Salin Artikel

Mengenal Tradisi Nuja Rame, Wujud Saling Bantu Masyarakat Sumbawa

SUMBAWA, KOMPAS.com - Bunyi rantok dan alu (alat penumbuk padi) terdengar nyaring saat Tati Hariati (40) berjalan menuju aula kantor Desa Batu Bulan, Kecamatan Moyo Hulu, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), di tengah terik matahari pada Jumat (25/8/2023) siang.

Tabuhan alu terdengar bersahut-sahutan menghasilkan alunan irama yang khas. Tati terlihat menawan dengan batedung tuntang (penutup kepala berupa kain khas Sumbawa) dan pakaian adat Samawa.

Ia membawa gabah dengan baka atau bak di atas kepala untuk disumbangkan bagi pembangunan masjid desa.

Para perempuan memulai kegiatan bagonteng yaitu menabuh lesung dengan alu sambil melangko atau berpantun dengan syair bahasa daerah Sumbawa. Alu dan nisung telah dihias sedemian rupa sehingga terkesan menarik.

Rombongan perempuan lainnya berjalan beriringan menuju aula kantor desa dengan membawa gabah di atas kepala.

Mereka diikuti oleh kaum lelaki yang tampak bersahaja dalam balutan baju koko, sarung dan peci mengiringi rombongan perempuan nuja rame yang membawa gabah sumbangan dari rumah masing-masing.

Bagi masyarakat Sumbawa, bagonteng merupakan pertanda tama boat atau dimulainya suatu acara besar atau hajatan seperti siang ini, yaitu nuja rame.

Tradisi nuja rame, yaitu menumbuk padi beramai-ramai yang dilakukan oleh kaum perempuan usai musim panen.

Nuja merupakan bahasa Sumbawa yang artinya menumbuk, sedangkan rame artinya ramai.

Alat menumbuk yakni nisung atau rantok dan ngalu. Nisung atau rantok merupakan wadah tempat padi atau beras dimasukkan dan ngalu merupakan alat untuk menumbuk.

Selain ditemui sebagai bagian dari prosesi pernikahan adat Samawa (Sumbawa) usai masa panen padi, Nuja Rame juga digelar untuk penggalangan dana pembangunan desa seperti masjid.

Rabiadi (51) mengatakan, jumlah gabah yang disumbang saat nuja rame kali ini tergantung kemampuan.

"Ada yang sumbang satu karung, satu bak. Tidak ada paksaan, semua seikhlasnya. Kalau banyak ya pasti semakin banyak amalnya kalau untuk masjid," kata Rabiadi.

Sementara, jika nuja rame saat acara perkawinan, maka sistemnya akan dibayar oleh pemilik hajatan.

"Jadi seperti arisan, saat ada acara di keluarga kita akan diganti sebesar yang sudah diberikan itu," jelas Rabiadi.

Kepala Desa Batu Bulan, Yunus Syufriadi menyampaikan, tradisi nuja rame terus dilestarikan oleh warga. Kali ini gabah yang terkumpul dari hasil nuja rame akan disumbangkan untuk pembangunan masjid.

Nuja rame adalah bagian dari tradisi pernikahan masyarakat Sumbawa yang dilakukan ketika ada acara perkawinan, sunatan atan hajatan syukuran.

Di tempat yang sama, Camat Moyo Hulu, Nawawi mengatakan, tradisi nuja rame merupakan tradisi gotong-royong antarwarga.

"Nuja rame adalah kebiasaan masyarakat yang selalu dilaksanakan sebagai bentuk saling tolong menolong dan bergotong-royong dalam prosesi perkawinan, sunatan dan kematian," kata Nawawi.

Wakil Bupati Sumbawa Dewi Noviany menilai, pelaksanaan tradisi nuja rame merupakan kegiatan yang luar biasa. Menurutnya, tidak semua kecamatan dan desa bisa melestarikan adat budaya di era digital saat ini.

"Perlu dan terus dilestarikan. Jika kita abaikan sekarang nanti generasi mendatang akan melupakannya," ucap Novi sapaan akrabnya.

https://regional.kompas.com/read/2023/08/25/202512378/mengenal-tradisi-nuja-rame-wujud-saling-bantu-masyarakat-sumbawa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke