Salin Artikel

Abrasi di Bengkulu, Setiap Tahun 2 Meter Daratan Tenggelam

BENGKULU, KOMPAS.com - Kepala Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) VII, Adi Umar Dani menyebutkan, daratan Bengkulu yang menghadap Samudera Hindia hilang dua meter per tahun akibat laju abrasi di pesisir Bengkulu.

"Per tahunnya ada dua meter daratan Bengkulu hilang ditelan laut akibat abrasi. Dampaknya sawah, jalan negara, fasilitas publik dan lainnya menjadi terancam bahkan sudah ada yang tenggelam. Ini menjadi perhatian kita bersama," kata Kepala Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) VII, Adi Umar Dani, saat dijumpai di Kabupaten Kaur, Provinsi Bengkulu, Kamis (24/8/2023).

Garis pantai Bengkulu diperkirakan mencapai 525 kilometer membentang di tujuh kabupaten di Provinsi Bengkulu. Dari jumlah tersebut, saat ini 200 kilometer garis pantai terancam hilang akibat abrasi.

Adi mengatakan, sejak tahun 1995 Pemerintah terus berupaya memperbaiki pesisir pantai yang rusak. Namun belum mencapai 50 persen yang mampu diperbaiki.

"Dari jumlah yang terancam dan rusak itu kami menggunakan skala prioritas bekerjasama dengan balai jalan nasional bina marga termasuk titik longsor. Skala prioritas dilakukan karena terbatasnya anggaran yang kita kelola," ungkap Adi Umar Dani.

Kerusakan akibat abrasi menurutnya banyak terjadi di Kabupaten Bengkulu Utara, Kaur, dan beberapa kabupaten lain. Dikatakannya secara keseluruhan perbaikan pesisir Bengkulu yang rusak dan terancam abrasi bila harus diproteksi maka membutuhkan biaya yang cukup tinggi berkisar Rp 5 triliun.

"Itu kalau kita rata-ratakan Rp 50 juta per meter maka sekitar Rp 5 triliun, itu semua sepanjang 525 kilometer. Hanya saja kita tentu memilih skala prioritas terkait kemampuan anggaran," ujarnya.

Adapun perbaikan pesisir dilakukan pembangunan kubus beton serta sejumlah jenis konstruksi lainnya disesuaikan dengan karakter pesisir yang ada.

Kisah korban Abrasi

Sementara itu, Raniah, warga Desa Pondok Kelapa, Kecamatan Pondok Kelapa, Kabupaten Bengkulu Tengah menceritakan, 20 tahun ke belakang saat abrasi belum menggila, warga desa setempat bekerja sebagai nelayan dayung, dan petani kelapa. Hidup makmur mereka rasakan. Hasil laut melimpah sedangkan buah kelapa terus berbuah.

Namun ujian melanda ketika laut perlahan menenggelamkan perkebunan kelapa serta melumat tempat pendaratan ikan bagi nelayan.

"Daratan kami hilang sejauh 1 kilometer sejak 20 tahun terakhir, ratusan hektar kebun kelapa dan tempat pendaratan nelayan hilang. Alhasil suami kami bekerja sebagai nelayan menjadi pengangguran sementara kaum perempuan yang sebelumnya bekerja sebagai penjual ikan kering turut kehilangan pekerjaan," kenang Raniah.

Raniah berkata, dahulu perempuan dapat mengumpulkan uang Rp 3 juta per bulan dari menjual ikan kering dan Rp 1 juta per bulan dari menjual kelapa. Itu belum ditambah hasil tangkapan ikan dari kaum pria.

"Per bulan bisalah mendapatkan uang Rp 6 jutaan kala itu, namun sekarang semua tinggal cerita. Suami kami kehilangan pekerjaan, anak-anak putus sekolah," kenangnya.

Para kaum bapak dan ibu yang kehilangan pekerjaan akibat abrasi bertahan hidup bekerja serabutan menjadi buruh harian, kuli, tukang hingga memungut buah kelapa sawit sisa (brondol) di sebuah perkebunan swasta terdekat.

"Bapak-bapak jadi kuli, buruh, itu juga kalau ada pekerjaan kalau tidak mereka menganggur. Sementara ibu-ibunya jadi tukang pungut buah brondol sawit di perusahaan," ungkap Raniah.

Sejumlah warga Bengkulu berharap pemerintah dapat membangun oenahan laju abrasi agar permukiman, rumah, jalan dan kehidupan mereka tidak tenggelam. Selain itu mereka juga mengaku siap membantu menanami tepian pesisir dengan mangrove untuk menahan laju abrasi apabila pemerintah membangun penahan gelombang.

https://regional.kompas.com/read/2023/08/24/180159578/abrasi-di-bengkulu-setiap-tahun-2-meter-daratan-tenggelam

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke