Salin Artikel

Korupsi Pembangunan Jembatan di Riau, 2 Orang Jadi Tersangka, 1 Ditahan

PEKANBARU, KOMPAS.com - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembangunan jembatan Sungai Enok pada Dinas PUPR Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil), Riau, Kamis (7/9/2023).

Kasi Penkum Kejati Riau, Bambang Heripurwanto menyampaikan, kedua orang tersebut yakni BS selaku mantan Direktur PT BRJ dan HMF Direktur PT BRJ.

PT. BRJ merupakan perusahaan rekanan yang mengerjakan proyek pembangunan jembatan Sungai Enok pada 2012.

"Satu orang tersangka atas nama BS dilakukan penahanan 20 hari ke depan di Rutan Kelas I Pekanbaru," ucap Bambang kepada Kompas.com melalui keterangan tertulis, Kamis.

Sedangkan tersangka HMF mangkir dari pemeriksaan penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Riau.

Bambang mengatakan, BS dan HMF sejatinya hari ini diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pembangunan jembatan tersebut.

Namun yang hadir hanya BS. Sedangkan HMF tidak memenuhi panggilan penyidik.

Dari hasil gelar perkara, keduanya ditetapkan sebagai tersangka. Tersangka BS langsung dijebloskan ke penjara.

"Setelah dilakukan gelar perkara, penyidik Pidsus Kejaksaan Tinggi Riau berkesimpulan adanya dugaan tipikor pembangunan jembatan Sungai Enok pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2012. Selanjutnya, penyidik menetapkan BS dan HMF sebagai tersangka berdasarkan dua alat bukti yang cukup," tutur Bambang.

"Tersangka BS langsung ditahan. Sementara tersangka HMF telah dipanggil oleh penyidik, namun tidak ada itikad baik untuk memenuhi panggilan," sambungnya.

Bambang mengungkapkan, modus korupsi yang dilakukan oleh kedua tersangka, yakni setelah pengumuman lelang Pokja II ULP Kabupaten Inhil 17 Mei 2012, MHF dan BS melengkapi persyaratan lelang atau tender.

Selanjutnya, BS dan HMF membantu mencarikan personel fiktif.

Setelah melengkapi persyaratan lelang tersebut, BS dan HMF membuat dokumen berupa surat penawaran, rekap perkiraan pekerjaan, dan surat pernyataan dukungan alat.

Setelah PT BRJ dinyatakan sebagai pemenang tender, tersangka HMF masuk menjadi Direktur PT BRJ dengan alasan sebagai kontrol pekerjaan.

"Setelah itu, tersangka BS dan tersangka HMF membuat draf kontrak dengan memalsukan tanda tangan saksi H pada dokumen kontrak atau adendum I dan II senilai Rp 14.826.029.360 pada 17 Juli sampai 31 Desember 2012, BA (Berita Acara) negosiasi dan BA penyerahan lapangan," kata Bambang.

Dalam pelaksanaan pekerjaan, tersangka BS merekomendasikan saksi AP untuk bekerja di lapangan. Sedangkan tersangka BS membeli barang-barang material pembangunan jembatan tersebut.

Di setiap pencairan uang muka dan termin, dilakukan oleh tersangka HMF dengan memalsukan tanda tangan saksi H.

Setelah uang tersebut masuk ke Rekening PT BRJ, cek ditandatangani dan dicairkan oleh tersangka HMF sejumlah Rp 1.374.000.000, dari Rekening PT BRJ 4 Januari 2013 (setelah pekerjaan selesai).

Bambang menyebut, menurut Ahli Fisik ITB, dalam pelaksanaan fisik pekerjaan tidak sesuai volume dan spesifikasi sebagaimana addendum I dan II.

"Sehingga menurut auditor BPKP (Badan Pengawasan dan Pembangunan), telah terjadi kerugian keuangan negara sejumlah Rp 1.842.306.309,34," ungkap Bambang.

Bambang menambahkan, kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Ayat (1) huruf b UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.

https://regional.kompas.com/read/2023/09/08/055733878/korupsi-pembangunan-jembatan-di-riau-2-orang-jadi-tersangka-1-ditahan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke