Salin Artikel

Kisah ABH Selesai Jalani Pembinaan, Ingin Lanjutkan Sekolah dan Bahagiakan Orangtua

SUMBAWA, KOMPAS.com - Remaja berinisial IG (17) tampak bersemangat saat mengikuti apel pagi Jumat (1/9/2023) di Asrama Putra Sentra Paramitha Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Tempat ini menjadi rumah aman bagi setiap anak yang berhadapan dan berkonflik dengan hukum (ABH).

Sentra Paramitha adalah lembaga penyelenggaraan kesejahteraan sosial (LPKS) yang dikelola Kementerian Sosial. Salah satu layanan sentra ialah memberikan rehabilitasi sosial ke ABH.

Empat hari lagi IG bisa kembali ke kampung halamannya di Kecamatan Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat. Ia sudah tak sabar ingin bertemu orangtuanya. Ia ingin menjadi anak yang berbakti dan menjadi lebih baik lagi.

"Saya akan lanjutkan sekolah, ingin bahagiakan kedua orangtua. Saya menyesali perbuatan itu," kata IG.

IG sudah selesai menjalani masa rehabilitasi selama enam bulan di Sentra Paramitha Mataram. Kegiatan IG cukup padat, dari mulai bangun tidur di pagi hingga malam hari.

Berbagai program ia ikuti dengan progres yang cukup baik.

"Saya ikuti kelas pertukangan dan las. Sekarang saya bisa membuat kursi dan meja. Saya ingin buka usaha sendiri setelah lulus sekolah," cerita IG.

IG adalah terpidana anak yang sudah selesai menjalani binaan di LPKA Lombok Tengah selama satu tahun. 

Pada Februari 2022, ia divonis satu tahun enam bulan oleh Hakim Pengadilan Negeri Sumbawa atas kasus kekerasan seksual terhadap sang pacar yang juga masih di bawah umur. 

Dari putusan itu, Hakim mengeluarkan putusan 1 tahun pembinaan di LPKA dan enam bulan di Sentra Paramitha Mataram.

Pertimbangan Hakim adalah kepentingan terbaik anak sesuai Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).

Ia sempat frustasi saat divonis bersalah. Ketakutan terbesarnya sudah mengecewakan dan membuat malu kedua orangtua. 

IG juga takut tidak diterima lagi dalam pergaulan dengan teman-teman di sekolah. Dari bimbingan psikologis yang ia ikuti membuatnya sadar bahwa segala perbuatan di dunia harus dipertanggungjawabkan.

"Saya sadar, saya bersalah. Saya bertanggung jawab," IG tertunduk lemas.

Ia menarik nafas dalam, beruntung semua orang di LPKA mendukungnya. Begitu pula saat berada di Paramitha. Pengasuh dan semua pegawai seperti keluarga sendiri.

Jika rindu rumah, IG bisa bisa telepon orangtua. 

"Saya pinjam telepon ke pengasuh. Minta izin gitu. Lumayan bisa ngobrol dengan orangtua," katanya.

Selama di sini ada banyak teman. Ada 3 dari Sumbawa dan 2 dari Sumbawa Barat.

"Kami saling mendukung. Mereka seperti saudara sendiri," sebut IG.

Saat kejadian itu, ia masih duduk di bangku kelas II SMA di Kecamatan Taliwang. Selama menjadi anak binaan, IG tetap sekolah. Kini ia sudah naik kelas tiga.

Jadi perhatian semua pihak

Perlu ada upaya bersama untuk melepaskan stigma anak nakal dan anak bermasalah yang hingga kini begitu kuat melekat pada anak-anak tersebut.

Demikian disampaikan Kepala Sentra Paramitha Mataram, Raden Latifah Ningrum Jumat (1/9/2023).

Masa depan anak- anak yang berkonflik dengan hukum harus menjadi perhatian semua pihak. 

Anak binaan di asrama putra ada 35 orang. Sedangkan anak perempuan di asrama putri ada 24 orang.

"Kita amankan anak ini untuk dibina dan diberikan keterampilan. ABH ini sebenarnya korban dari keluarga," kata Latifah. 

Menurutnya, ABH karena kasus pencurian, penganiayaan, asusila dan lainnya persoalan awalnya kurang perhatian keluarga.

"Masalahnya karena orangtua sudah cerai atau ibu jadi TKW dan persoalan sosial ekonomi lainnya," kata Latifah.

Perhatian khusus pada anak-anak yang terkena pidana sangat penting. Selain memastikan mereka tidak terjerumus kembali melakukan kejahatan, pemerintah, masyarakat, dan keluarga, serta seluruh pemangku kebijakan harus membantu mereka melanjutkan hidup, menggapai cita-cita dan meraih masa depan yang lebih baik.

Saat pembinaan ABH itu penuh dengan aktivitas. Pagi bangun, apel, sekolah, aktivitas keterampilan, istirahat, shalat, serta malam bina iman serta takwa. 

Di asrama putra, ada pelatihan vokasi keterampilan las dan pertukangan, serta kerajinan tangan (handycraft). Sedangkan di asrama putri ada kelas tata boga dan menjahit.

Ada Sentra kreasi cuci mobil motor, binatu (laundry), toko klontong, kafe dan galeri seni serta kerajinan.

"Jumat ada kelas musik. Jadi anak binaan bisa karaoke dan bermain alat musik," sebut Latifah.

Model pembinaan di sini bukan seperti tahanan usia dewasa, jadi masih diberikan keleluasan dalam menjalani aktivitas sambil belajar dan bermain tetapi masih ada saja yang ingin kabur. 

ABH yang datang ke sini memiliki surat pengantar dari kepolisian, Bapas, hakim, Dinas Sosial, NGO seperti LPA, LSM dan mitra lainnya seperti penitipan dari keluarga atau orangtua juga ada.

Terkait lama tinggal, sambungnya, tergantung putusan hakim. Ada yang satu bulan, enam bulan, hingga satu tahun.

Selain itu dilihat juga dari hasil asasmen kondisi psikologis dan apabila anak perempuan hamil akibat kekerasan seksual maka akan lebih lama di sini sampai selesai melahirkan.

"Ada pendampingan psikologis juga di sini, jadi tiap minggu anak bisa konsultasi dengan psikolog," kata Latifah.

Lebih jauh, ABH yang masih sekolah tetap disekolahkan. Namun, dalam pelaksanaan masih saja ada kendala. 

"Saat dicek ada saja anak yang tidak disiplin saat mengikuti proses pembelajaran," ujarnya.

Bagi ABH yang putus sekolah, tetap dilanjutkan kejar paket. Sekarang ini ada 8 orang akan dilanjutkan pendidikan paket di SKB.

"Pengalaman kemarin bagi ABH yang mengambil paket itu kami minta petugas SKB yang datang ke sini," jelas Latifah

Program paket juga sekarang tidak mudah, banyak prosesnya.

"Kami ingin anak binaan ini tetap dapat hak pendidikan. Kami ingin kurikulum sama dengan sekolah formal," imbuhnya.

"Keterampilan juga kami ingin anak ini ketika keluar bisa lanjutkan kehidupan dan bisa bertahan dengan segala kondis," lanjut Latifah.

Latifah berharap peran keluarga lebih optimal. Ia juga mengatakan, koordinasi lintas sektor lancar sejauh ini dan semua sudah terkoneksi dengan baik.

https://regional.kompas.com/read/2023/09/01/134537978/kisah-abh-selesai-jalani-pembinaan-ingin-lanjutkan-sekolah-dan-bahagiakan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke