Salin Artikel

Kebakaran Hutan Bromo: Tepatkah Hanya Seorang Tersangka?

Penyebabnya berasal dari flare yang digunakan enam orang pengunjung ketika melakukan pemotretan prewedding pada Rabu, 6 September 2023, sekitar pukul 11.30 WIB.

Hingga kini petugas masih kesulitan memadamkan api karena api dengan cepat meluas, bahkan sampai mengenai pipa saluran air untuk desa setempat.

Akibatnya tidak hanya dari aspek kerusakan lingkungan, namun juga berdampak pada ekonomi warga sekitar yang bergantung pada pariwisata di Kawasan Bromo Tengger Semeru. Pasalnya wisata tersebut terpaksa ditutup.

Hingga kini, baru satu orang yang ditetapkan sebagai tersangka atas kasus tersebut, yaitu sang manajer Wedding Organizer. Sementara enam orang lainnya masih berstatus sebagai saksi.

Dalam konteks kebakaran hutan yang tejadi di Bromo saat ini, pelaku diduga memenuhi kategori karena kelalaiannya mengakibatkan terjadinya kebakaran hutan dan lahan.

Lalai karena seharusnya para pihak sudah bisa memprediksi bahaya menggunakan flare di kawasan sabana pada musim kemarau yang kering dan mudah terbakar serta tidak segera berusaha memadamkan api saat api mulai membakar.

Pembakaran hutan telah lama dilarang di Indonesia, baik pembakaran yang dilakukan secara sengaja dengan niat memang hendak membakar hutan, maupun pembakaran yang dilakukan karena kealpaan atau kelalaian.

Dalam Pasal 78 ayat (3) Jo. Pasal 50 ayat (3) huruf d UU No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Pembakaran hutan yang dilakukan dengan sengaja diancam pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Apabila pembakaran hutan dilakukan karena kealpaan, ancaman pidananya sesuai Pasal 78 ayat (4) Jo. Pasal 50 ayat (3) huruf d UU No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).

Sedangkan dalam KUHP lama yang masih berlaku hingga kini, mengenai pembakaran hutan diatur dalam Pasal 188 dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Namun, dengan adanya asas lex specialis derogate legi generalis, maka tentunya penyidik menggunakan UU Kehutanan yang memiliki sanksi lebih berat dan khusus.

Delik Penyertaan

Meski sudah satu orang telah ditetapkan sebagai tersangka, namun banyak pihak merasa langkah Kepolisian belum tepat.

Wajar, pasangan calon pengantin yang memegang flare saat pemotretan dinilai banyak pihak layak turut serta dijadikan tersangka, meski tanpa adanya niat untuk membakar hutan dan lahan.

Melihat konsep kealpaan/kelalaian dalam perspektif hukum pidana dimungkinkan semua yang terlibat dalam kegiatan itu menjadi turut serta pelaku.

Guna menentukan siapa saja pihak yang harus bertanggung jawab atas terjadinya suatu tindak pidana, dikenal adanya delik penyertaan (deelneming delichten).

Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP yang berarti bahwa ada dua orang atau lebih yang melakukan suatu perbuatan tindak pidana dan masing-masing wajib mempertanggungjawabkan sesuai dengan perannya.

Bentuk delik penyertaan dibagi menjadi dua bagian, yaitu pertama, pembuat yang terdiri atas: pelaku (pleger), yang menyuruh lakukan (doenpleger), yang turut serta (madepleger) dan penganjur (uitlokker).

Kedua, pembantu yang terdiri atas: pembantu pada saat kejahatan dilakukan dan pembantu sebelum kejahatan dilakukan.

Jika melihat jelasnya doktrin ajaran hukum pidana mengenai delik penyertaan tersebut, maka sangat mungkin akan ada tersangka baru mengingat perkembangan penyidikan kasus masih sangat dinamis.

https://regional.kompas.com/read/2023/09/12/11250751/kebakaran-hutan-bromo-tepatkah-hanya-seorang-tersangka

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke