Salin Artikel

28 September Pulau Rempang Harus Dikosongkan

Dari pertemuan itu, Prabianto menyinggung terkait pengosongan lahan di Pulau Rempang sebelum tanggal 28 September 2023, berdasarkan perjanjian antara Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam) dengan pihak investor.

Adapun pihak investor menginginkan agar di tanggal tersebut, lahan yang mereka perlukan sudah rampung.

“Rampung dalam hal ini, yakni lahan yang diinginkan investor sudah diterbitkan hak pengelolaan lahan (HPL) nya, dan itu yang mereka harapkan,” jelas Prabianto saat ditemui di Pulau Rempang, Sabtu.

Prabianto mengatakan, pihaknya telah merekomendasikan kepada BP Batam, Pemkot Batam, dan Pemprov Kepri, termasuk Polda Kepri agar mempertimbangkan merelokasi warga.

Namun, pihak pemerintah daerah, kata Prabianto, menyebut hal ini bukanlah kewenangan pemerintah daerah, melainkan pemerintah pusat.

“Kami telah merekomendasikan agar relokasi terkait rencana pembangunan industri Rempang Eco City agar kembali dipertimbangkan tanpa harus menggusur warga setempat. Namun, jawaban BP Batam, pihaknya tidak bisa mengambil keputusan sendiri, mengingat proyek ini milik pemerintah pusat,” kata Prabianto.

“Ini terkait dengan perjanjian yang telah dilakukan BP Batam dengan pihak investor. Pada posisi ini, BP Batam tidak bisa mengambil keputusan sendiri dan kami akan melakukan koordinasi dengan kementerian, lembaga, di tingkat pusat, karena kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas di Batam ini adalah kewenangan di pemerintah pusat, sehingga kami akan segera melakukan koordinasi dengan tingkap pusat,” ujar Prabianto.

Melihat kondisi ini, Prabianto berharap agar pemerintah benar-benar mempertimbangkan mengeluarkan HPL.

Sebab, peraturan yang berlaku dalam menerbitkan HPL harus dipastikan hak-hak pihak ketiga yang ada di dalamnya.

“Tidak ada jalan lain selain untuk meninjau kembali penerbitan HPL-nya, karena masyarakat yang ada di dalamnya harus diselesaikan terlebih dahulu. Melihat tenggang waktunya yang tinggal beberapa hari lagi, saya rasa sulit untuk terealisasi. Makanya, kami merekomendasikan agar kembali dilakukan pertimbangan,” kata Prabianto.

Posko pengamanan

Prabianto juga menyoroti keberadaan posko-posko keamanan yang ada di Pulau Rempang. Dia menyebut posko tersebut menimbulkan rasa tak nyaman bagi warga.

“Apalagi kondisinya sempat memanas, tentunya ada kesan intimidasi yang dirasakan warga yang ada di kampung tua Pulau Rempang,” terang Prabianto.

Prabianto juga berharap agar pihak aparat menarik diri.

Komnas HAM akan membuat laporan kepada Presiden Jokowi dan DPR RI jika para pihak tidak mengindahkan rekomendasi dari Komnas HAM.

“Kami mendorong para pihak untuk bersedia bermusyawarah untuk membicarakan solusi terbaik dari situasi ini. Kami pastikan jika rekomendasi yang kami sampaikan tidak diindahkan, kami akan membuat laporn ke DPR RI I hingga ke Presiden RI,” ujar Prabianto.

Harapan warga Pulau Rempang

Dalam pertemuan yang dilakukan Komnas HAM bersama warga Pulau Rempang, seluruh warga dengan tegas menyampaikan bahwa mereka tetap menolak proses relokasi yang dilakukan BP Batam.

“Kami sepekat menolak relokasi tersebut. Selain itu kami juga meminta agar tim terpadu untuk tidak ada di lokasi pemukiman kami ini di Pulau Rempang. Kemudian meminta warga yang ditahan polisi dilepaskan dan menghentikan aktivitas tim terpadu yang mendatangi setiap rumah untuk memaksa agar segera mendaftar bersedia direlokasi,” ujar Husni, salah satu warga Pulau Rempang.

Husmi menyebutkan apa yang dilakukan tim terpadu dengan mendatangi warga, merupakan bentuk intimidasi.

“Jujur kami para warga merasa tidak nyaman dengan hal ini. Kami juga meminta agar BP Batam untuk berhenti berbohong dengan menyebutkan sebagian warga bersedia untuk direlokasi, karena sampai saat ini, kami warga Pulau Rempang tidak akan terima dan bersedia direlokasi,” tegas Husni.

Mendengar pengakuan warga, Prabianto meminta agar warga tetap menahan diri.

Prabianto juga mengatakan apa yang dikeluhkan warga masuk diakal, apalagi dengan keberadaan pos pengamanan di Pulau Rempang.

“Inikan perkampungan warga. Selagi mereka tidak melakukan kekerasan, tidak perlu didirikan pos kemanan di pulau Rempang. Yang ada keberadaan pos keamanan inilah yang bisa menimbulkan suasana tidak nyaman,” terang Prabianto.

Prabianto juga menyarankan agar masyarakat mau untuk berdialog dengan pihak pemerintah, terlebih pemerintah pusat.

“Kami akan memfasilitasi dialog tersebut. Untuk saat ini, Bapak Ibu posisinya tetap menolak relokasi dan hal ini sudah kami data. Nanti akan kami bicarakan dengan pihak pemerintah,” papar Prabianto.

Dalam pertemuan tersebut, Komisioner Komnas HAM juga meminta agar masyarakat Pulau Rempang untuk mempersiapkan seluruh dokumen yang dimiliki, khususnya bukti-bukti kepemilikan lahan di Pulau Rempang.

"Jadi kami harap Bapak Ibu semua untuk tetap tenang dan menahan diri. Terkiat pengosongan yang batas waktunya tanggal 28 September 2023 ini, jangan terlalu dipikirkan sambil menunggu hasil pembicaraan kami dengan pihak pemerintah,” sebut Prabianto.

Komisioner Komnas HAM bidang Pendidikan dan Penyuluhan Putu Elvina juga meminta agar warga membuat laporan ke Komnas HAM jika ada upaya represif dari aparat keamanan.

“Jadi Bapak Ibu tidak perlu kawatir lagi. Jika kembali terjadi represif dari aparat keamanan, segera laporkan ke Komnas HAM. Kami siap membantu apa yang menjadi keluhan Bapak Ibu semua,” tegas Elvina.

“24 jam kami membuka diri untuk pelaporan-pelaporan yang Bapak Ibu sampaikan terkait relokasi ini. Kami akan berkomunikasi dengan pemerintah untuk mendapatkan solusi dan jalan terbaik, yang sama-sama bisa diterima Bapak Ibu semua dan pemerintah,” ujar Elvina.

Gas air mata

Komnas HAM yang juga mendatangi SD Negeri 024 Galang dan SMP Negeri 22 Batam di kawasan tersebut.

Dari hasil kunjungan, Komnas HAM mendapati laporan dan fakta bahwa sejumlah pelajar di dua sekolah itu menjadi korban tembakan gas air mata yang ditembakan oleh aparat gabungan kerusuhan pada Kamis (7/9/2023) lalu.

Tindakan aparat juga membuat para pelajar dan guru trauma.

“Hal ini juga menjadi atensi kami dan secepatnya akan kami bicarakan kepada pihak Kepolisian,” ujar Prabianto.

Sementara, Putu Elvina menyoroti soal trauma healing terhadap para siswa yang terkena dampak gas air mata.

“Kami berharap pemerintah dan institusi terkait dapat memberikkan trauma healing agar segera mengidentifikasi anak-anak yang terdampak langsung dan hal itu dilakukan berulang. Sebab jika hanya satu kunjungan, tentunya tidak bisa memastikan berapa sebenarnya yang terdampak dari insiden penembakan gas air mata tersebut,” terang Elvina.

https://regional.kompas.com/read/2023/09/17/135245278/28-september-pulau-rempang-harus-dikosongkan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke