ke Sawit Seluas 257 Hektar, PTPN IV: Konversi Bukan Penyebab Banjir

SIMALUNGUN, KOMPAS.com - Pihak PTPN IV Unit Kebun Teh Sidamanik membenarkan adanya konversi tanaman teh ke sawit seluas 257 hektar.

 

Konversi tersebut dinilai bukan penyebab banjir. Sebab jarak kawasan konversi ke wilayah terdampak banjir cukup jauh.

Sebagai informasi, banjir melanda pemukiman warga di Dusun Tigabolon Pane, Dusun Pintu Bosi dan Dusun Bahkapuran Pasar Nagori Tiga Bolon, Selasa (19/9/2023) malam.

Banjir juga melanda sebagian wilayah Nagori Manik Hataran, Nagori Bahal Gajah, Kecamatan Sidamanik. 

Selain 7 rumah warga rusak ringan, padi sawah, kebun jagung, dan kolam ikan milik warga di Nagori Tiga Bolon rusak akibat banjir.

Asisten Manager SDM dan Umum Unit Kebun Teh Sidamanik, Halim Siregar, membenarkan adanya konversi tanaman teh ke tanaman sawit seluas 257 hektar. Lokasi lahan konversi tersebut berada di Kebun Bah Butong.

Halim mengatakan, alasan konversi untuk optimalisasi aset khususnya pada areal yang sudah lama terbengkalai maupun yang tidak produktif.

"Konversi ini dalam rangka optimalisasi aset. Luasnya 257 hektar. Sebagai sudah ditanami sawit, (usia sawit) baru tahun lalu ditanam sawit," ujar Halim dihubungi via telepon, Kamis (21/9/2023).

Menurut Halim, banjir yang melanda 3 dusun itu bukan bersumber dari kawasan konversi sebab jarak wilayah konversi kurang lebih 10 km dari wilayah terdampak banjir. 

Ia menilai penyebab banjir akibat konversi lahan adalah klaim sepihak dari masyarakat.

Di sisi lain, sambung Halim, pihaknya juga membuat parit isolasi di area wilayah konversi. Tanaman sawit menurutnya justru menahan air.

"Pola hidup masyarakat juga, apa mereka nggak buang sampah sembarangan. Kalau cerita banjir, Jakarta pun banjir nggak ada sawit," katanya.

"Lagian posisinya jauh, sepuluh kilometer ada, jadi ini bukan dampak konversi. Justru menurut saya masyarakat berterima kasih, karena sawit itu kan menyerap air," kata Halim menambahkan.

Sebelumnya, Pangulu Nagori Tiga Bolon, Marisno Saragih mengatakan, pascabanjir pihaknya melakukan survey mencari titik sumber air. Ditemukan, banjir bersumber dari wilayah konversi.

Marisno mengatakan, sejak awal warganya menolak upaya konversi yang dilakukan oleh pihak perkebunan karena berpotensi banjir. 

Dikatakan, banjir pun melanda perkampungan dan lahan pertanian warga pada Selasa (19/9/2023) malam untuk pertama kalinya.

Ia pun mengimbau warga agar waspada saat musim penghujan, sebab wilayah rawan bakal sering terjadi banjir.

“Kalau musim penghujan ini pasti langganan banjir. Karena tidak ada kanal-kanal yang dibuat. Jadi kami ingatkan warga agar tetap waspada,” ucap dia.

Di tempat yang sama, salah seorang warga Nagori Tiga Bolon, R Siallagan mengatakan, malam sebelum banjir intensitas hujan cukup tinggi di wilayah tersebut. 

Tiba tiba air meluap dari selokan hingga pemukiman warga terendam banjir setinggi lutut. Kata dia, air mulai surut saat Rabu dini hari.

Ia menuturkan, meski hujan lebat kondisi perkampungan mereka sebelumnya tidak pernah dilanda banjir. 

Namun sejak adanya konversi itu, parit tak mampu lagi menampung debit air yang datang dari wilayah konversi, akhirnya air meluap merendam pemukiman dan jalan. 

“Karena sumber air dari wilayah konversi itu lebih tinggi dibanding pemukiman warga,” ucapnya.

https://regional.kompas.com/read/2023/09/21/192742278/kebun-teh-dikonversi-ke-sawit-seluas-257-hektar-ptpn-iv-konversi-bukan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke